Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo. episode 10

Pria Bersorban Putih.

“Bagaimana bisa manusia rendahan macam kau masih bisa selamat setelah terkena serangan kami?” tanyanya geram. Mereka berdua menatap ke arahku dengan pandangan takut, kaget, dan benci.

Aku tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan bodoh mereka itu, membuat mereka merasa semakin tak nyaman. “Simple saja. Pertama, karena aku merapalkan ajian penjagaan tepat setelah jin Watsin mengirimku ke perbatasan void ini. Dan yang kedua, karena aku telah bertarung dengan demit dan jin yang jauh lebih mengerikan daripada kalian!”

“Grr… ampuni kami, maafkan kami!” kata kedua genderuwo itu meminta ampun padaku.

“Percuma! Karena sekarang sudah saatnya penghakiman …!”

Saat itu juga, ajian Reksadara langsung menjatuhi hukuman pancung bagi kedua genderuwo itu. Dan tak lama kemudian, darah berceceran, membasahi sekitar. Kemudian kedua mayat genderuwo itupun lenyap.

Andaikata mereka tidak diberi keabadian sampai akhir zaman, pasti jumlah mereka sudah turun drastis sekarang ini.

Dengan tubuh lemah dan lemas, aku paksakan diriku untuk menuju ke dalam puri itu dan bertarung dengan jin Watsin guna menyelamatkan Pramesella. Kuyakin kalau saat itu diriku telah masuk ke dalam jebakan jin licik itu, namun demi menyelamatkan seseorang, ku tak peduli semua itu.

Selama masuk ke dalam puri, aku selalu dihujam dengan ribuan paku-paku neraka yang menghujamku dari berbagai sisi, namun dengan ajian pelindung sukma dan keyakinan kepada Tuhan YME, aku bisa bertahan dari siksaan itu.

Dan akhirnya, kini aku berdiri di hadapan Jin Watsin sendiri. Menatapnya penuh dengan amarah dan kebencian yang memenuhi relung hati karena kami sempat bertarung dalam perang besar tiga tahun lalu.

“Hebat juga, kau anak manusia!” sambut Jin Watsin dengan senyum liciknya. “Tak kusangka kita akan bisa bertemu lagi setelah tiga tahun lamanya,”

“Ya, karena kau dan Ifrit, manusia terancam dalam jurang kehancuran. Dan karena kau dan ifrit, aku kehilangan seseorang yang paling kusayangi!” jawabku geram, mendendam aku ke jin kafir itu.

Jin Watsin langsung merayap ke tembok-tembok puri sembari menyerangku dengan paku-paku neraka. Untuk menghalanginya, aku keluarkan ajian Cokronagoro. Dengan ajian itu, aku bisa bertahan dan menyerang.
Tak menyerah sampai disitu, Jin Watsin mengeluarkan pasukan-pasukan tengkorak kepala babinya yang jumlahnya sangat banyak. Dengan penuh keyakinan, aku keluarkan ajian Reksadara untuk menghabisi para kroco-kroco itu.

Pertarungan belum berakhir. Untuk menjerat Jin yang suka merayap-rayap di tembok bak seekor cicak itu aku keluarkan ajian Palasada. Namun karena ajian Palasada ini lambat, jadi dengan mudahnya dihindari oleh jin itu.

Pertarungan terus berlanjut seperti itu, dengan tak diketahui siapa yang bakal jadi pemenang, karena kekuatan kami berdua hampir setingkat.
Andai saja aku punya Pedang Pencabik Sukmo ataupun Pedang Damaskus, pastinya keadaannya gak bakal begini.

Jin itu tertawa terbahak-bahak, lalu melemparkan roh Pramesella ke belakang. Di sana ada api yang membara-bara. Jikalau tidak segera kucegah, maka roh itu akan hancur dan Pramesella akan musnah, bukan hanya mati.

“Kalau kau ingin menyelamatkan gadis itu, selamatkan dia sekarang, hahaha…” kata Jin Watsin itu sombong.

Aku pun bergegas berlari bertaruh dengan waktu untuk sampai di tempat roh Pramesella saat ini. Kuharap aku bisa sampai tepat waktu dan menyelamatkan Pramesella.

Namun waktu dengan cepat bergerak, menelan frame-frame waktu dengan cepatnya. Kini aku merasa putus asa. Dengan jarak yang teramat jauh, mustakhil bagiku untuk sampai tepat waktu.

Diriku yang kala itu sudah berada di samping jin Watsin, mulai menjerit, tak mau merasakan rasa putus asa lagi, sementara jin Watsin dengan angkuhnya tertawa menatapku.

Namun tiba-tiba, ada sebuah garis yang langsung membentuk balok sebening kaca yang menangkap roh Pramesella. Dengan segera balok itu melesat pergi, menjauh dari sana.

Jin Watsin melihat kejadian itu antara kaget dan tak percaya. Aku juga demikian. Aku merasa ada seseorang yang sudah menolongku.

“Kurang ajar! Siapa orang yang berani ikut campur urusanku!?” tanya Jin Watsin geram. “Keluar kau, anak cucu Adam! Aku tahu kalau kau ada di sekitar sini!”

Dari belakang, kudengar suara sejuk dan kalem dari seseorang. Kutolehkan kepalaku ke arah suara itu, mencoba menelisik siapakah orang yang mampu menyebrang ke perbatasan void ini sesuai dengan kehendaknya sendiri?

“Wah, wah, ternyata di zaman ini para jin dan demit sudah menjadi semakin sombong, ya? Tak kukira kalau perjuanganku dan ketujuh puluh dua ulama, jawara dan dukun, mengantarkan ke zaman yang seperti ini,” seru seorang pria berumur sekitar tiga puluh tahunan, memakai pakaian serba putih dan bersorban putih pula.

“Kau, …” sahut Jin Watsin menatap pria itu dengan penuh geram dan kengerian.

Dalam sekejap mata, pria itu sudah berada di sampingku, menyentuh pundakku, kemudian ada cahaya putih yang mulai merasuk ke dalam jiwaku, menyembuhkan segala luka-luka yang disebabkan para demit beberapa waktu lalu.

“Siapa kau sebenarnya? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya,” tanyaku yang terheran-heran melihat pria bersorban putih itu.

Dia pun menatap wajah bingungku dengan penuh senyuman hangat, seolah dia tahu siapa diriku.

“Aku Marwan, Kyai Marwan. Dan aku adalah penghulumu, nak!” jawabnya dengan penuh senyuman. “Sebelum kau bertanya lebih banyak, sebaiknya kita selesaikan urusan kita di sini, nak. Iyakan?”

Aku mengangguk. Dia membantuku untuk berdiri.

Jin Watsin menatap garang kepada Kyai Marwan. Tangannya pun mengepal, matanya menatap tajam, dan kuda-kudanya sudah bersiap untuk menyerang seorang Kyai yang pernah melawannya tempo dulu.

“Nagasaka, Nagalacakra, kemarilah …!” panggil Kyai Marwan. Tiba-tiba dari langit melesat dua ekor naga putih dan hitam yang kemudian menghantam tanah dan berubah wujud menjadi dua tombak sakti.

Saat percikan transformasi, sempat kulihat wajah kedua adik kembar siamku, Tiara dan Leina. Namun, kutepis begitu saja anggapan itu.

Kulihat Jin Watsin yang sudah siap kuda-kudanya itu langsung mengurungkan niatnya untuk menyerang. Sepertinya dia tahu sesuatu mengenai dua tombak sakti ini.

“Kemarilah, Jin kafir! Ayo rasakan kekuatan tombakku untuk kedua kalinya!” teriak Kyai Marwan yang menggema ke punjuru perbatasan void. “Sama seperti saat aku memenggal dua belas raja kalian dengan dua tombak ini!”

Aku hanya diam mendengarkan. Biarkan penghuluku untuk bertarung kali ini, karena diriku sudah terlalu lelah untuk berbicara, apalagi untuk menyerang jin kafir itu.

Tiba-tiba dari segala penjuru, datanglah demit-demit bergerombolan, pocong, genderuwo, kuntilanak, sundel bolong, buto ijo, dll, yang langsung mengepung Kyai Marwan dari berbagai sisi.

Melihat kondisi semakin sulit, Kyai Marwan pun membuat sebuah lingkaran di sampingnya dan menyuruhku untuk memasukinya.

“Cucuku, cepat masuklah ke dalam lingkaran ini! Jangan sekali-kali kau keluar dari lingkaran ini, kecuali aku suruh, ya?” pintanya dengan harap aku mau menurutinya. Dan entah karena aku seorang penurut atau apa, aku menurut saja kata-katanya tanpa sedikitpun menanyakan perihal dibalik semua itu.

Para demit-demit yang jumlahnya ratusan itu langsung menyerbu ke tempat Kyai Marwan berada. Kedua tombak sakti itu dia lemparkan ke belakang, seolah enggan untuk menggunakan tombak itu untuk melawan kroco-kroco itu.

Dari pinggangnya, dia keluarkan sebuah janur kuning yang langsung menjelma menjadi pedang Pencabik Sukma, yang tanpa ragu segera ia ayunkan ke arah demit-demit itu.

Dan brakk…

Darah berceceran di mana-mana. Darah dari para demit itu membasahi seluruh medan tempur, membuat nyali Jin Watsin mulai menciut.

Kini tinggal tujuh genderuwo dan tujuh buto ijo yang tersisa. Tak mau menunggu semakin lama, kyai Marwan membacakan sebuah doa ke arah janur kuning itu yang langsung berubah menjadi tombak yang panjangnya tiga puluh hasta.

Sekali ayunan dari tombak panjang itu, langsung memenggal kepala tujuh genderuwo dan tujuh buto ijo itu. Menyisakan darah mereka yang mengalir ke mana-mana.

Aku terkagum-kagum melihat pertempuran seru ini. Tak kusangka kalau penghuluku bisa sehebat dan setangguh ini. Pantes saja dia bisa mengalahkan Nyi Imas dan para abdi-abdi demitnya.


Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo.

Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo.

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekitar dua abad yang lalu, saat terjadi perebutan kekuasaan antara VOC dan Britania di nusantara, ada sebuah kisah. Kisah seorang Kyai yang mampu menghentikan para demit-demit yang menghantui seluruh Jawa Timur ini. Kuntilanak, Pocong, Genderuwo, demit, jin-jin kafir, dan lain sebagainya. Dia menyegel semua demit itu di sebuah gerbang gaib yang diberi nama Angus Poloso, sebuah gerbang gaib yang memungkinkan para demit kelas atas itu tak bisa keluar dalam waktu lama. Seperti yang kita ketahui, tidak ada yang abadi di dunia ini, ya termasuk gerbang gaib itu. Oleh karena itu, setiap seratus tahun sekali gerbang gaib itu akan terbuka dan menimbulkan teror di Jawa maupun di seluruh negeri ini. Pria yang menyegel para demit-demit itu adalah Kyai Marwan, atau lebih dikenal sebagai Ki Ageng Selo. Gelar Ki Ageng Selo itu di dapatnya setelah berhasil mengalahkan Nyi Imas, seorang yang sakti mandraguna dan pengguna Santet Lemah Ireng, sebuah santet yang menargetkan setiap jiwa di sebuah wilayah tertentu. Beda dengan santet-santet pada umumnya yang hanya menargetkan targetnya dan juga keluarganya serta anak-cucunya, santet ini menyerang siapapun yang berada dalam satu kota/desa dengan si target. Sebelum lanjut, mari kita bahas dulu mengenai Santet Lemah Ireng. Santet Lemah Ireng adalah sebuah santet yang tidak memerlukan bantuan para jin, setan, dan makhluk2 halus pada umumnya, tapi santet ini hanya mengandalkan lemah ireng dan target yang berjalan di atas tanah dalam suatu wilayah, tempat di mana lemah ireng itu diambil, tempat orang yang ditargetkan itu berada. Selama orang-orang masih menginjak tanah, mereka pasti mati. Santet ini seperti gabungan dari Santet Malam Satu Suro, Santet Pring Sedapur, Santet Sewu Dino, dan Santet Janur Ireng. Selain itu, para pemuka agama (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Konghucu) tidak ada yang sanggup ataupun berani mengatasi santet ini. Santet ini tidak bisa diajarkan kepada siapapun, karena yang menguasai ilmu santet ini dia harus menjadi satu dengan Raja Iblis Nusantara. Raja Iblis itu akan masuk ke dalam raganya, dan apabila raganya kuat, maka dia akan memperoleh kekuatan besar, sedangkan jikalau tidak, maka mereka hanya akan mati konyol. Seratus Sebelas tahun setelah penyegelan itu, Angus Poloso yang waktu itu diletakkan (ditanam) di tanah keramat yang berlokasi di Blitar, tanpa sepengetahuan mereka, berdirilah sebuah sekolah SMA. Sebenarnya pihak pengembang sudah berkali-kali diingatkan kalau tanah tempat didirikannya sekolah itu adalah tanah berkah, yang orang2 kita sebut sebagai tanah keramat. Mendengar ucapan dari para warga setempat, pihak pengembangpun menganggap kalau ini semua hanyalah tahayul, dan terus memaksakan pembangunan itu. Dan selama beberapa tahun pembangunan, akhirnya sekolah itu berdiri juga. Berserta SMP dan Universitasnya (1976). Sebenarnya sebelah yayasan pendidikan itu sudah berdiri pondok pesantren yang didirikan oleh Kyai Marwan seratus sepuluh puluh tahun lalu sebagai antisipasi jikalau Angus Poloso itu terbuka. Sekolah megah dan luar biasa, menindih Angus Poloso yang ada di bawahnya. Karena tak bisa terelakkan, waktu itu keturunan Kyai Marwan, yaitu Mbah Wo, Mbah Carik, Cokropati, Mbah Jayos, dan Mbah Ibu, yang usianya sudah mencapai seratus tahunan, memberikan sebuah pager gaib di sekitar sekolah itu untuk mencegah terjadi apa-apa dan mencegah hancurnya segel Angus Poloso di sana. Dan tiga tahun setelahnya, Mbah Cokropati pun meninggal. Cokropati adalah anak Sulung dari Kyai Marwan dan merupakan anak yang paling cerdas dan berpengalaman dari kesemua keturunannya. Sehingga kematiannya menimbulkan lara dan kecemasan, karena sekte Immas takkan pernah berhenti mencoba mengeluarkan Nyi Imas dari segel Angus Poloso. Setelah kematian Kyai Marwan dan Cokropati, perjuangannya diteruskan oleh anak-cucunya. By the way, Kyai Marwan mempunyai tujuh orang anak dan dua belas cucu, sekaligus dua puluh empat cicit. Mereka semua adalah orang-orang hebat, dan kesemua anaknya adalah orang yang berpengaruh di daerahnya. Perjuangan mereka menggantikan Kyai Marwan bisa dirasa mudah dan sulit. Mudahnya karena demit-demit kelas atas yang paling ganas telah disegel oleh Kyai Marwan di dalam Angus Poloso, dan sulitnya adalah demit-demit kelas kecil ini terlalu banyak dan selalu bergerak di bayang2 dan selalu menggunakan cara yang licik, menyerang di balik layar daripada berhadapan langsung dengan keturunan Kyai Marwan. Puluhan tahun kemudian, ketika segel Angus Poloso sudah melemah, ada sebuah petaka yang membuat segel Angus Poloso terbuka. Yaitu Vita, cicit dari Kyai Marwan yang saat itu tanpa ia sadari telah membuka segel itu, sehingga demit-demit yang disegel di dalam Angus Poloso pun keluar dan meneror seluruh penjuru sekolah. Untunglah saat itu, Nyi Imas masih belum bisa keluar. Sementara untuk para demit2 itu, banyak di antara mereka yang tidak bisa keluar dari lingkungan sekolah akibat pagar gaib yang dipasang oleh Kyai Marwan. Meskipun begitu, teror dan kengerian selalu mengancam siapapun yang ada di sekolah itu.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset