“Ke..i…ta! ini bekalnya,” dengan lemah lembut Ibu memberiku bekal.
Aku membukanya untuk memastikan bahwa kotak makanku terisi oleh apel teryata, “Bu, apelnya?”
Ibu masih sibuk menyiapkan makanan untuk adik, “Oh itu persediaan apel kita habis nak, bagaimana dengan jeruk? Kebetulan ayah kemarin membeli jeruk yang banyak.”
“Ya…tidak masalah,” aku mengambil jeruk di kulkas.
Sikap-sikap murid lain di kelas tidak ada perbedaan, gossip ini belum menyebar kekelasku. Bel penunjuk waktu istirahat berbunyi, aku berjalan menuju ke area belakang sekolah. Masih sepi baru satu meja yang terisi. Meja ujung sangat sunyi, aku duduk di sana membelakangi gedung sekolah. Biasanya Asuka akan menepuk pundakku lalu duduk didepanku.
Aku merasakan pundakku ditepuk dari belakang, mungkin ini Asuka lalu aku menoleh. “As…Sayaka..” ternyata yang datang itu Sayaka.
“Boleh aku duduk di sini?” dia berdiri didepanku. Aku setuju lalu dia duduk di depan, kami berhadapan.
Aku mulai memakan bekal, sambil melihat ke luar jalan. Sayaka tidak banyak bicara hanya memandangiku dengan tajam, “Ada apa?”
“Tidak..hehe…oh iya Kei, tumben tidak membaca buku lagi?”
Semenjak kenal dengan Asuka aku tidak terlalu banyak membaca buku ketika istirahat, karena aku lebih nyaman berbicara dengan Asuka walau hanya sepatah dua patah. “Hm…tidak,” aku menawarkan onigiri yang masih ada dan sebuah jeruk ke Sayaka. “ini ada jeruk, bukalah jika kamu mau.”
Sayaka hanya diam saja, lalu dengan tiba-tiba dia tertunduk. Mengambil ikat rambut dari saku depan bajunya, lalu mulai mengikat ujung rambutnya sehingga menjadi model ponytail. Karena rambut Sayaka panjangnya hanya sebahu maka efek ponytailnya tidak terlalu kelihatan. Dia mengacak-ngacak rambut depannya sehingga membuat efek belah tengah. Dia lalu tersenyum kearahku.
“Hm..aku tidak suka jeruk,” ucapnya.
Aku diam, mengamatinya. “Sayaka?”
“Bagaimana kalau sehabis pulang sekolah kita jalan-jalan dulu sebentar Kei? Sudah lama aku tidak jalan-jalan.”
Perubahan sikapnya sungguh drastis, “Jalan-jalan?”
Dia memegang kedua tanganku, “Mau yah…mau?”
Aku belum menjawabnya karena bel masuk sudah berbunyi. Aku merasakan ada hal yang aneh dengan Sayaka. Apalagi dia mengganti model rambutnya seperti itu, jadi mengingatkanku dengan Asuka. Saat berada di depan kelasnya dia menanyakan lagi hal tadi, aku menjawab iya. Dia terlihat sangat senang. Pulang sekolah aku dan Sayaka mengambil rute lain, ke tempat pusat perbelanjaan. Kebetulan tempat ini ada area bermain indoor.
Kami bermain banyak wahana, dia menariku ke sana kemari. Dia memang agresif ketika kami kecil, dia yang selalu inisiatif untuk melakukan permainan sedangkan aku hanya mengikuti dia. Tetapi setelah bertambahnya umur Sayaka lebih bisa mengontrol diri. Kami masih jalan bersama seperti saat tamasya waktu lalu, keluarganya mengajak keluargaku untuk kemping.
“Kei, itu ada booth foto. Kita foto yuk?” belum aku menjawab dia sudah menariku ke sana.
Dia memasukan beberapa koin dan kamera mulai berjalan, total enam kali kamera memotret. Dia mengedit-ngedit hasil foto lalu kami keluar untuk melihat hasilnya.
“Apa kamu ga punya ekspresi lain selain muka datar begitu huh?!” mukanya cemberut.
“Ya…begitulah.”
Dia melihat jam di lengan kirinya, “Hmm…Kei kita pulang yuk?”
Kami sudahi ketika waktu sudah beranjak sore ingin ke malam. Untungnya jadwal kereta masih ada sehingga kami dapat pulang tidak terlalu malam. Dia meminta menyimpan hasil foto tadi, aku tidak keberatan.
Keesokan paginya di kelas Sayaka datang kekelasku, dia memperlihatkan hasil foto kemarin. Gaya rambutnya sudah seperti biasa.
“Kei…bisa kamu jelaskan tentang foto ini?” mukanya memerah dan kelihatan bingung.
“Kemarin kamu mengajakku jalan-jalan, kebetulan di tempat bermain ada tempat foto. Lalu…,” dia memotong ketika aku lagi menjelaskan.
“Eh…..jalan-jalan? Tempat bermain?..,” Sayaka mulai khawatir.
Aku tidak bisa bilang bahwa Sayaka berbohong, gestur tubuhnya dan raut wajahnya berbicara bahwa dia mengatakan hal yang sejujurnya. Lalu aku teringat ketika Sayaka mulai merubah sikapnya setelah membuat gaya rambutnya seperti Asuka.