Tiba-tiba nek Ifa pun kembali berdiri dan menatap geram ke pria yang baru datang itu. Dan dari kak Cynthia, kak Hera, dan kak Vita, yang masing berdiri tak terluka sedikitpun hanyalah Vita seorang.
“Senior!” sambut Vita senang.
“Dasar kau Vita, masih suka bercanda. Kau sudah terluka tuh!” jawab kak Nanang sembari geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol adik sepupunya itu.
“Habis sih, kalau tidak bercanda dulu, jadi kurang menarik, kurang seru.” jawab Vita mengomel, dan sedikit manja.
Kak Nanang geleng-geleng mendapati tingkah kekanak-kanakan dari adik sepupunya itu. Nanang langsung berlari menuju para genderuwo itu dan membelah badan mereka menjadi dua bagian dalam sekejap.
“Sekuat-kuatnya makhluk yang kau panggil dari kitab iblis Septo Tapo, tapi aku masih mampu menebasnya dengan pedang Damaskusku,” ujar Nanang menatap pahit ke arah Nek Ifa.
“Sial! Siapa kau, nak? Mengapa kau campuri urusanku!?” tanya Nek Ifa geram. “Apa kau juga bagian dari keturunan Kyai Marwan!?”
“Menghentikan angkara murka di bumi sudah menjadi tanggung jawab kami sebagai khalifah di muka bumi. Untuk itulah, rencanamu ini akan selalu mendapat tentangan dari kami!” jawab Nanang yang masih menatap benci nenek di hadapannya itu. “Ya, aku Nanang, salah satu cicit dari Kyai Marwan.”
“Keparat!” umpat Nek Ifa. Dia pun langsung mengambil tombak emas hitam dari ruang hampa.
Nanang yang melihat kejadian itu hanya terdiam, tak bergerak sedikitpun. Sepertinya dia tahu rahasia mengenai tombak itu atau malah dia sudah tahu apa kelemahan tombak iblis itu.
“Hahaha … saking takutnya kau bocah, sampai kau tak bisa bergerak seperti itu!?” ujar nek Ifa tertawa meremehkan. Dengan cepat, nek Ifa melemparkan tombak itu tepat ke arah jantung Nanang.
Nanang tak bergeming sedikitpun, sampai ketika tombak itu hampir mengenai sasarannya, dia mengayunkan pedang Damaskusnya yang langsung menghancurkan tombak iblis itu.
Tak berhenti sampai di situ, pedang Damaskus milik Nanang langsung menggandakan dirinya dan berubah wujud menjadi jeruji besi yang mengurung Nek Ifa di dalamnya.
“Ah, membosankan,” kata Vita yang dari pertarungan Nanang melawan nek Ifa cuma jadi penonton. “Meski sudah menggunakan ilmu dan mantra yang ada di kitab Septo Tapo, kau masih lemah. Dasar nenek-nenek bejat!”
Amarah Vita mulai muncul saat dia melihat kak Nanang tak melakukan apapun untuk menghukumnya, selain memasukkan nenek tua itu ke dalam jeruji besi gaibnya. Tak terduga, Vita pun mengeluarkan ajian Palasada, Reksadara, dan ajian Cakranengala (Guillotine).
Seketika ajian yang dimiliki Vita langsung mencabik-cabik seluruh jiwa Nek Ifa kala itu. Nanang menyadari ada yang salah dengan adik sepupunya itu.
Setelah jiwa nek Ifa hancur, Vita langsung menghidupkan jiwa itu dengan ajian sukmanagala dan menyiksanya lagi dengan ketiga ajian itu lagi terus menerus, sampai ia merasa puas.
Melihat kelakuan adik sepupunya yang sudah keterlaluan, Nanang pun langsung menghentikannya dengan ajian Remalatusuli (penenang jiwa) yang langsung membuat amarah Vita yang sempat meluap-luap dan tak dapat ia kendalikan kembali normal.
“Maafkan aku, kak. Aku tak sadar kalau amarahku sempat menguasaiku untuk sesaat.” kata Vita yang mulai tersadar itu. “Dan terimakasih atas bantuannya,”
“Nggak perlu seperti itu. Aku adalah kakak sepupumu juga. Lagipula aku tak ingin membuatmu melakukan perbuatan seperti tiga tahun lalu.” jawab Nanang tersenyum lega sembari menepuk pundak Vita. “Sampai saat ini Umam dan ayahmu masih membencimu, kau tahu? Aku tak ingin melihat kau semakin dibenci orang,”
[SKIP TIME]
“Akhirnya kau datang juga menolong kami, kak,” kata Nuril yang merasa senang melihat kakak sepupunya itu menolong mereka. “Oh, ya, apa Pak Khoirul ikut juga?”
“Tidak, Pak Khoirul masih ada perlu ke kota Lumajang hari ini. Sebenarnya aku dilarang oleh Pak Khoirul untuk datang menolong kalian, namun, apa daya, kita kan satu keluarga, jadi harus tetap saling tolong-menolong, kan?” jawab Nanang sembari bersenda gurau dengan mereka.
“Ayo kita segera kembali, kakak-kakak sekalian. Kita harus memberitahu dek Eren mengenai ini!” ajak kak Cynthia.
Mereka pun sepakat dan langsung merapalkan mantra balik sukmo sehingga mereka kembali ke jazad kasar mereka. Terkecuali Nanang yang jasad kasarnya ada di rumah Pak Khoirul kala itu, sehingga dia tak bisa berjumpa dengan Eren dan Tia.
Sekembalinya mereka dari alam gaib, kulihat mereka memuntahkan darah hitam yang langsung membuatku mual.
Tia menanyakan apa yang terjadi di sana, namun mereka tak ingin berkomentar banyak, selain mengatakan kalau tugasnya telah selesai.
Kak Cynthia pun mendekatkan bibirnya di telingaku dan berbisik sesuatu.
“Dalang dari semua ini adalah Nek Ifa,” bisik kak Cynthia. “Orang itulah yang telah menumbalkan adik laki-laki dan juga mahasiswa sini, dek Eren!”
Aku pun terkejut bukan main. Aku tak mempercayainya begitu saja. Nek Ifa adalah nenek yang ramah dan baik bagi keluargaku. Bahkan sebagai kepala pelayan, dia layaknya seorang nenek buatku.
“Itu tak mungkin, kak Cynthia. Nenek Ifa adalah nenek yang teramat baik dan dihormati dalam keluargaku. Jangan berbohong, kak.”
Tia pun mendekat ke arahku dan menjelaskan semuanya. Karena dukungan dari Tia, aku jadi lebih percaya. Aku tak menyangka kalau nenek yang teramat baik dan dihormati itu mau melakukan hal ini pada keluargaku, dan yang tak bisa kumaafkan adalah dia telah menumbalkan adik laki-lakiku dua tahun lalu.
Aku merasa sudah begitu bodoh, ditipu oleh seorang nenek-nenek, sehingga aku mencurigai orangtuaku sendiri.
Dalam keadaan demikian, dari dalam villa keluar seorang nenek yang jelas-jelas itu adalah Nek Ifa. Terlihat kalau nek Ifa sudah bersimbah penuh darah yang mengotori pakaian putihnya.
“Oo … Dark Mistress, kumohon datanglah, datanglah dan hancurkan manusia-manusia parasit macam mereka! Hihihi …!” kata Nek Ifa yang seperti sedang memanggil-manggil seseorang. Mungkin pikirannya sudah tak waras kali. “Aku persembahkan telur ayam cemani yang sudah bertuliskan nama orang yang akan kutumbalkan untukmu,”
Seketika gelang yang ada untuk melindungiku hancur berkeping-keping. Entah mengapa tiba-tiba aku merasakan seperti jantungku sedang ditusuk-tusuk oleh sesuatu yang teramat menyakitkan.
“Nek Ifa, apa yang kau lakukan!?” tanya kak Cynthia dan Vita geram.
“Hihihi … sebelum kalian datang kemari, aku sudah menempelkan sebuah ajian kutukan kepada gelang pelindung itu setelah aku menyentuhnya,” jawabnya sembari tertawa terkekeh, puas. “Mantra ini begitu mengagumkan, begitu indah, puji siapapun yang telah menulis kitab Septo Tapo ini!”
“Biadab!” umpat mereka melihat perbuatan Nek Ifa padaku.
Dengan sigap kak Hera segera menepuk pundakku kemudian menekan ubun-ubunku sembari membacakan doa-doa. Aku yang seorang mualaf tak tahu doa macam apa itu, namun setelahnya, tusukan-tusukan yang menyiksa jantungku pun berhenti.
“Alhamdulillah! Aku sudah melepaskan tenung yang dilakukan oleh nek Ifa. Habis ini, tingkatkan imanmu pada Yang Maha Kuasa ya, dek Eren!” kata kak Hera lega.
“Baik, kak, dan terima kasih!” jawabku lemas.
“Menyerahlah, nek Ifa. Kami akan menyerahkanmu ke Ir. Rio untuk diadili sebagaimana mestinya!” kata Vita yang mencoba menahan amarahnya, walaupun ia tahu jikalau saja dunia ini tak ada norma hukum yang mengikat di negeri ini, pastinya Vita sudah langsung berlari ke arah nenek tua itu dan memancung kepalanya.
Tiba-tiba entah darimana, terdengar suara tertawa yang menggema dari segala penjuru. Membuatku dan Tia ketakutan setengah mati. Apa ini semua belum berakhir? pikirku
Dari ruang hampa muncullah seseorang yang memakai jubah hitam yang sampai menutupi kaki dan mukanya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Dark Mistress.
“Aku adalah Dark Mistress. Lama tak jumpa, bonekaku, Vita!” sapa orang misterius itu ramah namun mengancam. Dari suaranya kami pun menyakini kalau dia adalah seorang gadis, yang kira-kira usianya dibawah delapan belas tahun. “Berkat dirimu, segel Angus Poloso lebih lemah dari biasanya, sampai aku bisa merasakan aura ketujuh Angus Poloso itu yang sedang didobrak oleh para demit yang disegel oleh leluhurmu itu!”
Kutolehkan wajahku ke arah Vita, karena orang misterius yang mengaku dirinya sebagai Dark Mistress itu begitu mengenal dengan Vita, bahkan dia menyebut Vita sebagai bonekanya.
Dalam sekejap, orang misterius itu langsung menggorok leher Nek Ifa. Membuat kami tak sanggup bergerak, walau untuk sesaat.
Ruang dan waktu di sana seperti berhenti berjalan. Kulihat ke arah teman-temanku, mereka terdiam terpaku, bahkan ketakutan. Sampai aku melihat pemandangan kematianku di depan mata. Aku pikir itu nyata, ternyata hanya ilusi semata.
Walaupun hanya sebuah ilusi, namun membuatku terduduk tak berdaya. Sementara teman-temanku, hanya Vita seorang yang mampu bertahan dan hanya terduduk sepertiku, sementara yang lain sudah tak sadarkan diri.
“Wah, aku tak menyangka ada seseorang selain Vita yang mampu bertahan dari ilusi kematianku. Kau hebat juga, nak?” kata Dark Mistress yang sepertinya tak menduga kalau aku masih selamat. “Sepertinya aku bakal mempunyai mainan baru for the show nih!”
“Larilah, Eren! Cepat!” kata Vita terbata-bata. Aku tahu saat ini dia lagi merasakan sakit yang entah darimana datangnya.
Aku pun bimbang seketika. Antara meninggalkan teman-temanku tergelepar menderita di sana atau melarikan diri dari tempat itu. Sampai …
“Tidak perlu! Untuk hari ini aku akan mundur. As you see, aku datang kemari untuk mendapatkan kitab Septo Tapo yang kupinjamkan pada nenek tua ini.” kata Dark Mistress seraya tersenyum licik melihat kami yang sudah tak berdaya dan ketakutan setengah mati itu. “Vita, aku harap setelah ini kita akan bertemu lagi, tapi lain kali, kau harus bersama adik-adikmu itu!”
“Siapa kau sebenarnya!?” tanya Vita yang mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya.
“Seharusnya kau sudah tahu siapa aku, Vit! Dari suaraku saja harusnya kau sudah kenal siapa aku sebenarnya,” jawabnya datar. Dia pun akhirnya membuka jubah yang menutupi wajahnya, dan betapa terkejutnya Vita melihat siapa orang itu.
“Kau …?!”
Note : Chapter selanjutnya POV akan kembali ke Umam, ya. Karena side story ini sudah selesai. Tapi, mungkin chapter-chapter yang lain nanti bakal ganti lagi ke sudut pandang yang berbeda. Sebenarnya kisah ini menceritakan perjalanan Vita yang terusir dari keluarganya dan perjuangannya dalam menebus dosa tiga tahun lalu dengan mencoba menolong sesamanya.