Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo. episode 23

(Test I) Kisah Kyai Ghofar yang Melegenda.

Tanpa berkata apapun lagi, Lusman segera pergi dari tempat itu. Seperginya Lusman, kak Wisnu segera masuk ke kediaman si kades itu, berniat untuk mencari Ratih dan menyelamatkan kedua sahabatnya.

Sesampainya di sana, kak Wisnu hanya melihatku dan juga Ratih yang terkapar tak sadarkan diri. Dia pun segera menolong kami berdua, menyadarkan kami berdua dari pingsan kami. Setelah mencobanya, dia pun berhasil.

“Syukurlah kau baik-baik saja, wahai temanku,” kata kak Wisnu yang benar-benar lega melihat diriku tersadar. “Aku takut dengan ilmu kanuraganku yang masih sedikit takkan mampu untuk menyelamatkanmu.”

“Kak Wisnu, di mana Mela?” tanyaku yang menoleh ke kanan dan ke kiri mencari gadis itu.

Kak Wisnu heran. “Tidak ada siapapun di sini selain kau dan Ratih, dek Umam! Apakah kau bersamanya tadi?”

Aku mengangguk. Kak Wisnu pun kembali berdiri dan berpindah ke tempat Ratih yang masih terkapar. Dengan membaca basmallah dan sedikit doa-doa, dia bergegas mencoba menyadarkan Ratih dengan ilmu kanuragannya.

Tak lama setelahnya, Ratih pun tersadar.

“Wisnu?” itulah kata yang pertama terucap oleh Ratih. “Mengapa kau ada di sini? Bukankah kau dilarang untuk menemuiku oleh ayah?”

Dengan berlinang air mata keharuan, kak Wisnu pun segera memeluk Ratih dan kisah cinta romantis mereka dimulai. “Ratih, aku sangat bersyukur bisa melihatmu lagi. Aku tak percaya akan datang sebuah hari di mana kita bisa saling ngobrol seperti ini. Oh, syukurlah ya Allah!”

“Ehm, kak Wisnu, masih ada aku di sini. Kalau mau bersikap romantis, setidaknya saat aku tak ada.” Sahutku ketus. Dasar pasangan baru. “Aku harus segera mencari Mela dan yang lainnya nih!”

Kak Wisnu langsung melepas pelukannya ke Ratih. Dengan tanpa mengindahkan masalah sebelumnya, dia dengan mudah meminta maaf. “Maafkan aku, dek Umam! Tadi kakak cuman kelepasan saja. Maklum saja, kakak tidak pernah ketemu lagi dengan kak Ratih selama setahun. Jadi …”

Tiba-tiba Ratih langsung nyosor. “Lho, ada dek Umam di sini? Sejak kapan?”

Aku merasa tersakiti mendapati kehadiranku selama ini tak pernah diketahui oleh Ratih. Padahal aku sudah berada di sampingnya selama ini, namun dia tetap tidak merasakan kehadiranku.

Apa aku ini hantu??

Tak berselang lama kemudian, kedua santri yang disuruh untuk menyelamatkan Ratna di gudang bawah tanah pun datang. Mereka berdua terkejut melihat kami yang sedang santai-santainya duduk di ruang tamu.

“Lho, Wisnu? Kamu ada di sini?” tanya salah satu santri itu terkejut. Dia adalah kak Udin, teman sebaya kak Wisnu.

“Lo, Udin, toh? Tak kusangka kau akan datang ke mari juga,” jawabnya seraya merangkul satu sama lain layaknya sahabat yang tidak bertemu lama. “Kalau kau ada di sini, itu berarti kyai Ghofar ada di sini juga dong?”

“Iya, kami datang bertujuh, termasuk kyai Ghofar juga.” Kata Udin menjelaskan. “Setelah dek Cici memberitahukan ke kami kalau kau bertarung melawan anak dari dukun santet itu, dan ditambah ada pemuda-pemudi lain yang terlibat, kami segera menyusul ke mari. Syukurlah kami semua tepat waktu,”

Dengan segera, kak Udin segera menoleh ke arahku. “Oh, dia adalah anak keturunan dari kyai Marwan bin Muhammad, namanya Umam. Katanya dia datang dari masa depan,”

“Masa depan? Benarkah itu, dek?” Udin benar-benar langsung antusias mengetahui kalau diriku datang dari masa depan. Ya walaupun ada sedikit raut ketidakpercayaan padaku awalnya. “Kalau begitu, siapakah gadis yang akan kunikahi di masa depan?”

“Hmm … aku tak tahu. Namamu dan eksistensimu tidak ada di masa depan, jadi mungkin kau sudah mati saat itu. Aku datang dari masa tiga puluh tahun ke depan, jadi pastinya kakak berdua ini sudah tua saat itu.” Jawabku sedikit meledek kak Udin.

Mereka berdua tertawa.

“Ano, apakah tidak apa-apa kau membocorkan rahasia masa depan, dek Umam?” tanya Ratih. Duh dia benar-benar cantik deh. Beruntung banget kak Wisnu bisa memilikinya. “Karena dalam ajaran Islam, kita tidak boleh melakukan sesuatu yang bisa merubah masa depan. Karena takdir masa depan nantinya akan berubah,” lanjutnya.

“Tidak apa-apa, kak Ratih! Tidak akan ada yang berubah di masa depan, percayalah! Karena takdir waktu takkan pernah bisa dirubah oleh apapun. Itulah ketentuan dari Sang Khaliq, Allah SWT,” jawabku menjelaskan. Kak Ratih langsung tenang kala itu.

“Ayo semua ikut aku! Kita sudah ditunggu oleh kyai Ghofar,” ujar kak Ismael tiba-tiba, padahal sedari tadi dia cuman diam melulu.

Setelah puas, aku, kak Udin, kak Ismael, dan kak Wisnu berangkat mencari teman-temanku yang lain, sementara Ratih tetap berada di ruang tamu menanti ayahnya sekaligus menjaga kak Ratna yang tengah meronta-ronta tak karuan.

Balik lagi di mana kyai Ghofar, kelima santrinya, dan juga Feby berada. Mereka saat ini sedang menyusuri hutan dedemit Alas Ireng. Kyai Ghofar itu mewanti-wanti ke Feby untuk menghilangkan perasaan was-wasnya dan terus berdoa meminta perlindungan kepada Allah SWT.

Ya, namanya juga manusia. Begitu diperlihatkan sesosok demit yang berubah wujud menyerupai ayahnya yang sudah meninggal, Feby pun tergoda.

“Anakku Feby, kemarilah, nak! Ayo ikut ayah. Di sini ayah kesepian loh!” rayu sosok demit yang menyerupai alm. Ayah Feby kala itu. “Ayo nak, di sini kita bisa hidup enak, tak perlu memikirkan hal-hal dunia yang penuh dera derita. Ayolah, nak! Ayah kangen banget sama kamu.”

Kyai Ghofar langsung memegangi pundak Feby, mencegah Feby untuk menemui sosok demit itu.

“Jangan Feby! Ingatlah, setiap makhluk yang sudah mati dipisahkan oleh dinding pemisah yang tidak ada siapapun yang mampu menjangkaunya,” cegah kyai Ghofar dengan sedikit paksaan. “Dia bukanlah ayahmu, nak Feby! Dia cuman jin yang menyamar menjadi ayahmu. Dalam islam, jin yang menyamar menjadi sosok seorang manusia di sebut sebagai hantu. Kau jangan sampai tertipu dengan fisiknya!”

“Tapi, kyai. Dia adalah ayahku. Aku kangen sama dia!” jawab Feby tak mengindahkan peringatan kyai Ghofar.

Dengan terpaksa, kyai berusia 60 tahun itu langsung menotok inti sendi dari Feby sehingga dia tak bisa bergerak sedikitpun.

Tak berhenti sampai di situ, kyai tua itu langsung melingkari tubuh Feby dengan janur kuning, sementara janur kuning yang lainnya dia rubah jadi sebilah pedang. Sekali pedang itu terarah ke sosok demit itu, langsung mampu menebas demit kelas teri itu sampai tak bersisa.

Setelah mengetahui kalau sosok yang dianggap ayahnya hanyalah ilusi belaka dari dedemit, membuat Feby berlinang dengan air mata. Dia tak percaya bisa tertipu dengan tipuan rendahan itu. Kyai Ghofar menyuruh Feby untuk tidak terlalu memikirkannya, karena Feby sempat terbawa suasana dan kerinduan kepada ayahnya yang begitu besar dan meluap-luap sehingga mampu diketahui oleh dedemit.

Dalam keadaan demikian, dari segala penjuru muncul berbagai jenis dedemit, pocong, kuntilanak, genderuwo, buto ijo, kemamang, dll. Mereka semua langsung datang bergerombol terfokus ke satu arah. Yaitu kyai Ghofar.

Feby panik, sementara tidak untuk kyai tua itu.

Dengan cepat, dia langsung membaca basmallah dan melemparkan tasbih yang ia bawa (tasbih walisongo), sehingga tasbih itu langsung menghisap separoh lebih jumlah mereka. Tak berhenti sampai di situ, kyai itu langsung membelah dirinya menjadi tiga dan ketiga bagian dari kyai itu langsung menghabisi sisa dedemit itu dengan mudah.

Namun ada sesuatu yang menjanggal di hati kyai tua itu. Apakah cuman segini kekuatan dari demit-demit alas Ireng itu? Pikirnya. Dia pun langsung keinget sesuatu mengenai santri-santrinya yang pergi duluan. Dengan segera, dia pun menotok kembali sendi-sendi inti Feby sehingga ia bisa bergerak dan bersamanya segera menyusul santri-santrinya yang saat ini sudah berada di jantung hutan Alas Ireng.

Sesampainya di sana, kyai Ghofar dan Feby melihat sesuatu yang tidak senonoh. Kelima santri sedang dirayu oleh demit-demit sejenis kuntilanak yang menyamar menjadi gadis cantik, telanjang pula. Feby langsung membungkam mulutnya karena tak kuasa melihatnya, syukurlah kelima santri itu sama sekali tak bergeming dengan godaan dan masih tetap terduduk sembari berzikir.

“Astagfirullahaladzim,” ucap kyai Ghofar segera. “Hai jin-jin laknat, kalian tak perlu merayu kelima santriku dengan menyerupai sesosok wanita yang teramat cantik, karena iman mereka jauh lebih besar ketimbang rayuan busukmu!”

Kyai Ghofar segera membaca doa-doa pengusiran. Setiap kali doa itu terucap, tempat itu terasa ada getaran yang kuat seraya gempa bumi. Kyai itu menyuruh Feby untuk membaca ayat Kursi dan doa-doa lain yang ia tahu. Feby mengangguk dan dia pun langsung membaca doa-doa yang disuruh.

Tanpa terasa, ketika ia selesai membaca doa-doa yang diperintahkan, demit-demit itupun sudah lenyap, membuat kondisi semakin lega. Kyai Ghofar langsung menyuruh Feby untuk duduk di belakang kelima santri yang sedang membentuk posisi segi lima lagi di mana kyai Ghofar ada di tengah-tengahnya.

“Bismillahirrahmanirrahim,” ucap kyai tua itu tenang. “Keluar kau, Demit Moto Sewu!” teriak kyai tua itu yang tiba-tiba garang.

Tiba-tiba terdengar suara tertawa dari tempat yang tidak kita tahu. Suara itu langsung membuat gema ke seluruh alas, dan Feby langsung ketakutan mendengarnya.

Sampai tiba-tiba dari kabut yang menyelimuti alas, keluar sesosok demit yang besar dan bentuknya bagaikan slime dan dia mempunyai mata yang teramat banyak, dialah wujud dari mata sewu yang sebenarnya.

“Keluar juga kau, moto sewu!” kata kyai Ghofar dengan nada geram, seolah menahan deru amarahnya.

“Ada apa, manusia? Kenapa kau ganggu tidur panjangku?” tanyanya dengan suara yang terdengar serak dan Cumiik. “Setahuku aku tidak ikut campur masalah duniawi setelah kyai Marwan mengalahkanku dulu. Tenagaku masih belum pulih benar setelahnya,”

“Jangan berdusta, kau Moto Sewu! Kau mengirimkan para bawahanmu untuk menyesatkan umat manusia, terlebih lagi warga Lenggor Jati itu!” jawab kyai Ghofar dengan lantang. “Kau mengutus anak dukun santet yang bernama Lusman untuk mengacau desa sekaligus membalas dendam karena guru kami, yaitu kyai Marwan berhasil mengalahkan dan mengurungmu di sini, ‘kan?”

“Kau cerdik, manusia. Tapi kau salah sangka terhadapku. Di Alas Ireng ini ada tiga penguasa lain selain diriku. Mungkin yang menebar teror di desamu itu adalah Balasadewa,” jawab Moto Sewu itu datar. Dia pun segera pergi mengetahui ilmunya takkan mampu melawan kyai Ghofar, apalagi dia sudah terbakar api amarah. “Sedangkan si Lusman itu, dia ada perlu dengan Nyi Ratu. Aku yakin dia takkan selamat begitu menemuinya. Hahaha …”

“Nyi Ratu? Siapa itu!?”

Setelah si Moto Sewu menghilang, muncul suara Moto Sewu dari tempat ia menghilang. “Keturunan Iblis, yang bahkan kedua belas raja iblis kelas atas nusantara takkan sanggup mengalahkannya. Dia adalah istri keempat dari gurumu itu!”

“Nimas Ayu,”

Tak mau berlama-lama di sana, dia menyuruh kelima santri membuka tabir yang masih tertutup di alas Ireng itu. Dalam sekejap, hutan berkabut yang pohon-pohonnya berwarna hitam itu langsung berubah menjadi sebuah istana mewah, yang temboknya penuh dengan emas dan berlian. Inilah istana demit Ronggor Jati, istana tempat Balasadewa berada.

Sesampainya di sana, mereka disambut oleh ribuan pasukan berkepala kuda. Mereka langsung menodongkan tombak ke arah mereka berenam, dan mereka menyuruh keenam manusia itu untuk mengikutinya menemui Balasadewa. Kyai Ghofar tak punya pilihan selain menurutinya.

Di istana, mereka di sambut dengan baik oleh pelayan-pelayan Balasadewa, namun keberadaan Balasadewa masih belum muncul dan istana terasa sepi dan sunyi, hanya pelayan-pelayan yang berupa jin yang meramaikan suasana itu.

“Mana raja kalian, Balasadewa?”

“Maaf kami tidak bisa memberitahumu. Itu adalah perintah langsung dari tuan Balasadewa,” jawab si pelayan jin itu ramah. “Tuan hanya memberitahu kami untuk menyambut kalian di istana ini, tidak lebih. Tuan juga berpesan jikalau kalian membuat ulah di istananya, kami diperbolehkan untuk menghancurkan kalian.”

Pelayan-pelayan itu kemudian meninggalkan mereka semua di ruang istana. “Kyai, Balasadewa itu apa dan siapa?” tanya Feby yang sedikit penasaran dengan siapa dan rupanya demit Balasadewa.

“Naga emas berkepala tujuh dan bersayap tujuh puluh dua. Dia sangatlah berbahaya,” jawab kyai Ghofar itu gusar. “Sejauh ini hanya wali songo, Nyi Imas, dan juga kyai Marwan yang sanggup mengalahkannya. Itupun kyai Marwan harus dibantu oleh tujuh puluh dua pemuka agama, dukun, dan jawara.”

Dalam keadaan demikian, dari penjuru istana muncul suara tertawa lantang sesosok makhluk. Makhluk itu langsung menghempas di hadapan mereka berenam. Ternyata sosok itu adalah si Balasadewa.

Namun Balasadewa tak muncul dengan mewujudkan wujudnya yang sebenarnya. Dia menggunakan jiwa dan raga Siti sebagai mediumnya.

“Ada apa kalian menemuiku?”

“Siti? Kau kenapa, Sit?” jawab Feby yang langsung menggoleng-golengkan pundak Siti.

Dengan sekali hempasan kaki Siti ke tanah, Feby langsung terpental jauh. Untung saja kelima santri dari kyai Ghofar segera menariknya sehingga Feby tak sampai membentur tembok istana.

“Lancang sekali kau menyentuhku! Aku adalah raja dan kau hanyalah manusia rendahan. Kau tidak pantas menyentuh ragaku yang baru,” ujar Siti dengan suara yang lantang dan penuh kemurkaan. Kemudian, Siti pun duduk di singgahsananya.

“Kutanya sekali lagi. Ada urusan apa sehingga kalian berani menginjakkan kaki kotor kalian di istana megahku!?” tanya Siti dengan nada geram dan mengancam.

“Kami di sini tidak ingin memicu perang dengan bangsamu, Balasadewa. Kami di sini hanya untuk dua alasan penting. Pertama, apakah kau yang memerintahkan anak buahmu untuk mengacau di desa Lenggor Jati? Kedua, kami di sini ingin menyelamatkan gadis yang raganya sedang kau manfaatin itu,” jawab kyai Ghofar dengan tatapan yang kurang mengenakkan buat Balasadewa. Namun karenanya, dia pun tertarik.

Siti pun tersenyum, “Iya, memang aku yang menyuruh anak buahku untuk mengacau di desamu. Namun itu semata-mata hanya karena ingin mencari si Lusman yang telah mencuri mustika di istanaku. Dan alasan yang lain, gadis ini dan aku adalah satu kesatuan. Kami takkan pernah bisa dipisahkan,”

“Keparat! Akan kupaksa kau untuk meninggalkan raga gadis tak berdosa itu!” umpat kyai Ghofar yang sepertinya sudah tak bisa mengontrol emosinya lagi.

Balasadewa yang ada di tubuh Siti sempat lengah, sehingga dengan mudah dia terkena tendangan mendadak dari kyai Ghofar.

Dan saat inilah pertarungan melegenda mereka dimulai.

“Tak kusangka kau mampu melancarkan seranganmu, kyai tua. Aku benar-benar terkecoh tadi,” jawab Siti sembari mengusap mulutnya yang barusaja mengeluarkan darah segar. “Tidak buruk juga untuk seorang manusia yang belajar selama empat tahun dari kyai Marwan.”

Dalam sekejap mata, Siti sudah berada di belakang kyai Ghofar dan dengan cepat kuku-kuku tangan Siti pun memanjang layaknya sebuah pisau. Dengan itulah, dia langsung menusuk punggung kyai Ghofar sampai ia bersimbah penuh darah.

Tak mau terdesak hanya karena satu serangan, kyai Ghofar segera menyikut muka Siti yang ada di belakangnya. Setelah itu, dia langsung melempar tiga puluh tiga butir tasbih walisongonya ke arah Siti.

Tasbih-tasbih itu langsung menjerat tubuh Siti dan membuatnya tak bisa bergerak. Buru-buru kelima santri kyai Ghofar langsung membentuk posisi segi lima mengelilingi Siti. Kyai Ghofar bergegas mendekat dan membacakan doa-doa pengusir jin.

“Kau tak bisa mengusirku dari tubuh ini,” bisik Siti ke telinga kyai Ghofar. Dia pun sedikit tersenyum licik. “Jiwanya dan jiwaku sudah bersatu. Jika kau mengeluarkanku dari tubuhnya, maka gadis ini akan mati.”

Ketika kyai Ghofar goyah, dengan mudah Siti berhasil melepaskan diri dari kekangan kyai Ghofar berserta kelima santrinya.

Dengan sumringah, Siti tertawa puas karena berhasil terlepas dari kekangan kyai Ghofar yang begitu menyulitkan itu. Setelah itu, Siti mengalihkan targetnya menuju Feby yang saat itu tak memiliki perlindungan.

Namun, sebelum sampai di tempat Feby berada, melesatlah sebuah kerikil yang langsung menghantam tubuh Siti. Siti pun terlempar jauh sampai keluar istananya.

Tak terima dengan perbuatan si pelaku misterius yang keberadaannya tak diketahui, Siti pun mengerang-ngerang, menantang si penyerangnya tadi. Kyai Ghofar, lima santrinya, dan juga Feby keluar untuk menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi.

Sesampainya di sana, yang mereka temui hanyalah Siti yang masih mengerang-ngerang. Tak beberapa lama, muncul suara tawa dari segala penjuru dan mata besar tepat di langit. Ya, ini seperti yang Mbah Jayos temui saat dia bertarung melawan Banaspati.

“Siapa kau!?” tanya Siti.

“Balasadewa, Balasadewa. Dasar kau memang demit rendahan. Bahkan kau sudah melupakan siapa ratumu,” jawab suara itu. Setelah diselidik suara itu berasal dari mata besar itu. “Aku ada perlu denganmu. Cepat temui aku di Alas Ireng wilayah selatan. Moto Sewu dan yang lainnya sudah berkumpul di sana,”

Siti pun langsung bersimpuh mendengarnya, “Nggeh, Nyi Ratu. Maafkan kesalahan hamba, karena sudah seratus tahun berlalu semenjak pertemuan terakhir kita,”

Setelah itu, mata raksasa itupun menghilang. Setelah itu pula, Siti mengarahkan senyum manisnya ke arah Feby dan juga kyai Ghofar, dan langsung pingsan seketika. Kyai Ghofar berpendapat kalau Balasadewa telah meninggalkan tubuh Siti.

“Suara itu … aku kenal suara itu,” gumam Feby lirih. Mencoba menyembunyikan hal itu dari kyai Ghofar.

Dia berpikir kalau kyai Ghofar tak tahu siapa pemilik suara itu, padahal sebenarnya kyai tua itu tahu siapa pemilik suara mengerikan itu.

Nimas Ayu.


Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo.

Angus Poloso. Legenda Ki Ageng Selo.

Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Sekitar dua abad yang lalu, saat terjadi perebutan kekuasaan antara VOC dan Britania di nusantara, ada sebuah kisah. Kisah seorang Kyai yang mampu menghentikan para demit-demit yang menghantui seluruh Jawa Timur ini. Kuntilanak, Pocong, Genderuwo, demit, jin-jin kafir, dan lain sebagainya. Dia menyegel semua demit itu di sebuah gerbang gaib yang diberi nama Angus Poloso, sebuah gerbang gaib yang memungkinkan para demit kelas atas itu tak bisa keluar dalam waktu lama. Seperti yang kita ketahui, tidak ada yang abadi di dunia ini, ya termasuk gerbang gaib itu. Oleh karena itu, setiap seratus tahun sekali gerbang gaib itu akan terbuka dan menimbulkan teror di Jawa maupun di seluruh negeri ini.Pria yang menyegel para demit-demit itu adalah Kyai Marwan, atau lebih dikenal sebagai Ki Ageng Selo. Gelar Ki Ageng Selo itu di dapatnya setelah berhasil mengalahkan Nyi Imas, seorang yang sakti mandraguna dan pengguna Santet Lemah Ireng, sebuah santet yang menargetkan setiap jiwa di sebuah wilayah tertentu. Beda dengan santet-santet pada umumnya yang hanya menargetkan targetnya dan juga keluarganya serta anak-cucunya, santet ini menyerang siapapun yang berada dalam satu kota/desa dengan si target. Sebelum lanjut, mari kita bahas dulu mengenai Santet Lemah Ireng.Santet Lemah Ireng adalah sebuah santet yang tidak memerlukan bantuan para jin, setan, dan makhluk2 halus pada umumnya, tapi santet ini hanya mengandalkan lemah ireng dan target yang berjalan di atas tanah dalam suatu wilayah, tempat di mana lemah ireng itu diambil, tempat orang yang ditargetkan itu berada. Selama orang-orang masih menginjak tanah, mereka pasti mati. Santet ini seperti gabungan dari Santet Malam Satu Suro, Santet Pring Sedapur, Santet Sewu Dino, dan Santet Janur Ireng. Selain itu, para pemuka agama (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, Konghucu) tidak ada yang sanggup ataupun berani mengatasi santet ini.Santet ini tidak bisa diajarkan kepada siapapun, karena yang menguasai ilmu santet ini dia harus menjadi satu dengan Raja Iblis Nusantara. Raja Iblis itu akan masuk ke dalam raganya, dan apabila raganya kuat, maka dia akan memperoleh kekuatan besar, sedangkan jikalau tidak, maka mereka hanya akan mati konyol.Seratus Sebelas tahun setelah penyegelan itu, Angus Poloso yang waktu itu diletakkan (ditanam) di tanah keramat yang berlokasi di Blitar, tanpa sepengetahuan mereka, berdirilah sebuah sekolah SMA. Sebenarnya pihak pengembang sudah berkali-kali diingatkan kalau tanah tempat didirikannya sekolah itu adalah tanah berkah, yang orang2 kita sebut sebagai tanah keramat. Mendengar ucapan dari para warga setempat, pihak pengembangpun menganggap kalau ini semua hanyalah tahayul, dan terus memaksakan pembangunan itu.Dan selama beberapa tahun pembangunan, akhirnya sekolah itu berdiri juga. Berserta SMP dan Universitasnya (1976). Sebenarnya sebelah yayasan pendidikan itu sudah berdiri pondok pesantren yang didirikan oleh Kyai Marwan seratus sepuluh puluh tahun lalu sebagai antisipasi jikalau Angus Poloso itu terbuka.Sekolah megah dan luar biasa, menindih Angus Poloso yang ada di bawahnya. Karena tak bisa terelakkan, waktu itu keturunan Kyai Marwan, yaitu Mbah Wo, Mbah Carik, Cokropati, Mbah Jayos, dan Mbah Ibu, yang usianya sudah mencapai seratus tahunan, memberikan sebuah pager gaib di sekitar sekolah itu untuk mencegah terjadi apa-apa dan mencegah hancurnya segel Angus Poloso di sana. Dan tiga tahun setelahnya, Mbah Cokropati pun meninggal.Cokropati adalah anak Sulung dari Kyai Marwan dan merupakan anak yang paling cerdas dan berpengalaman dari kesemua keturunannya. Sehingga kematiannya menimbulkan lara dan kecemasan, karena sekte Immas takkan pernah berhenti mencoba mengeluarkan Nyi Imas dari segel Angus Poloso.Setelah kematian Kyai Marwan dan Cokropati, perjuangannya diteruskan oleh anak-cucunya. By the way, Kyai Marwan mempunyai tujuh orang anak dan dua belas cucu, sekaligus dua puluh empat cicit. Mereka semua adalah orang-orang hebat, dan kesemua anaknya adalah orang yang berpengaruh di daerahnya.Perjuangan mereka menggantikan Kyai Marwan bisa dirasa mudah dan sulit. Mudahnya karena demit-demit kelas atas yang paling ganas telah disegel oleh Kyai Marwan di dalam Angus Poloso, dan sulitnya adalah demit-demit kelas kecil ini terlalu banyak dan selalu bergerak di bayang2 dan selalu menggunakan cara yang licik, menyerang di balik layar daripada berhadapan langsung dengan keturunan Kyai Marwan.Puluhan tahun kemudian, ketika segel Angus Poloso sudah melemah, ada sebuah petaka yang membuat segel Angus Poloso terbuka. Yaitu Vita, cicit dari Kyai Marwan yang saat itu tanpa ia sadari telah membuka segel itu, sehingga demit-demit yang disegel di dalam Angus Poloso pun keluar dan meneror seluruh penjuru sekolah. Untunglah saat itu, Nyi Imas masih belum bisa keluar. Sementara untuk para demit2 itu, banyak di antara mereka yang tidak bisa keluar dari lingkungan sekolah akibat pagar gaib yang dipasang oleh Kyai Marwan. Meskipun begitu, teror dan kengerian selalu mengancam siapapun yang ada di sekolah itu.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset