Tapi ups.. tunggu dulu, bagaimana caranya ane bisa mencari rumah Niken di kota yang seluas ini. Sampai kiamat juga nggak bakalan ketemu tuh, apalagi ane cuma berbekal selembar foto. Ane berpikir, Niken kan nggak mungkin bawa motor, dan nggak bawa identitas apapun berarti rumahnya kemungkinan nggak jauh dari mall. Kalau di logika mana ada orang pergi jauh nggak bawa identitas apapun. Di sekitar mall banyak perkampungan, siapa tahu ane bisa mencari informasi disana.
Ane kemudian mulai blusukan di perkampungan sekitar mall. Ane coba tanya satu persatu orang-orang disana, apakah kenal dengan cewek di foto ini yang bernama Niken. Dan memang tidak mudah ternyata. Hampir seluruh kampung di sekitar mall udah ane jelajahi, mungkin udah puluhan orang ane tanyai dan tidak ada yang mengenal Niken. Tapi ane nggak putus asa, ane coba perluas daerah pencarian ke radius area yang lebih luas lagi. Udah seharian ane mencari, tapi tetap aja nggak ketemu. Ah elah ini cewek tinggal di bulan kali ya, ane mulai jengkel sekaligus putus asa.
Hari udah beranjak sore, sekitar pukul tiga. Ane kemudian mampir ke sebuah warteg buat mengisi perut. Udahlah pencarian ane teruskan besok aja. Biar besok ane bolos kuliah, begitu pikir ane. Di warung tersebut ane lihat ada beberapa tukang ojek sedang mengobrol sambil merokok, sepertinya habis makan juga. Ah siapa tahu, nggak ada salahnya ane coba sekali lagi.
“Permisi mas. ” sapa ane ke salah satu dari mereka.
“Oh ya gimana mas ? ” jawab si tukang ojek ramah.
“Maaf pernah lihat cewek ini nggak. ” tanya ane sembari menyodorkan foto Niken.
“Mmmmm.. kayaknya sih… ” tukang ojek itu mengeryitkan dahi.
“Lho, Jon, ini kan cewek yang kemaren pernah kamu antar. ” sahut tukang ojek yang satu lagi.
“Masa sih ? ” jawab tukang ojek yang bernama Jon itu.
“Ah iya saya inget mas, saya pernah mengantar mbak ini ke mall. Kalo nggak salah hari Kamis kemaren. Saya inget warna jaketnya nih. ” timpal si Jon dengan yakin sambil menunjuk foto Niken.
Yess!! Memang ane ketemu Niken itu hari Kamis. Akhirnya ada juga titik terang. Semoga aja tukang ojek ini nggak lupa rumahnya Niken, harap ane dalam hati.
“Mas masih inget nggak rumahnya dimana ? Bisa minta tolong antar saya kesana ? ” tanya ane dengan antusias.
“Waduh kalau rumahnya saya nggak tahu mas, soalnya saya ketemu mbak ini dipinggir jalan pas nunggu bis. Saya tawarin ojek mbaknya mau. ” jelas si Jon.
“Mas ini siapanya ? Pacarnya ya ? ” tanya tukang ojek satunya dengan nada meledek.
“Makanya mas kalau punya pacar tuh diurus biar nggak kabur. Tapi kalau mas udah bosen ya mending buat saya aja. ” kata tukang ojek itu disambut tawa teman-temannya.
“Ya udah mas, bisa antar saya ke tempat itu ? ” tanya ane kepada si Jon.
“Ke tempat saya ketemu mbak ini pas menunggu bis ? ” si Jon balik bertanya.
“Iya mas. Tapi saya nggak bonceng, saya ikutin mas dibelakang naik motor. ” kata ane nggak sabar.
“Waduh tapi tetep ada ongkosnya lho mas. ” pintanya.
“Iya iya, masalah ongkos pokoknya beres. ” kata ane sambil mengacungkan jempol.
Ane kemudian mengikuti tukang ojek tersebut menuju tempat yang dimaksud. Wah ternyata jaraknya jauh juga, pantas aja rumah Niken nggak ketemu-ketemu. Ternyata tempat yang dimaksud tukang ojek itu berdekatan dengan sebuah kampung padat di pinggir sebuah sungai. Agak kumuh tapi nggak kumuh banget. Kayaknya bener nih kampungnya, pikir ane.