“Hm…dia memang orang aneh, sudahlah!” goresan tangan Suzuha menjadi tidak karuan, membuat lukisannya sedikit berantakan.
Dalam waktu singkat Daimonji telah menyelesaikan tulisannya, instruktur melihat-lihat dan menilai apakah anak muridnya ini mengaplikasikan teorinya dengan benar. Sebuah jempol menandakan Daimonji berhasil, dia meminta lukisannya dipajang saja di galeri. Sebagai contoh yang baik bagi siswa lainnya, lalu dengan bergegas dia pulang. Suzuha mengintip dari balik kanvas, lalu melihat instruktur dengan wajah bahagia membawa hasil lukisan Daimonji.
“Maaf, apa saya boleh mengambil titipan tadi?” tanya Daimonji yang masih terengah-engah.
“Ya…tentu saja,” petugasnya melihat Daimonji dengan heran, setelah diberikan Daimonji bergegas pergi.
Ternyata Daimonji tidak langsung pulang, dia sedang bersembunyi sambil membawa bingkisan ditangannya. Dari sisi bangunan ini tempat kursusnya terlihat, sekarang dia malah menjadi penguntit yang sebenarnya.
“Disekitar sini ada taman, tapi jika aku ke sana nanti saat Suzuha pulang tidak kelihatan,” menyenderkan diri ke tembok. Kemudian mulai duduk karena kakinya pegal-pegal.
Setiap lima menit sekali dia melihat ke arah tempat kursus, tetapi Suzuha belum juga pulang. Barulah 15 menit kemudian dia melihat Suzuha seorang diri keluar dari tempat kursus, lalu berjalan ke arah Daimonji berada. Dia lalu berdiri, merapikan bajunya dan meyakinkan diri untuk menemui Suzuha.
“Tidak…aku harus menunggu dia lewat dulu,” masih mengintip dari kejauhan. saat Suzuha sudah dekat dia membalikan badan agar tidak terlihat, lalu dia mulai berhitung. Saat hitungan kesepuluh Daimonji keluar lalu menghampiri Suzuha. “Su…,” suaranya sangat pelan karena perasaannya yang sangat gugup sekarang. “Suzuha!” kali ini terlalu keras sehingga terkesan seperti meneriakinya.
Suzuha menoleh, melihat Daimonji didepannya. “Eh…ada apa?” perlahan Daimonji mendekatinya, nampak Suzuha mulai tidak nyaman dari gestur tubuhnya. “hei! Kamu mau melakukan apa?!” Suzuha bersiap untuk memukul atau menendangnya lagi, dengan pose-pose ala karateka.
“Selamat ulang tahun,” ucap Daimonji dengan setulus hatinya. Pose Suzuha melunak, dia sedikit kaget. “ya aku tahu harinya sudah lewat, tetapi belum terlambat satu tahun bukan?” Daimonji mengulurkan tangannya yang memegang bingkisan sebagai hadiah, “ini…ada hadiah untukmu,” Suzuha masih belum merespon.
“Dia tahu dari mana?” pikir Suzuha, lalu teringat saat pesta kejutan Mirae nampak khawatir dan tidak tenang. “apa jangan-jangan Mirae?” memandangi bingkisan di tangan Daimonji, lalu mengambilnya dengan malu-malu. “terima…terima kasih,” sesaat diambilnya hadiah Daimonji pergi begitu saja sambil tersenyum.
“Ya…raut wajahnya seperti tidak nyaman sih, tapi tidak apa-apa yang penting aku sudah melaksanakan janji…baiklah saatnya untuk move on!” berkata dalam senyuman walaupun hatinya sangat perih melepas perempuan yang disukainya.
Suzuha pulang kerumahnya sambil membawa bingkisan dari Daimonji, perasaannya campur aduk antara senang dan kesal. Kesal karena Mirae tanpa seizinnya memberitahukan ulang tahunnya kepada orang lain, lalu senang karena Daimonji bersikap baik kepadanya memberikan hadiah. Bingkisannya masih terbungkus rapih, dia belum berani membukanya sebelum sampai di rumah.
“Benda ini lumayan besar sih, tapi sangat ringan. Kira-kira apa yah?” penasaran dengan isinya.
Sesampainya di rumah, ibunya terkejut karena Suzuha pulang dengan membawa bingkisan. Lalu mengejeknya dan bilang bahwa anaknya sudah mendapatkan hati yang baru. Suzuha malu-malu berlari kekamarnya, menutup rapat-rapat dan menguncinya. Entah kenapa jantungnya berdebar-debar saat mendengar ibunya mengatakan hal itu.
“Apa-apaan sih ibu!” pertama-pertama dia mengeluarkan bingkisannya dari kantong plastik, lalu pelan-pelan membuka bingkisannya. Matanya membesar setelah tahu apa isi bingkisan yang dia buka, “ini kan?” dia memandangi lukisannya sendiri, namun ada yang berbeda dengan lukisannya. Anak kecil yang memegang balon sekarang memiliki model rambut yang sama dengan dirinya, lalu ada seorang anak laki-laki yang ikut memegang balon disampingnya. Sehingga pemadangannya adalah dua anak kecil yang sedang memegang satu buah balon bersama-sama.
“Bodoh! Harusnya kamu tidak boleh merusak karya orang lain tahu!” dengan nada marah yang sedikit manja. “tapi aku suka…,” senyumnya yang manis terpancar dari wajahnya. Suzuha memajang lukisan ini dikamarnya.