8 tahun yang lalu…
“Bim, ayo main futsal. Lo setim bareng gue ya,” kata Ardi sambil menepuk bahu Bimo pelan.
“Ya udah deh, gue ikut aja. Lo liat Bulan gak ?”
“Kayaknya dia lagi main basket deh. 15 menit lagi kita main ya, gue mau beli minum dulu.”
Ardi berlari kecil sambil menenteng bola sepak di tangannya. Sedangkan Bimo pergi ke lapangan basket untuk mencari Bulan. Sejak awal masuk, Bimo, Ardi, dan Bulan memang sudah dekat dan bersahabat. Bulan lebih sering bercerita macam-macam ke Bimo, meskipun Ardi sekarang sudah menjadi kekasih Bulan. Ardi lebih sibuk mengurus macam-macam organisasi dan klub di sekolah, jadi Bulan lebih memilih untuk bercerita banyak pada Bimo dibandingkan ke Ardi yang waktunya hanya terkuras untuk hal-hal itu.
“Lan !” panggil Bimo begitu melihat Bulan yang sedang mendribel bola basket dan dengan keringat yang membasahi hampir seluruh wajahnya.
Bulan tersenyum sejenak ke arah Bimo, lalu meminta rehat sejenak dari permainan. Ia duduk di samping Bimo sambil mengusap wajahnya yang penuh keringat.
“Oi, Bim. Kaga main futsal lo ?”
“Belum Lan. Si Ardi sama anak-anak lagi mau beli minum dulu di kantin.”
Bulan mengangguk-angguk. “Oh iya, sabtu ini gue ada undangan sweet 17 temen SMP gue nih. Gue mau ngajak Ardi sebenernya….” kata Bulan agak malu-malu.
“Ya udah, lo langsung ngomong jujur aja ke Ardi….”
“Dasar nggak peka. Ayolah Bim, bantuin ngomong ke Ardi. Lo tau sendiri Ardi kalo diundang ke pesta gitu pasti ga bakal dateng.” rengek Bulan sambil menggucang-guncang pelan bahu Bimo.
“Iya, iya. Ntar gue bantuin.” Bimo mengacak pelan rambut Bulan sambil tersenyum. Ia tau, bentuk penolakan apapun nggak bakal mempan buat Bulan. Bisa menuruti keinginan Bulan adalah suatu kesenangan tersendiri bagi Bimo, ia hanya tersenyum sambil memandangi wajah Bulan.
‘Gue pengen jadi orang yang selalu lo liat Lan… Kapan lo bakal bener-bener bisa ngeliat gue Lan ?’ Bimo hanya sanggup berkata dalam hatinya. Ia nggak mau menjadi pihak yang egois dan membuat persahabatannya hancur. Jika kita benar-benar mencintai seseorang, maka yang menjadi prioritas kita adalah kebahagiaan dia semata.
“LANNNNN !”
Sebuah teriakan histeris memecahkan lamunan Bimo. Ia melihat Bulan oleng dan terjatuh gak jauh dari tempatnya duduk. Bimo buru-buru berlari dan berusaha masuk ke dalam gerombolan siswi yang tadi bermain basket.
“MISI ! GUE ANAK PMR !” Bimo tau teriakannya akan berefek banyak. Terbukti banyak orang yang menyingkir dan berusaha untuk memberi jalan pada Bimo. Padahal kalo boleh jujur, Bimo bukanlah anak PMR, ia juga gak bisa memberikan pertolongan pertama pada orang yang sedang pingsan. Tapi modal nekat buatnya sudah lebih dari cukup.
“Lan bertahan, gue bakal nolongin lo.”
Bulan tersadar ketika hampir 3 jam pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Begitu sadar, Bulan hanya bisa merasakan perutnya sakit dan kakinya terasa kaku.
“Lan, lo gak boleh ke mana-mana dulu. Istirahat aja. Gue panik ngeliat lo pingsan begitu aja,” kata Bimo sambil mengambil tempat duduk di samping Bulan.
“Maaf. Gue nggak tau bisa tiba-tiba gitu….”
“Udahlah gakpapa. Pasti lo kecapean banget ya, ada bagian mana yang sakit ?” tanya Bimo sambil memegang kedua kaki Bulan.
“Jangan pegang-pegang gue, dasar sengaja ! Oh iya Bim, Ardi mana ?”
“Dia lagi beli bubur di depan rumah sakit, gue di suruh jagain lo dulu.”
Bulan mengangguk-angguk. Sebenarnya ada rasa penasaran yang membuat Bimo ingin bertanya pada Bulan, apakah apapun yang dikatakan dokter sebelum Bulan sadar itu benar ? Tapi jika ternyata, Bulan bahkan nggak mengetahuinya, apa yang harus dilakukannya ?
“Bim, nggak usah natap gue dengan tatapan kasian gitu…”
“Bukan gitu Lan…”
“Gue udah tau soal penyakit gue Bim, jadi lo nggak perlu natap gue seolah gue bakal mati besok. Im fine now.”
“Lan….”
“Udahlah Bim, lo nggak usah ngasih gue tatapan iba. Gue mau lo rahasiain ini dari Ardi, dia sama sekali nggak boleh tau.”
Bimo menyerah, percuma juga ia memaksakan kehendaknya pada Bulan. Ia terlalu mencintai Bulan, bahkan lebih dari sahabat, dan begitu Ardi datang sambil menenteng seplastik bubur ayam, ia tau…. kini saatnya ia menyingkir dan memendam perasaannya sendiri.