Asuka’s Apple episode 9

Chapter Final

Pagi hari ini Ibunya Sayaka datang kerumahku, beliau menitipkan surat dokter untuk diberikan ke ketua kelas Sayaka. Ibunya bilang kemarin malam Sayaka mengalami demam tinggi, dan dokter menyarankan bahwa Sayaka harus istirahat selama beberapa hari kedepan. Mungkin ini terjadi karena Asuka terlalu lama dalam tubuh Sayaka, tetapi aku tidak bisa menyalahkannya. Aku langsung memberikan surat itu ke ketua kelas Sayaka setibaku di sekolah. Aku bilang Sayaka akan segera masuk sekolah dalam beberapa hari kedepan.

Setelah Sayaka Asuka juga mendadak hilang. ‘sesajen’ yang aku bawa tidak dapat membuatnya muncul. aku habiskan waktu senggang dengan membaca buku sendirian. Sudah lama aku tidak melakukan hal ini. Aku tidak bisa fokus membaca karena masih memikirkan tentang Asuka, aku ingin sekali bertanya kepadanya hal apa yang membuatnya senang. Lantas aku berpikir untuk mengunjungi makam Asuka, selama ini belum sekalipun aku melihat makamnya.

Tetapi aku sama sekali tidak tahu di mana lokasinya. Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah bertanya. Aku putuskan untuk langsung bertanya ke grup. Biasanya senior yang sudah lulus masih suka datang berkunjung, kadang ada yang menjadi pelatih. Sepulang sekolah aku mengunjungi grup drama, pintu ruangan mereka masih tertutup. Aku menunggu beberapa saat sampai ada seorang wanita, dilihat dari cara berpakaian wanita ini adalah seorang alumni.

Dia menatapku dan bertanya, “Kamu baru pertama kali aku lihat, anak barukah?”

“Bukan, saya ke sini untuk…,” aku sudah kehabisan nyali.

“Ya?”

“Saya ingin menanyakan perihal tentang Asuka, apa kakak tah…”

“Dengar! Saya tidak ingin membahasnya lagi, Asuka sudah tenang di sana. Sebaiknya kamu pulang, kalau tidak kamu bisa ketinggalan kereta tahu!” nada bicaranya meninggi.

Lalu aku jelaskan dengan tenang bahwa kedatanganku ke sini untuk menanyakan alamat rumah Asuka dan di mana dia dimakamkan. Setelah mendengar penjelasan tersebut wanita ini melunak.

“Maaf…saya dulu satu angkatan dengan Asuka, kami sering latihan bersama. Dia memang suka memaksakan dirinya sendiri. Kalau mengingatnya membuatku menjadi sedih, makanya aku sudah tidak ingin membahas dia lagi,” tanpa curiga wanita ini memberikan alamat dan lokasi di mana Asuka dimakamkan. Wanita ini juga bilang semoga kunjunganku bisa menyenangkan hatinya.

Sebelum pulang ke rumah aku sempatkan dulu mampir ke toko bunga, aku membeli seikat bunga mawar putih. Kebetulan lokasi rumah Asuka searah dengan rumahku, lokasi makamnya juga tidak jauh dari situ. Sesampainya dipemakaman aku mulai mencari satu persatu, setelah berkeliling mencari aku menemukan makam Asuka. Dipusarannya ada bunga, dilihat dari kondisi bunganya belum lama ditaruh di sini. Aku meletakan bunga yang aku beli dan berharap yang terbaik untuk Asuka.

Empat hari kemudian Sayaka baru masuk sekolah, dia sudah benar-benar pulih dapat dilihat dari semangatnya berjalan menuju ke sekolah. Dia tidak membahas apa-apa, termasuk kejadian yang dia dirasuki lagi oleh Asuka. Aku juga tidak banyak bertanya, aku anggap Sayaka tidak mengetahui hal itu. Anehnya Sayaka tidak mau ikut lagi ke halaman belakang setelah dia sembuh dari penyakitnya.

Aku pernah bertanya untuk mengetahui alasannya tetapi Sayaka selalu menjawab “Tidak apa-apa.” Waktu terasa cepat, hari terakhir sekolah sebelum libur musim panas tiba. Sepulang sekolah aku menuju ke halaman belakang karena sudah berjanji untuk mengajak Asuka bermain walaupun tanpa Sayaka. Aku duduk kemudian mengeluarkan apel merah berharap dia muncul, saat istirahat tadi dia tidak muncul.

“Dia tidak akan datang kalau aku tidak ke sini,” suara perempuan yang sudah akrab ditelingaku.

Aku menoleh kebelakang, “Sayaka?”

“Ini hari sekolah terakhir, siapa tahu setelah libur nanti kita tidak akan ketemu lagi dengannya,” Sayaka duduk didepanku, dia mengambil apelnya. “Ayo Asuka kita bermain bersama,” dalam hitungan detik gaya Sayaka telah berganti dengan gaya Asuka.

“Kei…, Sayaka bilang bagaimana kalau kita pergi pusat keramaian? Bagaimana kalau ke Shibuya?”

Kami berangkat ke Shibuya dengan menggunakan kereta, Asuka berbisik saat di kereta. “Sayaka ada disebelah, hihi…”. Lima belas menit kemudian kami sudah sampai di Shibuya, keadaan di sini sangat ramai ketika sore menjelang malam. Asuka langsung menarikku untuk mengikutinya. Dia berjalan ke sana ke mari, menikmatinya waktunya.

“Lihat Kei,” menunjuk ke seseorang yang sedang bercosplay. “lucu yah…,” kembali melanjutkan langkahnya. Lalu dia terhenti di depan game center, dia mengajakku masuk. kami bermain Mario Kart. “payah…,” dia meledekku dengan menjulurkan lidahnya.

Setelah asik bermain di game center, dia mengeluh kalau saat ini perutnya keroncongan. Sebuah gerobak kecil penjual takoyaki terlihat di seberang jalan, Asuka menghampirinya. Dia membeli satu porsi takoyaki, sedangkan aku tidak membelinya karena aku belum lapar. Malam hari di Shibuya semakin ramai, banyak orang yang berlalu-lalang di sini.

“Kei, aaaa..,” Asuka mencoba menyuapiku takoyaki.

Aku melihatnya dan tidak membuka mulutku.

“Ihhhh! Menyebalkan…!” dengan lahapan besar dia memakan takoyaki yang sebelumnya ingin diberikan kepadaku.

Hari semakin malam, kami berdua berjalan menjauh dari keramaian menuju stasiun kereta untuk kembali pulang. Malam ini begitu dingin, bulan dengan percaya diri menampakan seluruh wajahnya.

“Kei,” menyilangkan tangannya kebelakang. “terima kasih yah, aku tidak akan melupakan hari ini selamanya.”

“Ya, aku juga.”

“Oh iya Kei, Sayaka juga bilang dia sangat senang hari ini. Kapan-kapan kita main lagi yah bersama, biar nanti aku saja yang di luar sedangkan Sayaka di dalam. Apa aku harus merasuki perempuan lain agar bisa bersama-sama bertiga?” dia tertawa setelah mengucapkan itu.
Asuka menghentikan langkahnya, wajahnya menghadap ke atas. “Indah sekali…cahayanya terang,” aku ikut melihat bulan, memang indah sekali bulan malam ini.

Tahu-tahu Asuka sudah membalikkan badan, dia hanya diam. Tiba-tiba dia menangis kencang, seperti seseorang yang ditinggal oleh orang yang dicinta. Tidak enak hati melihatnya menangis, aku menghampirinya dan mencoba memegang pundaknya tetapi aku ragu.

“Asuka…,” aku tidak tahu harus berkata apa.

“Asuka telah tiada Kei, dia telah….,” tak kuat menahan tangis.

“Sayaka?” aku membalikan badannya. “maksudnya?”

Sambil terisak-isak dia mulai bercerita. Saat dia dirasuki lagi sebelum sakit, Asuka muncul dikamarnya. Lalu Asuka bilang mungkin hari terakhir sebelum liburan panas adalah hari terakhirnya di dunia. dia yaki kalau aku bisa membuatnya kembali dengan tenang. Asuka sudah tidak sanggup lagi melihatnya Ibunya yang menangisinya tiap malam. Lalu tentang pertemanan kali dia mengatakan bahwa sebaiknya dia pergi sebelum pertemanan ini berlanjut.

Sangat berat melepaskan seseorang ketika kita sedang dekat-dekatnya dengan orang tersebut. Asuka juga sadar bahwa tempatnya bukanlah di sini, melainkan di alam lain. Dia meminta Sayaka tidak mendatanginya dulu sebelum hari yang dijanjikan tiba. Dia tidak ingin pergi dalam keadaan terluka, bisa-bisa dia akan terjebak dalam dunia ini selamanya. Itulah alasan mengapa Sayaka tidak pernah mau ke halaman belakang ketika istirahat.

Sayaka membuka tasnya, dia mengambil sebuah surat yang terbungkus rapi dalam amplop. “surat ini untuk Ibunya Asuka, permintaannya terakhirnya malam itu adalah memintaku menulis surat ini dan memberikan kepada Ibunya.”

Kami pergi menuju rumah Asuka, Sayaka sudah diberitahu alamat Asuka saat sedang menuliskan surat untuk Ibunya. Muka Sayaka masih merah, air matanya belum sepenuhnya hilang. Bekas-bekasnya masih hinggap di kedua bola matanya. Sesampainya di rumah orang tua Asuka, Sayaka mulai memencet tombol bel. Beruntungnya kami karena sudah malam begini Ibunya Asuka masih membukakan pintu.

Sayaka mulai mengenalkan diri sebagai junior Asuka di grup drama sekolah, dia bilang saat membuka lemari kostum pentas juliet dia menemukan surat ini. Ibunya Asuka membuka surat ini dan mulai membacanya, sontak air matanya keluar. Sayaka juga tidak bisa menahan diri dan ikut menangis, kemudian Ibunya Asuka memeluk Sayaka sambil berkata, “Terima kasih nak….terima kasih.”

Setelah itu kami berdua lanjut pulang, Sayaka hanya diam saja. Dia kelihatan sekali sangat kehilangan sosok Asuka. Sebelum dia masuk kerumahnya dia memberikan sesuatu kepadaku, sebuah surat lagi.

“Asuka juga membuat surat untukmu Kei, bacalah,” sambil tersenyum dia memasuki rumahnya.

Aku membuka surat ini ketika sudah berada di kamar. Pakaian lusuh yang aku pakai dari pagi belum aku ganti, aku membacanya di meja belajar. Surat untuk Kei,

“Kei…sebelumnya aku minta maaf karena mengagetkanmu saat itu. Sejujurnya aku juga kaget kenapa suaraku bisa terdengar olehmu. Mungkin aku hanya kenal denganmu sebentar saja, tetapi asal kamu tahu Kei. Tiap waktu yang aku habiskan denganmu sungguh berarti, aku tidak lagi merasa kesepian. Aku seperti terlahir kembali, mempunyai teman dan bisa menghabiskan waktu seperti layaknya siswa sekolah. Apalagi ditambah Sayaka, dia wanita yang sangat baik dan periang. Aku harap kamu tidak menyia-nyiakan dirinya yah Kei. Terakhir, terima kasih karena telah mau menjadi temanku. Mungkin ini tidak akan terjadi tetapi aku ingin sekali bertemu denganmu dan Sayaka di lain waktu sekali lagi.”

Tanpa sadar aku menitikkan air mata membaca surat ini, apakah dengan ini aku tahu rasa sakit ditinggal oleh seseorang? Aku memang tidak pandai mengekspresikan emosiku sendiri tapi aku merasa sangat sedih malam ini. Aku yakin Sayaka juga tahu perasaan Asuka yang sebenarnya. Malam ini aku terlelap dalam sedih, di saat cahaya bulan mengalahkan sinar mentari.

Setahun kemudian, aku dan Sayaka sudah lulus sekolah. Kami berada di universitas yang berbeda. Tetapi tiap ada kesempatan kami selalu menghabiskan waktu bersama. Entah mengapa hari ini aku sangat merindukan halaman belakang sekolah. Aku mampir ke toko buah untuk membeli sebuah apel untuk temanku yang aku rindukan.
Halaman belakang sekolah tidak ada bedanya, dua bangku panjang yang dipisahkan oleh sebuah meja yang berdiri tegak diantara mereka. Pohon rindang yang sedari dulu memberikan kesejukan di tempat ini. Aku menaruh apel yang aku beli di atas meja, lalu berjalan meninggalkan tempat itu.

“Kei!” terdengar seperti seseorang yang memanggil namaku, namun saat aku melihat kebelakang hanya ada sebuah apel yang memandangiku. Suaranya seperti suara perempuan, aku tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal. Langit sore ini sungguh cerah, aku berharap kamu sudah tenang di sana.


Asuka’s Apple

Asuka’s Apple

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2017 Native Language: Indonesia
Keita adalah seorang anak SMU biasa, hanya saja dia cenderung introvert. Selama ini dia mempunyai satu teman yaitu Sayaka, yang tidak lain adalah anak dari teman Ibunya yang merupakan tetangganya sendiri. Suatu hari Keita bertemu dengan perempuan misterius bernama Asuka, anehnya Asuka selalu muncul jika Keita membawa apel merah sebagai bekal makannya saat jam istirahat.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset