“Suzuha…Apa yang telah kamu lakukan?” tanya temannya yang bermata sipit dan memiliki rambut sebahu.
“Biarkan saja dia Mirae, apa kamu ga sadar dari tadi dia ngeliat kita dengan tatapan penuh nafsu begitu?”
“Eh? Penuh nafsu?” melihat ke wajah Daimonji yang hidungnya terluka dan mengeluarkan darah.
Malu dilihat seperti itu Daimonji bergegas pergi dari sana, dia berlari secepat yang dia bisa. Suara pak Norita yang terus memanggilnya tidak dia hiraukan. Sesaat setelah yakin dia sudah jauh dari kedai itu, Daimonji menghentikan larinya. Darah belum juga mau berhenti menetes dari hidungnya.
“Sial, aku tidak mempunyai sapu tangan ataupun tissue,” menutup hidungnya lalu berjalan pulang. Biasanya Daimonji menaiki bus untuk sampai ke daerah rumahnya jika dari kedai sushi pak Norita. Halte bis sedang kosong, tidak ada yang menunggu selain dirinya. “Suzuha…cocok sekali dengan sikapnya yang kasar itu, dia memang lucu tapi jika sikapnya seperti itu mana ada laki-laki yang ingin dengannya…” menghela nafas panjang, rintik-rintik semakin jelas terdengar karena atap halte terbuat dari kaca.
Beberapa saat kemudian bus datang, Daimonji yang masih menutup hidungnya mencoba meraih kartu untuk menaiki bus itu. Dia merogoh saku belakang celananya untuk mengambil dompet, ada perasaan yang aneh karena kedua saku belakangangnya itu kosong. Isinya hanya ada angin yang diam-diam bersembunyi di sana.
“Anu pak supir…bisakah aku…hmm…,” penumpang lain sudah mulai kesal karena Daimonji membuat waktu mereka terbuang percuma. “baiklah,” dengan sukarela Daimonji tidak jadi menaiki busnya. Dia kembali duduk di halte. “duh, jatuh di mana yah?” teringat lagi kejadian saat dia ditendang sampai terjatuh. “jangan-jangan…,” merasa dompetnya tertinggal di depan kedai, namun langsung mengurungkan niatnya untuk kembali. Dia takut jika Suzuha masih berada di sana dan nantinya ada masalah baru lagi. Setelah menunggu hujan gerimis berhenti, Daimonji pulang dengan berjalan kaki.
Ibunya sempat khawatir melihat Daimonji yang pulang sedikit larut dengan kondisi hidung yang seperti itu, sedangkan ayahnya malah senang akhirnya anak lelakinya membuat masalah di sekolah dengan anak lain. Tetapi Daimonji berhasil menyakinkan orang tuanya bahwa dia tadi terpeleset ketika mengejar bus karena dia salah melihat jadwal keberangkatan. Setelah membersihkan diri dan mengobati hidungnya dengan krim, dia bersiap tidur. Ekspresi wajah marah Suzuha terus terbayang saat dia memejamkan mata.
Keesokan harinya Daimonji berangkat sekolah seperti biasa, berkat uang saku yang dia terima dari ayahnya membuat dia bisa menaiki bus ke sekolah. Saat pulang nanti dia berencana untuk pergi ke kedai sushi lagi, dia yakin kalau dompetnya disimpan oleh pak Norita. Dia menjadi pusat perhatian dikelasnya karena dia memakai plester besar yang hampir menutupi seluruh bagian hidungnya. Tidak terasa waktu di sekolah sudah usai, Daimonji dengan santai melenggang keluar sekolah.
“Hm…kayak yang engga asing,” Daimonji berjalan mendekat, ada dua sosok yang berdiri di depan gerbang. Semakin dekat kedua sosok itu semakin jelas, mereka adalah Suzuha dan Mirae yang dia temui di kedai sushi.
Mirae mendekatinya, “Hei kamu, ini aku yang kemarin, masih inget kan?” tanyanya.
“Hmm…iya aku inget, tapi kok kalian kenapa tahu aku sekolah di sini? Pak Norita yah yang ngasih tahu?” Daimonji bersikap agak dingin kepadanya. “eh…apa aku masih dianggap cabul olehnya?” Suzuha masih tidak sudi melihat Daimonji.
“Soal itu…., Suzuha…sini!” Mirae memanggilnya tetapi Suzuha menolak. “eh..ayo!” Mirae menariknya dengan paksa. “soal itu biar Suzuha yang menjelaskan padamu yah…”
“Mirae! Apa-apaan sih?!” Mirae terus memintanya untuk menjelaskan kepada Daimonji, supaya cepat pergi Suzuha mengalah lalu mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya. “ini, ambilah,” memberikan Daimonji sebuah dompet. “kamu…kamu menjatuhkannya kemarin,” Suzuha belum menatap wajah Daimonji.
Ternyata dompetnya memang terjatuh di depan kedai sushi pak Norita seperti yang dia pikirkan kemarin. Hanya saja dia tidak menyangka kalau Suzuha dan temannya ini yang mengantarnya langsung. Itu juga yang menjadi alasan kenapa mereka bisa tahu kalau Daimonji bersekolah di sini.
Daimonji mengambilnya, “Terima kasih yah,” dengan senyuman yang tulus.
“Walaupun wajah kamu ditutupi plester besar itu, tidak membuat wajah cabulmu tertutup!” Suzuha pergi begitu saja, dia menarik Mirae untuk pergi. Mirae yang merasa tidak enak mencoba untuk meminta maaf namun dihalangi oleh Suzuha yang badannya lebih tinggi darinya.
“Serius?” Daimonji tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “plester bodoh ini!” dia mencabut plesternya dan membantingnya ke tanah karena kesal. “jangan-jangan perempuan kasar itu mengambil uang di dompet ini!” buru-buru mengecek uangnya, ke bagian sela-sela dompetnya juga. Lalu dia menemukan secarik kertas. “maaf atas kejadian kemarin, semoga luka dihidungmu tidak terlalu parah. Tertanda Suzu..ha,” Daimonji lalu melihat sosok Suzuha yang semakin menjauh.