Chuko berada di belakang bersama Darman sedangkan bulik Atun di depan membantu mas Effendi sebagai penunjuk jalan mereka sarapan empek-empek yang berada di tepi jalan, Chuko sudah makan di mobil barusan dan dia tidak keluar mobil hanya melihat keramaian saja. Hampir lima jam perjalanan menuju Metro karena banyak perbaikan jalan dimana lalu lintas agak kurang lancar sehingga mereka pada kehausan termasuk Chuko.
Effendi : ” Masih jauhkah bulik Atun ……? ” Effendi menutup pintu dan segera menghidupkan mobil menuju Metro, karena mobil parkir berada di sebelah kiri mengingat rumah makan tersebut sudah menjadi pilihan pejalan yang menuju ke arah Metro ataupun arah lainnya. Bik Atun bingung ada suara yang aneh. ” srak…srek….srak …srek …” bik Atun menoleh ke belakang cuma terlihat Darman dan tak melihat keanehan
Bik Atun : ” Kok terdengar jelas sekali suara srak…srek…srak..srek..itu suara apa Pendi….? ”
Effendi : ” Owh…itu suara pasir…karena mungkin Chuko sedang kencing ataupun pup…bulik…”
Bik Atun : ” Jadi kamu membawa kucing keMetro….?? ” dengan herannya bulik Atun yang melihat kandang Chuko yang berada di jog belakang, Effendi tersenyum saja karena sudah nyaman saja. Yah ternyata Chuko sedang kencing dan membolak balikkan pasir sehingga berbunyi ” srak…srek…srak..srek…” .Bik Atun belum melihat Chuko karena sedang memperhatikan jalan yang banyak lubang dan dialihkan pula jalannya kalau medan terlalu berat, tetapi hanya beberapa meter saja karena jembatan putus.
Effendi : ” Jalannya di alihkan karena jembatan putus…dan dalam perbaikan..”
Bik Atun : ” Kemarin bibi masih lewat jalan itu…kok sekarang sudah ambrol…..tapi ini hanya di belokkan saja kok ke arah Gunung Sugih…nah sekarang kembali ke arah Metro…karena kemarin hujan besar dan sungai tersebut arusnya deras…”
Karena berhenti menunggu simpangan arah yang bergantian Darman mengambil Chuko dan memangkunya. Bik Atun melihat Chuko yang berbulu indah dan memekarkan ekornya yang membuat gemas bik Atun dan meminta Chuko bersamanya , tetapi Chuko tak mau sehingga kerudung bik Atun tersangkut kaki Chuko dan jatuh karena ketarik.
Darman :” Nanti saja bik…biar Chuko santai dulu..karena jalannya buruk …” Bik Atun melihat Chuko yang menggemaskan cuma bisa memandang saja.
Sore hari mereka sampai di Metro di jalan Dahlia, rumah bibik Atun ternyata masih masuk ke dalam dan dekat tiyang listrik PLN sebagai tanda karena ada travonya, bik Atun membuka pintu dan jendela agar suasananya segar. Mas Effendi mengikuti bik Atun sedangkan Darman melihat-lihat suasana ruang tamu yang kotor dan banyak pakaian menumpuk.
Bik Atun : ” Maaf ya Pendi…tempat bulik kotor karena di tempati tenaga kerja yang kosan di sini….” Effendi cuma tersenyum saja.
Effendi : ” Jadi rumah bik Atun di kontrakkan ….? Siapa yang ,mengontrak bik…. ? ”
Bik Atun : ” Itu pemborong yang memperbaiki jalan kereta api…lokasinya di Gunung Sugih …bentar lagi juga mereka pulang …istirahatlah sebentar..bulik mau mempersiapkan makan buat mereka juga dan nanti bulik di bantu bu Nani tetangga depan rumah…la itu orangnya sudah datang…” Terlihat seorang wanita paruh baya seusia bik Atun mendatangi rumahnya dan di sambut bik Atun yang memperkenalkan keponakannya dari Jawa sambil membawa makanan untuk hidangan.
Bu Nani : ” Ini keponakanmu ya…wah gantengnya……” sambil berjabat tangan dengan Effendi dan menyalami Darman juga.
Bik Atun : ” Piye…beres kabeh kan…? ( bagaimana…beres semuakan…? ) ” Bu Nani adalah tetangga kontrakan yang asli Jawa karena ayah ibunya adalah orang transmigrasi dan sudah nak beranak di Lampung dan suaminya bekerja di Palembang.
Bu Nani : ” Makanan sudah siap dan mereka biar langsung makan di tempatku saja ..sedangkan makanan ini untuk tamu kamu mas Effendi yang datang dari Jawa…mas silahkan di incipi makanan bik Nani….!! ” Bik Atun meletakkan bawaan Effendi dan bersama menata barang-barangnya dalam kamar yang disediakan bik Atun. Darman juga membantu dan menata kasur mereka dan selanjutnya mereka mandi karena sebentar lagi pekerja yang kos pulang. Selesai sholat magrib tenaga kerja proyek pada pulang, Chuko berada di dalam kamar sambil makan makanannya sedangkan tenaga proyek langsung menuju rumah bik Nani untuk makan malam dan sebagian ada yang pulang ke rumah bik Nani mereka tak enak karena ada mas Effendi yang menginap di sana. Tapi mereka semua kumpul juga ke rumah bik Nani karena mereka mau rapat dan pimpinan proyek berada di rumah bik Atun di tempat tersendiri di samping kamar Darman. Darman ikut mendengarkan pembicaraan mereka dari dalam kamar dan sesekali keluar untuk minum dan mengambil makanan kecil.
Pelaksana proyek : ” Maaf ya mas Effendi kalau kami mengganggu kenyamanan mas karena berisik ” kata pelaksana proyek tersebut yang bernama Legiman yang berasal dari tanah Jawa
Effendi : ” Gak mengapa…namanya orang kerja ya selalu saja ada yang di bicarakan.. monggo silahkan di lanjut saya tak ke dalam…silahkan …” mandor proyek tersebut melanjutkan pertemuan rapatnya sementara bik Atun berbicara sama mas Effendi tentang kedatangannya sedangkan Darman dan Chuko tertidur di pojok kasur tersebut karena kelelahan. Pertemuan tersebut membahas tentang keadaan proyek yang membutuhkan biaya karena kelihatannya pimpinannya mengalami kesusahan keuangan dan membutuhkan bantuan. Mas Effendi mendengarnya dalam kamar namun kemudian dia berfikir untuk membantunya. Pak Legiman menutup pertemuan tersebut dengan sedih karena uang gajian proyek ke depannya akan sedikit terlambat, selesai pertemuan pak Legiman diajak ngobrol mas Effendi dan membicarakan tentang kesuliatan keuangan dan mas Effendi akan membantunya dengan asuransi yang ada di cabang Bandar Lampung.
Bik Atun senang karena mas Effendi bisa membantu keuangan lewat kantor cabang Lampung yang direkomendasikan kantor sub cabang Metro dengan meninjau lokasi proyek di daerah Gunung Sugih tersebut bersama dua orang tenaga kepercayaan survey asuransi kantor sub cabang Metro tersebut yang memotret kegiatan proyek di sana dan menyuruh mas Effendi membantu surveyor serta menganalisa kredit yang di ajukan pemilik perusahaannya. Chuko menunggu kepulangan mas Effendi bersama Darman sambil melihat mobil proyek yang keluar masuk pekarangan bik Atun. Karena pengadaan proyek tersebut besar maka mas Effendi membantunya mengajaukan langsung ke kantor cabang dan proyek sudah mencapai progres 50% jadi amat sangat membutuhkan dana suntikan tersebut. Mas Effendi berupaya membantunya apalagi dia akan menikah dan butuh biaya yang besar .
Effendi : ” Tak usah kawatir saya akan membantunya sampai mendapatkan keuangan tersebut…”
Legiman : ” Saya hanya minta tolong saja karena saya cuma pelaksana proyek yang memperkenalkan kepada site manager yang bertanggung jawab di proyek tersebut semoga bisa berjalan lancar mas …”
Effendi : ” InsyaAllah pak Legiman nanti yang menghubungi kantor cabang Bandar Lampung karena dia yang memiliki dana besar dan juga mendapat bantuan cabang-cabang sekitar ”
Legiman : ” Aamiin …terima kasih mas Effendi atas kepercayaan sampeyan pada kami dan semoga bantuan kredit segera turun ” rayu pak Legiman kepada mas Effendi.
Effendi : ” Sabar ya pak karena sedang di godog pengajuan kreditnya..sepertinya akan keluar akhir bulan ini…”
Legiman : ” Tapi mas Effendi belum pulang ke Jawa kan…..tunggu sampai clear dan cair ya mas…agar kami tenang…? ” dengan perasaan cemas Legiman ingin mengetahui pencairan proyek tersebut yang akan di buat berbagai macam pekerjaan.
Effendi : ” Iya…saya menunggu sampai selesai juga dan bertanggung jawab dengan pimpinan sampeyan ” Telepon berdering dari hape mas Effendi dari pempinan proyek dan mas Effendi menjauh agar tak terdengar pembicaraan yang penting tersebut terdengar Legiman. Tiga hari kemudian keuangan segera cair dan mas Effendi diundang ke proyek untuk menyaksikan pekerjaan yang perlu biaya tambahan yang sangat urgen tersebut. Akhirnya mas Effendi ke Lampung bersama pemilik proyek untuk pencairan dana proyek di Bandar Lampung. Mas Effendi amat lega dan di dia akan mendapatkan komisi dari kantornya.