“Ngh.. Maaf aku nggak bisa”
“Tunggu.. Kenapa? Kenapa nggak bisa??””Kamu tuli yah? Aku udah bilang kalau aku punya kekasih..”
Bilang apa?? Kekasih?
Bukankah kamu bilang kamu sendiri,barusan..
Aku dengar! Aku masih ingat!!
Kamu yang sebelumnya bilang kamu nggak punya kekasih.. Kan?
…..kan? Siapa yang salah?
“Berhentilah mencari perhatianku.. Lalu berhentilah menyukaiku” kata Delia siap pergi meninggalkanku sendirian di ruangan kami.
Chapter 16 | Her truth
Apa aku yang salah dengar? Nggak mungkin..
“Woi.. Pagi-pagi udah murung!?? Melamun apa?” Sapa Mia menarik kemejaku menepi ke tempat duduk di sekitar kami.
“Nggak apa-apa.. Setiap hari juga seperti ini kan?” Balasku sudah duduk bersama dengan dia.
“Iya juga,kenapa kamu murung terus? Aku hampir liat kamu seperti ini,setiap harinya..”
Setiap hari? Mia.. Aku cuma bercanda, apa kamu serius??
Bukan kah ini kali pertamanya aku seperti ini?
Seperti hilang tujuan.. Seperti… Sangat kecewa- atau putus asa.
“Kenapa sih? Seperti baru ditolak Delia saja.. Kamu nggak sungguhan menembaknya,kan?” Tanya Mia.
“Apaan sih.. Jelas nggak mungkin lah,dia udah punya kekasih..” Jawabku hanya lari dari kenyataan yang terjadi kemarin sore.
“Ahauaa.. Akhirnya kamu sadar juga, sudahlah.. Delia sudah bahagia dengan kekasihnya,jadi berhentilah mendekatinya” jawab Mia.
Tunggu!! Kamu serius!?
Kamu yang sejak pertama mendukungku untuk menyatakan perasaanku pada Delia,kan?
Kamu juga nggak pernah memberi tau ku kalau dia sudah punya kekasih..
Apa-apaan ini!? ….apa-
…..
Dunia di sekelilingku.. Kenapa berubah seperti ini?
“Mmh.. Aku juga suka dirimu,Raka.. Jadilah kekasihku”
Iya,kan?? Dia bilang seperti itu kan kemarin sore…
Aku nggak mungkin salah dengar,
“Raka,apa-apaan ini!!? Jangan bawa masalahmu ke tempat kerja!” Marah Delia padaku di depan beberapa rekan kami yang kebetulan masih berada di ruangan.
“Apa!? …kamu punya masalah!?” Balasku sama kerasnya padanya.
“Sehari ini aku udah urus ulang 4 klienmu yang minta revisi… Ini yang kamu sebut kerja!?”
“….hahh!!? Kenapa!? Tangamu lelah mengurus 4 klien!!?”
“Hoi.. Raka!? Apa-apaan kamu??? Jangan bentak Delia seperti itu” tegur salah satu rekanku dari mejanya.
Kenapa!? Apa ada orang di ruangan ini yang sama gilanya seperti Mia?
Kalian mau bilang kalau seperti ini lah pekerjaanku setiap hari??
Nggak becus mengurus klien dan selalu merepotkan Delia??? Setiap hari??
…….
Ahh.. Barusan dia panggil ‘Delia’…?
Apa itu kenyataan di dunia ini…?
“Beraninya kamu bilang seperti itu ke rekan yang sudah membantumu..” Delia kembali bicara.
“Rekan…? Kamu??? Membantuku? Haa!!!?”
“Kamu sudah gila yah,Raka!? Etikamu nggak pernah berubah sejak dulu!”
“Ya!! Aku gila! Aku baru saja ditolak oleh perempuan yang kusukai!”
Woh,benar juga… Aku ingat sesuatu..
“Hey,perempuan!?” Panggilku kasar ke arah Delia yang sudah berpaling muka.
“………”
“Delia yang mana kamu ini?? Si senior menejer atau si asisten menejer!??” Tanyaku langsung.
Aku ingat mimpi itu.. Satu mimpi yang terasa sangat nyata.
Jadi Delia adalah rekan kerjaku…
Lalu… Siapa aku? Apa posisiku??
…..
Hari senin besok.. Bukannya Delia akan mengajukanku untuk naik kales?
Tapi Delia tidaklah sama saat ini.. Lalu siapa??
Siapa si senior menejer yang akan memutuskannya?
Siapa yang akan memutuskan kelanjutan kontrakku di kantor ini..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
3 hari kemudian..
“Mintalah maaf ke Delia sebelum kamu pergi.. Raka” Mia menasehatiku saat ku pamiti pergi.
“Dia nggak butuh kata maafku.. Lagi pula aku harus sibuk mencari pekerjaan lain mulai sekarang” jawabku mengajaknya bersalaman.
Perempuan itu.. Apa dulu pernah bilang kalau kenaikan kelasku sudah tak bisa dihindarkan,yah?
Kenyataannya… Aku sudah rusak selama ini.
Jadi apa yang dia katakan waktu itu?
Pemecatanku hari ini sudah nggak bisa dihindari lagi,begitu?
……
Siapa yang memecatku??
Fuuu… Pasti pimpinan menejer,lah.
Lalu siapa yang menilaiku? Delia,kan??
Kalau dia adalah rekan kerjaku… Bukankah seharusnya orang lain.
…..
Senior grup di tempatku dan Delia bekerja..
Siapa dia?