Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo. episode 20

Test of Faith.

Tanpa bergeming sedikitpun, Mela dengan senang hati menerima tusukan pisau itu. Meski tusukan itu mengenai perutnya, namun tiada setetes darahpun yang keluar, malah diriku sendiri yang terkapar, bersimbah penuh darah yang keluar dari perutku.

“Risa, antarkan mereka berdua untuk pulang ke kediaman keluarga Marwan sekarang, dan kembalilah sebelum ada siapapun yang melihatmu!” suruh Mela kemudian membalikkan badan, membelakangiku.

Kulihat saat itu, dia meneteskan air mata, entah air mata penyesalan atau air mata kebahagiaan. Setelah itu, aku jatuh pingsan.

“Baik, nona!”

Risa pun bersiul, dan muncul sebuah lubang dimensi di depannya. Banyak yang menyebut ini adalah ajian gaib Lara Welut. Kemudian dia masuk ke dalam ruang itu dengan membawa kami berdua yang masih pingsan itu memasukinya.

Ruang dimensi ini berbeda dari ruang yang ada di alam gaib atau semacamnya, ruang dimensi dari Lara Welut ini kita berjalan di luar angkasa yang tak berujung. Namun dalam hal ini, kita hanya bisa berjalan lurus, dan tak bisa bergerak ke kiri dan ke kanan, karena ada sebuah jurang curam yang berwarna hitam pekat siap menyantap apapun yang memasukinya.

“Kau beruntung, Umam. Kau datang di saat Nyi Imas sedang tidak mengambil alih tubuh nona Mela. Kalau tidak, mungkin kau sudah mati saat itu,” gumam Risa datar, tanpa emosi sedikitpun (Kuudere dalam anime jepang). “Tapi, jangan harap nona Mela akan murah hati seperti tadi, karena seratus hari dari sekarang, tepat bulan purnama merah, Nyi Imas akan mengambil alih total atas jiwa dan tubuh nona Mela,”

“Apa maksudmu itu?” tanya Aris yang tanpa disadari sudah bisa berdiri dan luka-lukanya sembuh. “Apa yang terjadi dengan putri keluarga Immas itu?”

“Kau? Oh, ternyata keturunan Mbok Inah hebat juga ya? Padahal racun yang kami masukkan ke teh darah itu sangatlah kuat dan bahkan ahli kanuragan maupun indigo sekalipun takkan mampu mengetahui akan racun itu!”

“Hm … kau terkejut? Sepertinya sikapmu biasa-biasa tuh!” kata Aris yang mencoba pengobrolan sedap dengan Risa. “Iya memang benar, aku pun takkan mampu mengetahui kalau di dalam teh manis itu ada racun darah, bahkan aku sempat terluka parah karenanya, namun tidak mustahil buatku meregenerasi bagian-bagian tubuhku yang sudah hancur,”

“Apa maumu?” tanya Risa sinis.

“Aku tak mau apa-apa darimu. Aku hanya menginginkan ceritamu itu, dan apa hubungannya hal itu dengan teman baikku,” jawab Aris yang mencoba merayu Risa untuk menceritakan sebuah petaka yang pernah dan akan terjadi dalam keluarga Immas. “Kau pastinya tahu sesuatu mengenai putri itu, ‘kan? Atau mau kuucapkan sebuah kata yang bakal membuatmu tertarik, hm?”

Risa masih menatap sinis ke Aris kala itu. “Nona Mela bagaikan sesosok peri emas kecil yang masih tumbuh berkembang menjadi sesosok nona yang cantik dan anggun,”

“Apa maksudmu?”

“Dia bisa mengabulkan setiap permohonan yang selalu tersirat dalam hati manusia. Dia tak tahu dengan kemampuannya itu, namun karenanya dia dikutuk,” jawab Risa menjelaskan. “Terlebih lagi di hari kematian adiknya, nona Vira. Hari itu ada jutaan kekuatan jahat yang menanggapi panggilan kesedihan dari Nona Mela.”

“Terlebih Nyi Imas, ‘kan?” sahut Aris mengerti. Risa pun hanya mengangguk, menyetujui apa yang barusan dikatakan oleh Aris.

Aris keluar dari lubang dimensi itu dengan menggendongku yang masih tak sadarkan diri. Ternyata lubang dimensi itu tepat mengarah ke depan pintu kediaman Marwan.

Ternyata di sana sudah menunggu kak Vita dan Danang. Sepertinya mereka tahu kalau semuanya tak berjalan sebagaimana yang aku kehendaki. Dengan cepat, kak Vita menyuruh Aris untuk membawaku ke kamarnya, sementara Danang memanggil Pak Sutrisno, dokter pribadi keluarga Marwan.

“Bagaimana keadaannya, dok?” tanya ibuku cemas.

“Ibu tak perlu khawatir, dek Umam sudah saya obati, dan luka-luka dalamnya sudah saya jahit,” jawab dokter Sutrisno mencoba menenangkan ibuku. “Kalau boleh tahu, ada apa ini sebenarnya? Mengapa dek Umam bisa terluka seperti ini?” tanya balik dokter Sutrisno.

“Ah, ini cuman family matter saja, dok!” kata ibuku yang mencoba menutupi rahasia tentangku kepada dokter Sutrisno. “Lagian dokter pasti takkan percaya dengan hal-hal gaib bukan?”

“Maaf, nyonya Erna. Saya tak bermaksud lancang atau semacamnya, namun aku juga percaya akan hal-hal gituan, bu. Sudah banyak kejadian gaib-gaib yang tak bisa dinalar terjadi terhadap pasien-pasien saya, apalagi saya sudah jadi dokter pribadi untuk keluarga Marwan ini selama lima belas tahun,” jawab dokter Sutrisno mencoba mencari jalan tengah atas tuduhan ibuku. “Kalian semua tahukan kalau almh. Mbok Ruqayah, istri dari Mbah Jayos pernah menyembuhkan istri dan anak laki-lakiku yang di santet mantan rekan kerjaku. Mulai dari situlah aku mempercayai akan hal-hal gaib dan berhutang budi pada keluarga kalian,”

Malam harinya, banyak sanak saudara dan tetangga juga teman-temanku yang menjengukku di rumah. Mereka mendapat kabar burukku dari adikku lewat whatsapp, dan berita itu langsung diterima oleh Niken, yang merupakan teman dari Danang, dan dari situ, menyebar ke seluruh sekolah.

Mereka semua datang membawa oleh-oleh jajan yang teramat banyak, bahkan takkan habis untuk seminggu kedepan. Dan pastinya orang yang merebut jajan-jajan itu adalah kedua adik perempuanku, Leina dan Tiara. Soalnya mereka terlalu Greedy sama yang namanya oleh-oleh.

“Ini punyaku!” kata Tiara.

“Tidak! Ini punyaku!” sahut Leina.

Mereka berdua saling berebutan jajan yang diberikan Niken. Keluarga Niken, yaitu keluarga Prida adalah salah satu keluarga darah biru yang disegani di Jawa, jadi tidak heran jikalau dia membawa jajan yang begitu mewah, sampai membuat kedua adik perempuan serakahku itu rebutan.

Keduanya masih saja berantem sampai datang Danang yang langsung menjitak kepala mereka berdua.

“Berisik! Di ruang tamu ada banyak orang dan kak Umam sedang beristirahat. Jadi mengertilah sedikit!” kata Danang memberi nasehat kepada keduanya.

“Dasar, ah! Kak Danang jahat!” mereka berdua ngambek. “Kak Danang pemarah, tak seperti kak Umam yang baik hati,” tambahnya.

“Maaf saja ya kalau kakak tak sebaik kak Umam. Namun, lihat hasil didikannya pada kalian berdua? Dia begitu memanjakan kalian, sampai di usia kalian yang hampir menginjak sembilan tahun, kalian masih tak tahu akan tata krama!” Danang balas meledek. Kali ini dia dengan telak mengalahkan kedua gadis kecil itu dengan sepotong kalimat menohok.

Malam itu rumah kami terasa begitu hidup dengan suara obrolan-obrolan dari orang-orang yang menjengukku hari ini. Aku benar-benar bersyukur jikalau ada orang yang memperhatikanku setelah sebelumnya, aku sama sekali hampa.

Dua hari berlalu semenjak aku tertidur terus di atas ranjang. Semua sanak saudaraku bergantian untuk saling menjagaku, menunggu aku siuman. Namun sampai saat ini, aku masih tetap tertidur.

Padahal, sebenarnya aku tak merasa kalau aku sedang tertidur, namun malah aku sedang berada di alam mimpi. Di sana aku bertemu dengan tiga orang yang sangat aku sayangi, Kakung (Kakek) Satori, Kyai Marwan, dan Astrid.

Mereka saling bertukar senyuman indah padaku. Mereka menyemangatiku dan memasrahkan apa yang akan kulakukan tentang keluarga Immas padaku. Entah aku mau mendamaikan kedua keluarga kami, atau menghapus eksistensi keluarga itu dengan membunuh Mela dan menciptakan perdamaian di dunia.

“Yang dikatakan oleh Jayos itu benar, Umam! Kau harus tetap mengajaknya menjadi pasanganmu di test itu,” kata Kyai Marwan memberikan saran. “Jayos adalah putraku yang takkan membuat orang lain melakukan sesuatu yang tak ia rencanakan dan tahu sebelumnya. Mungkin ada sebuah alasan kuat mengapa dia menyuruhmu!”

“Tapi, dia sudah bukan Mela yang kukenal dulu. Bahkan aku sudah tak melihat sosok Mela yang manja dan ceria seperti dulu.” Jawabku murung, mengepal tangan menahan amarahku yang mulai muncul. “Bahkan dia sudah melukai sahabat baikku!”

“Lalu, apa yang akan kau lakukan, cucuku?” tanya kakung Satori serius. Aku tak bisa menjawab pertanyaan kakungku itu. Entah apa yang harus kulakukan atas Mela nantinya.

Astrid yang berada di sampingku tersenyum teramat manis dan hangat, membuatku menyadari kalau selama ini dia memang benar-benar cantik, walaupun kutahu kalau dia telah tiada.

“Kalau begitu, bukankah sudah jelas, Mam? Hatimu sudah move on dariku, dan sepertinya kau sudah menganggap Mela lebih dari seorang sahabat sama seperti saat kau masih bersamaku. Kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan. Aku percaya itu!” kata Astid yang benar-benar tahu akan perasaanku.

“Astrid, aku …”

Dia hanya menggeleng. “Tak perlu bicara apapun lagi, Mam. Kamu memang seseorang yang terlalu baik sama orang lain. Bahkan kebaikanmu itu sering membuat seorang gadis yang berada di sampingmu itu terluka, kau tahu itu?”

Astrid kemudian langsung menciumku sembari menangis, mengungkapkan kerinduannya padaku. Saat Astrid menciumku, aku dapat merasakan kehangatan luar biasa, sama seperti saat dia masih hidup dulu.

Kehangatan itu secara tiba-tiba menghapuskan luka (seperti besi berkarat yang terus menyebar) dan membuatku sembuh.

“Le, cucuku. Ada sebuah alasan kuat mengapa kau kami bawa kemari. Dan itu adalah ….” ujar kakung Satori tegang. Aku mendengar setiap kata-katanya yang mau dikatakan, dan setiap kata yang ia lontarkan, mampu membuatku menelan ludah dan bergidik ngeri akan apa yang dikatakannya.

Namun sebelum aku sempat bertanya masalah itu, aku akhirnya terbangun juga.

Setelah tersadar, aku lihat kakak dan ketiga adikku sedang tertidur lelap di sampingku. Melihat saudara-saudariku itu membuat hatiku terharu. Tak kusangka di balik sikap manja, egois, dan sinis mereka, mereka masih peduli terhadap saudaranya.

Tak mau membangunkan mereka, karena tahu kalau mereka baru saja tidur, aku segera sisihkan tangan-tangan mereka dari kaki dan juga pundakku. Setelah itu, aku bangun dan segera pergi ke kamar mandi.

Selesai mandi, aku masih memperhatikan mereka yang masih tidur pulas, kubiarkan mereka dan bergegas keluar dari kamar. Sesaat aku keluar, dari balik pintu sudah menunggu Nana yang hendak membangunkan kak Vita. Aku segera mencegahnya dan kutarik dia untuk menuruni tangga atas dan kuajak ia bicara di ruang tamu bawah.

“Nana, biarkan kakakku untuk tidur nyenyak hari ini,” ujarku ke Nana, dia hanya menatapku kosong dan sinis, tanpa emosi apapun. Mungkin ini ya yang disebut sebagai cewek kuudere. “Kakakku sudah kelelahan karena kemaren menjagaku terus bersama adik-adikku. Jadi sebaiknya kau biarkan ia beristirahat!”

Nana pun mengangguk, “Baik, tuan Umam! Tapi kedatanganku di depan kamarmu bukan karena itu, namun aku ada perlu dengan tuan muda,”

“He, aku? Ada apa?”

“Sebelum itu, bukankah seharusnya tuan segera berangkat ke padepokan Abdurrahman, tuan?” tanya Nana yang malah balik bertanya, seolah mengalihkan pertanyaanku tadi. “Hari ini bukankah hari di mana Test of Faith itu digelar, kenapa tuan muda masih malas-malasan saja?”

Aku tersentak kaget mendengarnya. “Apa!? Hari ini?!”

Nana mengangguk dan aku bergegas untuk kembali ke kamar untuk menyiapkan segala keperluanku untuk mengikuti test itu. Namun tak kusangka semua keperluanku sudah siap, lebih tepatnya adalah sudah ada yang menyiapkannya.

Kak Vita.

Ya, kakak manja dan anehku itu sudah menyiapkan segala keperluanku. Dari mulai bekal makan-minum, uang jajan, buku-buku, dan sebagainya.

“Kak, Vita, kau yang menyiapkan semua ini?” tanyaku.

Dia menggeleng. “Tidak, kemaren malam kami berempat gotong royong membantumu menyiapkan persiapan untuk test itu karena kami yakin kau akan tergesa-gesa menyiapkan bekal mengetahui kalau ujiannya akan dimulai di saat kau bangun. Pagi ini, aku hanya memasukkan segala keperluan yang sudah kami siapkan kemaren ke dalam tas ranselmu, Mam!”

“Terima kasih, kak!”

“Jangan berterima kasih padaku saja, tapi kepada adik-adik kita nantinya. Selain itu juga kau terlalu cepat mengucapkan terima kasihmu itu, Mam!” jawab kak Vita sambil tersenyum kecut. “Berterima kasihlah ketika kau mampu melewati ujian ini. Mungkin dari seratus peserta kali ini yang akan lolos hanya segelintir saja, dan yang lainnya akan menghilang ataupun mati.”

“Cih! Mereka mengadakan ujian ini cuman menginginkan pengorbanan darah-darah pemuda-pemudi yang tak tahu apa-apa mengenai apa yang akan mereka hadapi dalam ujian ini. Itu membuatku muak!”

“Jangan terburu-buru berkata demikian, Mam. Mereka semua adalah putra-putri dari keluarga jawara maupun dukun seantero nusantara yang dulu sempat membantu pendahulu kita, Kyai Marwan dalam menghadapi Nyi Imas. Jadi, meskipun mereka nanti mati, namun kuyakin mereka akan hidup kembali karena ajian Pancasona mereka,” jawab kak Vita yang sama sekali tak mengkhawatirkan mereka.

“Syukurlah kalau begitu,” aku lega mendengarnya.

“Namun ada juga di antara mereka yang akan benar-benar mati dan menghilang, Mam, tanpa ada seseorang yang mengingat dan juga mengkhawatirkan mereka. Apa kau tahu kalau ada sebagian kecil dari keluarga mereka yang tak mau menganut ilmu-ilmu kanuragan?” kata kak Vita mulai kecut. “Jikalau mereka mendapati ajal mereka di dalam ujian itu, mereka akan benar-benar mati!”

Aku geram mendengarnya. “Lalu buat apa mereka diizinkan untuk mengikuti ujian berbahaya itu!?”

“Ini semua karena adat. Adat yang ada dan disepakati antara Kyai Marwan dengan ketujuh puluh dua kyai, pemuka agama lain, dukun, dan para jawara, Mam!” jawab kak Vita sendu. “Karena adat inilah kakak harus kehilangan banyak teman empat tahun lalu, dan karena inilah dirimu harus gagal lolos dalam ujian itu dan harus merelakan Astrid,”

“Aku takkan membiarkan siapapun yang kusayangi meregang nyawa untuk kedua kalinya, kak! Aku percaya akan hal itu!”

Setelah bicara cukup lama dengan kakakku, aku segera diantar ke ponpes Abdurrahman oleh Pak Joko. Sampai di tengah jalan, aku melihat Mela sedang melambai-lambai ke arah mobilku dari halte bus di pinggir jalan. Dengan segera kusuruh Pak Joko untuk menghampiri Mela dan seolah tak pernah terjadi sesuatu beberapa hari lalu, kupersilahkan Mela untuk masuk ke mobil.

Hari ini, dia akan menjadi partnerku dalam ujian Test of Faith kali ini. Setelah mendapat amanah dari mimpiku, aku tak berani membatalkan keinginanku untuk menjadikannya pasanganku kali ini, apalagi setelah kejadian beberapa waktu lalu. Namun, hari ini dia terlihat seperti Mela yang kukenal dulu, jadi aku memutuskan untuk tetap mengajaknya, walaupun agak risih sebenarnya di mana dia terlalu lengket denganku.

“Mela, apa kabarmu?”

“Baik-baik saja, darling. Kemaren aku ingin menjengukmu di rumah, namun Risa melarangku, jadi … maaf!” jawab Mela sembari tertunduk penuh dengan penyesalan. “Kata Risa aku ya yang melukaimu? Apa itu benar, darling?” tambahnya yang balik bertanya padaku.

“Eh, nggak kok!” jawabku mengelak, menutupi semua kejadian itu dari Mela. Kata Aris yang mendengar dari Risa sendiri, Mela mempunyai ketidakstabilan mental yang mana membuatnya tidak mengingat akan apa yang telah ia lakukan sebelumnya.

“Oh ya, darling. Kenapa sms dan teleponku kemaren gak kau jawab? Kemaren aku benar-benar khawatir tau!”

“Ah, nggak apa-apa kok. Kemaren aku sudah tidur lebih awal jadi …” jawabku yang tak ingin menjawab pertanyaannya tadi. Tadi pagi kulihat smartphoneku sudah ada lebih dari rua ratus sms dan seratus panggilan masuk dari nomer si Mela ini. Duuh, dasar gadis aneh!

Sesampainya di ponpes Abdurrahman, kami berdua turun dari mobil. Tak lupa juga kami berpamitan dengan Pak Joko dan setelah itu, pak Joko pun berlalu.

Kami berdua berkumpul di halaman ponpes dan melakukan upacara bendera dan upacara adat budaya dari seluruh nusantara. Eits sebelum kalian berpikir aneh-aneh, upacara adat ini bukanlah upacara yang musyrik kok, cuman memamerkan adat-adat yang ada di seluruh penjuru nusantara.

Setelah itu, kami semua dikumpulkan di sebuah aula ponpes di mana kami diberi instruksi mengenai ujian tahun ini. Di sana dari kesekian banyak peserta, ada seorang pemuda yang menatap gairah kepada Mela, namun menatap apatis padaku. Aku sih tak mempedulikan itu, namun lain hanya dengan Mela. Dia sudah terlihat ketakutan dan mengencangkan pegangan tangannya ke lenganku membuatku risih.

Duh! Padahal kamu bisa melukaiku dan juga temanku, lalu kenapa kau bisa takut melihat tatapan gairah pemuda itu? Pikirku.

Setelah pembicaraan yang panjang dan tak ada artinya, akhirnya kini Mbah Jayos, selaku mentor utama segera naik ke panggung untuk memberikan sepatah dua patah kalimat yang akan dia sampaikan pada para peserta.

“Ehm, oke anak-anak. Saya ke sini akan memberikan sepatah dua patah kata bagi peserta yang akan mengikuti ujian Test of Faith ini,” kata Mbah Jayos membuka pidato. “Seperti yang kalian ketahui kalau dalam ujian ini, kalian harus mengerahkan segala kemampuan yang kalian punya untuk kembali menyegel para demit-demit ke dalam Angus Poloso. Oleh karena itu, kalian harus mencurahkan segalanya dalam ujian ini, baik harta, semangat, kemampuan, bahkan nyawa kalian. Dari seratus peserta, saya memastikan hanya tiga puluh orang saja yang akan bisa keluar dengan selamat dari ujian ini dan yang lainnya akan meregang nyawa maupun hilang!”


Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo.

Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo.

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekitar dua abad yang lalu, saat terjadi perebutan kekuasaan antara VOC dan Britania di nusantara, ada sebuah kisah. Kisah seorang Kyai yang mampu menghentikan para demit-demit yang menghantui seluruh Jawa Timur ini. Kuntilanak, Pocong, Genderuwo, demit, jin-jin kafir, dan lain sebagainya. Dia menyegel semua demit itu di sebuah gerbang gaib yang diberi nama Angus Poloso, sebuah gerbang gaib yang memungkinkan para demit kelas atas itu tak bisa keluar dalam waktu lama. Seperti yang kita ketahui, tidak ada yang abadi di dunia ini, ya termasuk gerbang gaib itu. Oleh karena itu, setiap seratus tahun sekali gerbang gaib itu akan terbuka dan menimbulkan teror di Jawa maupun di seluruh negeri ini.Pria yang menyegel para demit-demit itu adalah Kyai Marwan, atau lebih dikenal sebagai Ki Ageng Selo. Gelar Ki Ageng Selo itu di dapatnya setelah berhasil mengalahkan Nyi Imas, seorang yang sakti mandraguna dan pengguna Santet Lemah Ireng, sebuah santet yang menargetkan setiap jiwa di sebuah wilayah tertentu. Beda dengan santet-santet pada umumnya yang hanya menargetkan targetnya dan juga keluarganya serta anak-cucunya, santet ini menyerang siapapun yang berada dalam satu kota/desa dengan si target. Sebelum lanjut, mari kita bahas dulu mengenai Santet Lemah Ireng.Santet Lemah Ireng adalah sebuah santet yang tidak memerlukan bantuan para jin, setan, dan makhluk2 halus pada umumnya, tapi santet ini hanya mengandalkan lemah ireng dan target yang berjalan di atas tanah dalam suatu wilayah, tempat di mana lemah ireng itu diambil, tempat orang yang ditargetkan itu berada. Selama orang-orang masih menginjak tanah, mereka pasti mati. Santet ini seperti gabungan dari Santet Malam Satu Suro, Santet Pring Sedapur, Santet Sewu Dino, dan Santet Janur Ireng. Selain itu, para pemuka agama (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Konghucu) tidak ada yang sanggup ataupun berani mengatasi santet ini.Santet ini tidak bisa diajarkan kepada siapapun, karena yang menguasai ilmu santet ini dia harus menjadi satu dengan Raja Iblis Nusantara. Raja Iblis itu akan masuk ke dalam raganya, dan apabila raganya kuat, maka dia akan memperoleh kekuatan besar, sedangkan jikalau tidak, maka mereka hanya akan mati konyol.Seratus Sebelas tahun setelah penyegelan itu, Angus Poloso yang waktu itu diletakkan (ditanam) di tanah keramat yang berlokasi di Blitar, tanpa sepengetahuan mereka, berdirilah sebuah sekolah SMA. Sebenarnya pihak pengembang sudah berkali-kali diingatkan kalau tanah tempat didirikannya sekolah itu adalah tanah berkah, yang orang2 kita sebut sebagai tanah keramat. Mendengar ucapan dari para warga setempat, pihak pengembangpun menganggap kalau ini semua hanyalah tahayul, dan terus memaksakan pembangunan itu.Dan selama beberapa tahun pembangunan, akhirnya sekolah itu berdiri juga. Berserta SMP dan Universitasnya (1976). Sebenarnya sebelah yayasan pendidikan itu sudah berdiri pondok pesantren yang didirikan oleh Kyai Marwan seratus sepuluh puluh tahun lalu sebagai antisipasi jikalau Angus Poloso itu terbuka.Sekolah megah dan luar biasa, menindih Angus Poloso yang ada di bawahnya. Karena tak bisa terelakkan, waktu itu keturunan Kyai Marwan, yaitu Mbah Wo, Mbah Carik, Cokropati, Mbah Jayos, dan Mbah Ibu, yang usianya sudah mencapai seratus tahunan, memberikan sebuah pager gaib di sekitar sekolah itu untuk mencegah terjadi apa-apa dan mencegah hancurnya segel Angus Poloso di sana. Dan tiga tahun setelahnya, Mbah Cokropati pun meninggal.Cokropati adalah anak Sulung dari Kyai Marwan dan merupakan anak yang paling cerdas dan berpengalaman dari kesemua keturunannya. Sehingga kematiannya menimbulkan lara dan kecemasan, karena sekte Immas takkan pernah berhenti mencoba mengeluarkan Nyi Imas dari segel Angus Poloso.Setelah kematian Kyai Marwan dan Cokropati, perjuangannya diteruskan oleh anak-cucunya. By the way, Kyai Marwan mempunyai tujuh orang anak dan dua belas cucu, sekaligus dua puluh empat cicit. Mereka semua adalah orang-orang hebat, dan kesemua anaknya adalah orang yang berpengaruh di daerahnya.Perjuangan mereka menggantikan Kyai Marwan bisa dirasa mudah dan sulit. Mudahnya karena demit-demit kelas atas yang paling ganas telah disegel oleh Kyai Marwan di dalam Angus Poloso, dan sulitnya adalah demit-demit kelas kecil ini terlalu banyak dan selalu bergerak di bayang2 dan selalu menggunakan cara yang licik, menyerang di balik layar daripada berhadapan langsung dengan keturunan Kyai Marwan.Puluhan tahun kemudian, ketika segel Angus Poloso sudah melemah, ada sebuah petaka yang membuat segel Angus Poloso terbuka. Yaitu Vita, cicit dari Kyai Marwan yang saat itu tanpa ia sadari telah membuka segel itu, sehingga demit-demit yang disegel di dalam Angus Poloso pun keluar dan meneror seluruh penjuru sekolah. Untunglah saat itu, Nyi Imas masih belum bisa keluar. Sementara untuk para demit2 itu, banyak di antara mereka yang tidak bisa keluar dari lingkungan sekolah akibat pagar gaib yang dipasang oleh Kyai Marwan. Meskipun begitu, teror dan kengerian selalu mengancam siapapun yang ada di sekolah itu.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset