Tahun ajaran baru, kelas baru, kawan baru. Semua itu aku lalui semua di hari pertama ini, tidak banyak yang berubah dari susunan kelas. Si anak rajin memakai kacamata, aku berani bertaruh dia akan menjadi ketua kelas. Lalu ada segerombolan perusuh kelas, tempat favorit mereka jelas berada di bangku belakang. Belum lagi sekumpulan anak perempuan yang selalu saja membahas laki-laki ganteng yang ada di kelas sebelah.
Aku hanya bisa melihat itu semua tanpa menunjukan gejala ingin tahu. Sikapku ini yang membuat aku sama sekali tidak mempunyai satu orang temanpun dalam dua tahun kebelakang dalam kelas. Apa aku kesepian? Tidak rasanya. Aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.
Aku senang duduk di samping jendela di tengah-tengah, dengan begini aku bisa melihat jelas keluar. Kadang kala guru di depan membuatku bosan dan salah satu cara untuk menghilangkan kebosanan dengan melihat keluar. Melihat dedaunan menari sana-sini, awan yang selalu tidak mau diam sudah cukup menghilangkan rasa bosan.
Ketika jam istirahat, aku lebih senang menghabiskan waktu berdiam diri di atap sekolah. Namun semenjak tempat ini populer membuatku kurang nyaman menghabiskan waktu istirahat di sini. Lalu aku pindah, lokasinya masih di lingkungan sekolah. Tepatnya di area belakang, ada sebuah pohon yang tidak terlalu besar namun daunnya rindang. Ada beberapa pohon di sini, namun aku lebih suka pohon yang berada di ujung. Tidak mencolok dan sepi dari keramaian.
Ada sepasang bangku dan meja sehingga murid di sini dapat makan di tempat ini. Aku duduk lalu membuka bekal yang aku bawa sambil membelakangi gedung sekolah. Kotak makanku hanya berisi beberapa onigiri dan sebuah apel merah. Diseberang aku melihat beberapa murid yang sedang makan bersama, mereka sangat senang dan saling bercanda. Sama sekali aku tidak iri dengan mereka. Tersisa apel merah, aku melihatnya sebentar lalu tidak jadi memakannya. Aku simpan lagi apel itu kedalam kotak makan.
Lalu aku hanya duduk-duduk saja menikmati udara segar di sini, sambil membaca sebuah buku. Lebih tepatnya buku mini, ukurannya segenggam tangan dan isinya adalah kumpulan cerita-cerita. Sambil menunggu waktu masuk aku mulai membaca, tiba-tiba seseorang datang dan menyapa. Dari suaranya itu adalah suara perempuan.
“Um..anu…, boleh aku duduk di sini?”
“Ya..,” tanpa menujukkan mukaku.
Perempuan itu berjalan mengitar lalu duduk tepat didepanku, aku melihat siapa yang datang.
“Kei…aku temani yah?”
Perempuan itu ternyata adalah tetangga yang kebetulan Ibunya suka membawanya ke rumah ketika kami masih kecil. Dia Sayaka, berambut sebahu berwarna coklat. Dulu sewaktu kecil kami sering bermain bersama. Aku mengambil kotak makan dari atas meja lalu menyimpannya dekat saku celana.
“Hm..buku itu lagi, padahal sudah dari smp kamu membacanya. Apa tidak bosan?” menahan dagunya dengan tangan kanan.
“Tidak,” aku melanjutkan membaca tanpa menghiraukannya. Ketika dia bosan nantinya dia akan pergi sendiri.
“Udaranya sejuk, tapi sepi…bagimana dengan teman baru? Sudah menemukan satu?” wajahnya tersenyum sampai bola matanya tidak terlihat.
“Belu…,” bel berbunyi, tanda masuk kelas.
Aku berjalan menuju kelas dengan Sayaka, dia masih saja bercerita namun aku tidak menanggapinya. Kelas Sayaka berada di sebelah kelasku, terbayang rasanya jika aku sekelas dengannya. Sikapnya yang bawel kadang menggangguku. Semua murid sudah duduk dikursinya masing-masing. Seorang guru datang, murid mulai menyiapkan buku pelajaran. Ketika aku membuka tas ternyata kotak makanku tidak ada, sepertinya tertinggal di belakang barusan. Aku meminta izin kepada guru untuk keluar sebentar mengambil kotak makan, guru mengizinkan.
Jalan menuju area belakang melewati kelas Sayaka, dia melihatku sambil menunjukkan ekspresi heran. Mungkin dia bertanya-tanya kenapa aku harus keluar padahal kelas baru saja dimulai. Area belakang jauh lebih sepi dibandingkan tadi, semua meja kosong tetapi tidak dengan meja yang aku tempati barusan. Di sana sudah ada perempuan duduk dengan santai, ketika aku berjalan mendekat kotak makanku sudah berada di atas meja.
Perempuan itu lalu berdiri sambil memegang kotak makananku, “Ini, aku sudah menunggumu dari tadi,” senyumnya sungguh hangat, tingginya semampai rambutnya belah dua dengan ikatan belakang bergaya ponytail. Dia juga tidak memakai seragam sekolah, mungkin orang luar yang ingin menghabiskan waktu di sini. Tapi dari mukanya dia seumuran dengan Sayaka.
“Ya, terima kasih,” aku meraih kotak makan.
“Apa aku boleh meminta apel ini?” tanyanya dengan sungguh-sungguh.
“Ya,” aku membuka kotak makan dan memberinya apel merah. “terima kasih sekali lagi,” aku membawa kotak makan pergi. Baru dua langkah dari meja itu dia mengenalkan diri.
“Aku Asuka, salam kenal.”
Aku menoleh kebelakang, “Aku Kei…,” sosok perempuan itu mendadak hilang. “ta…”
Perempuan itu entah pergi kemana, aku melihat sekeliling sosoknya tidak terlihat.