Sebelum kulanjutkan cerita ini, mimin mau kasih tahu kalau cerita ini punya sudut pandang orang lain, yang berkaitan dengan cerita ini.
So stay tune, guys.
Kenyataan memang terasa pahit. Pahit untuk semua orang. Kehilangan sosok orang tua yang selalu menyayangimu, tempat kau mencurahkan segala suka dukamu.
Aku, yang seorang putri sulung harus merelakan kepergian adik laki-lakiku, karena dijadikan tumbal oleh orang tuaku. Katanya hal ini penting, penting untuk keberlangsungan perusahaan ayah, dan adikku tak mati secara sia-sia. Namun, aku tahu itu cuma bualan mereka semata. Seberapa teganya mereka menumbalkan adik laki-lakiku yang sangat kusayangi kepada penghuni Tanah Perjanjian itu.
Dulunya, kehidupan kami terlihat sederhana dan berkecukupan, walaupun begitu, kebahagiaan masih menyelimuti suasana rumah kami. Bahkan ayah kami mampu mendirikan salah satu Villa yang rencananya akan ia sewakan.
Rencananya pun berhasil. Doa kami pun dikabulkan Tuhan, dan dua tahun kemudian ayah kami mampu mendirikan sebuah Villa tepat di wilayah Singosari, Malang. Dan sesuai rencana, Villa itu benar-benar ia sewakan, karena waktu itu banyak mahasiswa-mahasiswi yang mencari kontrakan murah untuk disewa.
Semua berjalan lancar, banyak mahasiswa-mahasiswi yang mengontrak di villa kami, sampai kedatangan orang itu dua tahun kemudian.
Entah apa yang gadis yang bernama Cynthia itu lakukan, namun setelah kedatangannya, suasana di villa kami terasa begitu mencekam. Setiap malam tercium bau kemenyan keluar dari kamarnya, dan suara-suara yang benar-benar membuat bulu kuduk berdiri. Tapi, setiap kali di cek di sana, kami sama sekali tidak menemukan barang-barang yang mencurigakan.
Kejadian ini terus berlangsung setiap malam, semakin membuat mahasiswa-mahasiswi lain merasa takut dan tak betah tinggal di villaku itu. Bahkan, ada sebuah kejadian aneh, yaitu setiap awal bulan purnama, setiap mahasiswa-mahasiswi dikabarkan hilang, bahkan tak meninggalkan jejak sedikitpun. Hal itu semakin membuat para mahasiswa-mahasiswi parno dan memutuskan untuk keluar dari villa ini.
Orang-Orang menyebutnya Sebagai Villa Terkutuk.
“Ayah, tidakkah sebaiknya kita usir saja Chynthia itu? Eren merasakan ada sebuah keganjilan padanya,” kataku menyarankan. “Begitu ia menginjakkan kaki di villa kita, banyak sekali kejadian-kejadian yang tak masuk dinalar. Terlebih lagi menghilangnya beberapa mahasiswa-mahasiswi yang kos di sini,”
“Aku sudah menanyakan perihal ini ke Chynthia, sayang. Dia memang mengakui kalau garis keluarganya masih mempercayai kejawen. Namun, saat ayah tanyakan apakah dia sering melakukan hal-hal supranatural, dia hanya menggeleng.” jawab ayahku yang terdengar membela Chynthia. “Sudah ah, jangan berprasangka buruk, jadi suudzon nantinya. Selama belum ada bukti yang menguatkan, maka ayah tidak punya hak untuk mengusirnya dari villa. Paham??”
Aku hanya terdiam mendapati jawaban ayah yang terdengar malah membela gadis belia itu. Tanpa meneruskan makan lagi, aku bergegas untuk pergi melanjutkan studiku di salah satu Universitas di Malang.
Di Universitas Negeri MU (Singkatan yah) aku bertemu dengan seorang mahasiswi aneh, yang sama anehnya dengan Chynthia, dia adalah Rully Novita Sari, atau enaknya di panggil Vita. Vita adalah salah satu temanku saat pertama masuk ke universitas ini. Kami bertemu saat dia menyelamatkan beberapa maba yang kesurupan saat OSPEK. Rumor mengatakan kalau Vita ini adalah anak indigo, meskipun itu benar, Vita masih sesosok teman yang berarti buatku.
“Hi, Eren,” sapanya dari kejauhan.
“Hi Vita. Maaf aku telat,” jawabku meminta maaf.
“Nggak apa-apa. Lagian gue juga baru sampai. Kau sudah bawa tugasnya?”
“Udah nih, Vit. Kemaren aku begadang buat nyelesaiin skripsi ini, dan sekarang beres deh pokoknya!”
Kami pun melangkah mendekati ruang dosen, bermaksud untuk menyerahkan tugas skripsi kemaren lusa. Namun dengan tiba-tiba, Vita menghentikanku.
“Tunggu dulu, Ren! Aku mencium bau yang menyengat keluar dari tubuhmu. Aku tahu bau ini… bau tanah perjanjian.” kata Vita tiba-tiba, sambil mengendus-endus aroma tubuhku.
“Tanah Perjanjian? Apa itu, Vit?” tanyaku yang mulai parno akan apa yang dikatakan Vita padaku. “Aku bahkan tak tahu apa maksudmu, Vit!”
Vita pun langsung menghela napas panjang-panjang, “Itu artinya ada seorang di antara keluargamu yang membuat perjanjian dengan demit. Dan jikalau hal ini tercium dari tubuhmu, maka kau akan dijadikan tumbal selanjutnya,”
Aku langsung lemas mendengar kata-kata yang diucapkan Vita padaku. Aku serasa sudah ingin pingsan kala itu, namun Vita bergegas merangkulku dan membawaku ke UKS. Di sana ia menceritakan semuanya mengenai takdir mengerikan yang bakal menimpaku.
“Gini loh, Ren, Aku mau jelasin kamu sedikit mengenai Tanah Perjanjian itu, apa kau tak merasa ada yang aneh terjadi pada dirimu belakangan ini?” tanya Vita pelan, sepertinya ia masih ingin menjaga perasaanku yang sedang kalut.
“Ada, dan ini semua pasti ulah seorang mahasiswi yang kos di Villaku beberapa bulan lalu. Semenjak kehadiran gadis itu, suasana di sana menjadi lebih mengerikan.” jawabku yang langsung kepikiran mengenai Cynthia.
Vita pun menggeleng.
“Bukan dia, Vit! Bukan Cynthia penyebabnya. Ada seseorang yang bergerak di balik layar yang membuat Cynthia dijadikan sebagai kambing hitam dalam hal ini. Tapi aku yakin kalau dalangnya masih bergerak dan terus mengawasi villa orangtuamu, Ren!”
“Lalu siapa orangnya, Vit? Yang kuketahui di sana yang berperilaku aneh dan mencurigakan cuma Cynthia doang,” kataku dengan suara yang kaku.
“Aku juga belum tahu, Ren! Pokoknya kau harus lebih hati-hati dengan sekitarmu, dan jangan lupakan Tuhanmu!” nasehat Vita padaku. “Aku akan membantumu, Ren! Tenang saja, ya!”
Begitu kondisiku sudah mulai baikan, aku pun kembali ke ruang kelas di mana pak Ahmad, seorang dosen Psikolog sudah menunggu kedatangan kami berdua.
Pak Ahmad adalah dosen kelulusan di bidang Psikolog Jerman dan memutuskan untuk mengajar di Indonesia karena ia sangat mencintai Indonesia. Yuhuu…
“Eren, apa kondisimu sudah membaik? Vita memberitahu bapak kalau kondisimu sempat drop tadi, apa itu betul?” tanya Pak Ahmad ramah. “Kalau kondisimu belum membaik, kau tak perlu mengikuti jam kuliah bapak, tapi bapak akan tetap memberimu PR,”
“Tidak usah, pak. Kondisiku sudah membaik,” jawabku ramah. Sebenarnya aku cuma tak ingin diberi PR lagi.
“Ya, udah, silahkan duduk di tempat duduk kalian!”
“Baik, pak!”
Kami pun duduk di tempat duduk kami masing-masing, mendengarkan Pak Ahmad yang sedang mengajar. Tak lupa kami menyerahkan tugas skripsi kemaren lusa padanya.
Lagi-lagi terjadi sesuatu yang ganjil saat Pak Ahmad melihat tugas skripsiku. Dengan cepat, dia langsung memanggilku.
“Eren, sini sebentar nak!” panggil Pak Ahmad ramah.
“Iya, ada apa ya, pak?” tanyaku yang mulai kebingungan.
“Lihat ini, nak Eren! Kenapa kertas yang kau gunakan untuk menulis skripsi malah kena tumpahan darah nak?” tanya Pak Ahmad sambil menunjukkan kertas skripsiku yang sudah ternodai dengan banyak tetesan darah.
Seketika aku pun lemas, badanku tak kuat melihat pemandangan yang mengerikan itu, dan diriku langsung tak sadarkan diri.
Bangun-bangun, aku sudah berada di UKS bersama Vita, Pak Ahmad, dan Tia. Mereka bertiga terlihat panik melihat kondisiku yang tiba-tiba drop itu.
Dengan segera, Pak Ahmad menanyakan keadaanku. Mengapa ia sampai drop ketika melihat tetesan darah itu, dan apa yang sebenarnya sedang terjadi di wilayah keluarga Eren.
“Aku turut prihatin, nak Eren! Bapak tak tahu kalau dirimu phobia dengan darah. Maaf sudah menunjukan hal mengerikan itu padamu, nak!” ucap Pak Ahmad meminta maaf. “Apa kondisimu sudah membaik sekarang?”
“Tidak apa-apa pak. Saya sendiri yang harusnya minta maaf karena telah merepotkan bapak dan teman-teman.” jawabku yang masih terlihat pusing dan shok, “Apa Pak Ahmad dan Tia percaya akan adanya hal-hal gaib?”
Mendengar kata-kata itu membuat Pak Ahmad dan Tia terkejut. “Bukannya kami selaku manusia yang hidup di era moderenisasi seperti saat ini tidak percaya kalau ada kehidupan lain yang berdampingan dengan kita. Namun, selama kita hidup secara harmoni dan tidak berhubungan dengan mereka, maka hal-hal gaib itu tak akan pernah bersinggungan dengan kita, nak!” jawab Pak Ahmad dengan ramah menjelaskan.
“Iya, Ren! Dulunya aku tak percaya dengan hal gituan, namun setelah berteman denganmu dan juga Vita, aku jadi tertarik mempelajari hal-hal gituan dan akhirnya gue pun percaya kalau hal-hal gaib itu ada,” tambah Tia riang.
Mengetahui kondisiku sudah mulai membaik, Pak Ahmad pun keluar, membiarkanku ditemani kedua sahabatku. Aku merasa lega melihat Pak Ahmad keluar, karena aku tak ingin membuatnya prihatin.
“Vita, apa yang harus gue lakukan? Teror-teror itu sudah semakin menggangguku. Bisa-bisa aku jadi gila nantinya,” keluhku pada Vita. Berharap kalau dia punya sebuah solusi untuk menangani masalah ini.
“Maaf, Ren! Sebelum kita tahu siapakah dalang sebenarnya dalam masalah ini, aku tak bisa berbuat apa-apa untuk menolongmu.” jawab Vita menggelengkan kepala. “Tapi aku akan tetap membantumu kok. Tenang saja!”
“Kalian berdua ini bicarain soal apa sih? Kok sedari tadi cuma bahas hal-hal yang gaib melulu?” tanya Tia yang oonnya kembali. “Kalau ada hal seru, aku ikutan dong!”
Aku pun menabok dahi Tia yang oon itu dan kami bertiga pun tertawa. Mempunyai teman seperti mereka adalah sebuah anugerah buatku, karena tanpa dukungan dari mereka, pastinya aku sudah menyerah dengan kehidupan ini.
Karena tak ingin berlama-lama di sini, aku meminta Tia untuk mengambilkan tasku, dan sementara itu aku ngobrol dengan Vita membahas mengenai solusi dari masalah yang kuhadapi.
“Bagaimana ini, Vit? Kalau Cynthia memang benar bukan pelakunya, jadi hidupku masih dalam bahaya dong!” celetukku. Tanganku mulai berkeringat dingin, saking takutnya.
“Iya, Ren! Tapi, untuk berjaga-jaga, aku akan kasih kau gelang ini. Apapun yang terjadi jangan sampai kau lepas gelang ini. Besok aku akan menemui kak Cynthia bersamamu untuk mencari tahu. Oke?”
Aku hanya mengangguk dan memasang sebuah gelang cantik berwarna merah yang dikasih oleh Vita. Obrolan kami berhenti ketika melihat Tia sudah kembali ke ruang UKS dan menyerahkan tasku.
Aku meminta Vita untuk mengantarku sampai di rumah, namun dia menolak. Katanya orang yang mengincarku dari jauh bakal melakukan hal yang lebih mengerikan padaku jikalau dia tetap ikut, karena energi spiritualnya akan saling menghantam satu sama lain, dan memaksa orang itu berbuat yang lebih buruk padaku.
Tapi dia sudah berjanji kalau esok hari dia akan datang ke rumahku.