Hai Ibu, Aku Terbiasa Membencimu episode 1


Suatu ketika aku bertanya pada diriku sendiri apakah aku pernah mengalami sesuatu … sesuatu yang begitu menyakitkan dan tak terlupakan yang terukir sangat dalam hingga sampai ke tulang.

Dan aku terus memikirkan pertanyaan itu dengan hati hati.
Sebenarnya, hidupku biasa saja atau malah mungkin bisa dibilang terlalu biasa.

Namun itu mungkin karena aku masih muda dan tak mengerti tentang rahasia dunia ini.

Tetapi setelah berpikir lebih serius, sepertinya aku pernah benar-benar membenci satu orang.

Ibuku.

——————————————————————————

Aku berumur empat tahun saat itu.

Kenangan tidak begitu jelas terlihat di benakku, Aku bahkan tidak bisa mengingat seperti apa wajah ayahku bahkan setelah dia meninggal.

Aku hanya bisa mengingat beberapa hal.

Ayah dalam ingatanku adalah seorang yang sangat – sangat galak.

Dia akan menggunakan sesuatu seperti tongkat bambu dan memukulku sampai aku berguling-guling di lantai karena kesakitan.

Ketika aku tidak patuh, dia akan mengikatku ke pohon dan tidak akan membiarkan siapa pun melepaskanku.

Dia akan selalu membeli buku-buku murah yang harganya 200 rupiah untukku, dan memerintahkanku untuk menulisnya dari halaman depan ke belakang.

Yang dia lakukan hanyalah membuatku menangis, Aku benar-benar tidak tahu apa jalan pikirannya.

aku hanya berpikir bahwa ayah lain akan memukuli anak-anak mereka juga.

Namun, ibu mereka pasti akan membantu mereka.

Sementara ibuku hanya selalu melihat dari jauh.

Jadi, aku mulai membencinya.

——————————————————————————

Aku pun menginjak usia tujuh tahun.

Tiga tahun setelah ayahku meninggal, dia masih tetap seorang janda.

Sendirian, dia membesarkanku dan adik laki-laki, yang dua tahun lebih muda.

Aku sering jatuh sakit dan itu akan selalu membutuhkan waktu yang lama untuk pulih, jadi dia harus berlari ke mana-mana untuk mencari dokter.

Dia mungkin kehabisan uang kalau terus seperti itu.

Jadi, dia mau tidak mau terus berlutut di depan kakek. Kakek dari pihak ayahku.

Hingga kakek memberinya 10 ribu untuk terakhir kali dan menyuruhnya untuk mengembalikan nanti.

Teman dan kerabat bersembunyi dari kami, tidak peduli jika kami hidup atau tidak.

Aku masih muda dan tidak tahu waktu itu.

Aku selalu merasa bahwa ibu orang lain punya banyak uang.

Tapi ibuku sangat miskin sehingga dia harus meminjam uang dari mana-mana.

Jadi, aku membencinya.

——————————————————————————

Mungkin saat itu aku berumur sepuluh tahun.

Guru baru di sekolah terlihat sedang mencatat sesuatu.

Kemudian dia bertanya tentang nama ayah kami satu per satu.

Selama ini aku hanya tau nama ibuku saja, jadi aku tidak tahu harus berbuat apa.

Hingga guru itu bertanya padaku, “Bagaimana kamu bahkan tidak tahu siapa nama ayahmu sendiri?”

wajahku merah dan makin memerah karena malu, kemudian aku mendengar seorang gadis dari kampung yang sama berteriak, “Dia tidak punya ayah!”

Dalam sekejap, semua anak-anak di kelas tertawa terbahak-bahak.

Aku melihat ekspresi bersalah sang guru.

Namun, Aku adalah orang yang hanya menundukkan kepalanya saat itu.

Itu semua kesalahan ibuku karena tidak pernah menyebutkan siapa nama ayahku.

Ibu, aku sangat membencimu.

——————————————————————————

Aku seperti menjadi hantu penunggu di sekolah.

kelas telah selesai dan diluar hujan sangat deras, banyak teman sekelasku lupa membawa payung.

Aku berusia sekitar dua belas tahun saat itu, dan Aku terus melihat anak-anak lain dijemput oleh seseorang yang membawa payung.

Aku terus menunggu dan menunggu, tetapi tidak ada yang datang.

Anak-anak lain memiliki ibu yang muda, cantik dan kaya, dan mereka terlihat sangat bersih.

kecemburuan memenuhiku ketika aku melihat mereka dari belakang.

Namun, setelah waktu yang sangat – sangat lama ibuku akhirnya datang dengan penuh semangat dengan payung. Dia sangat tua, sangat jelek, dan dia sangat kotor.

Semua orang mengira nenekku datang menjemputku.

Aku yang masih muda benar – benar dibuat malu oleh ibuku, jadi aku menundukkan kepalaku dan berjalan sejauh mungkin darinya.

Tapi dia buru-buru bergegas, memegangi payung di atasku dan meminta maaf.

“Apa yang salah? Apakah kamu marah? Ibu tidak bermaksud untuk datang selarut ini. Ibu terburu-buru dan tidak sengaja jatuh… ”

Aku melihat lengannya berdarah.

Benar – benar ibu yang ceroboh.

Aku sangat membencimu, lebih baik kamu mati saja

——————————————————————————

Ketika kakekku ( dari Ibu ) meninggal, Aku berusia sekitar empat belas tahun.

Aku yang ketakutan bersembunyi di bawah meja dan menangis konyol.

Adik laki-lakiku terus menangis , sementara sepupuku yang lebih tua berlutut di depan jenazah kakek sedangkan bibiku mondar mandir dengan wajah yang murung campur gelisah seperti mencari sesuatu.

Jadi, Aku bersembunyi di bawah meja sepanjang hari di loteng rumah.

Ketika bibi menemukanku, bibiku berkata, “Ririn, mengapa kamu bersembunyi di sini? Pergi dan tenangkan ibumu, dia sudah menangis sangat lama dan tidak ada yang bisa menghiburnya. ”

Aku merangkak keluar dengan gemetar dan turun ke bawah.

Hanya untuk melihat bahwa ada wajah yang sangat – sangat bersedih disana, dia menangis sampai dia jatuh pingsan ke lantai. Dia berguling maju mundur, seperti anak kecil yang mengamuk permennya diambil.

Ketika kakekku dipindahkan ke mobil jenazah, emosi gelisahnya berubah menjadi histeria yang meledak-ledak.

Semua orang menangis, tetapi aku masih berdiri.

Bagaimana bisa dia hanya berbaring di lantai begitu saja?

Benar – benar memalukan, dia tampak sangat kekanak-kanakan.

Ibuku yang bodoh sangat menyebalkan.

——————————————————————————

Dalam sekejap mata, beberapa tahun berlalu dan aku telah berumur enam belas tahun.

Aku masih muda, suka memberontak dan penuh kecerobohan.

Ibu semakin tua, tapi aku kini berada di puncak masa mudaku.

Jadi aku bertengkar dengan dia setiap hari, siang dan malam.

Aku benci kekhawatiran dan omelannya yang buta, jadi aku mulai pulang telat dan bergaul dengan anak-anak liar.

Dia berusaha membuatku jauh dari teman – temanku.

Sms terus membanjiri ponselku, membujukku untuk pulang jika aku belum pulang saat larut malam.

Huh! Aku pun akhirnya pulang dengan kesal.

Jam 3 pagi dini hari.

Ketika aku membuka pintu.

Aku melihat dia gelisah duduk di pintu masuk diatas sebuah bangku kayu tua yang rapuh.

“Kamu darimana?”

Ibuku.

Aku tak menjawab sepatah pun. Dia terlalu mengekangku hingga aku tidak dapat bergerak bebas.

Aku sangat membencimu Ibu.

——————————————————————————

Ketika aku berusia sekitar 21 tahun, Aku menyadari bahwa setengah dari rambut di kepalanya telah memutih.

Aku mulai terjun ke masyarakat dan mulai bekerja, hehe.

Baru kemudian aku menyadari betapa sulitnya mendapatkan uang. Berpikir kembali pada tahun-tahun di mana aku meremehkannya karena miskin, aku pergi ke pasar dan membeli piyama untuknya dan memberikannya langsung padanya.

Kebahagiaannya menerima hadiah pertama dariku akan berlangsung sampai beberapa tahun.

Dia akan selalu membanggakan bahwa putrinya sangat berbakti.

Dia akan berbicara tentang bagaimana putrinya begitu menyayanginya.

Ibuku……. Dia hebat dalam menipu dirinya sendiri.

Aku benar-benar membencinya.

——————————————————————————

Ketika aku berumur dua puluh lima tahun, aku mulai berpacaran dengan seseorang.

Dia melihat pacarku ke atas dan ke bawah dan bertanya-tanya tentang keluarga dan latar belakangnya sebelum dia bisa tenang.

Sebelum dia berani menyerahkan aku kepadanya.

Ketika aku mengunjungi rumah pacarku, saat itulah aku akhirnya menyadari apa sebenarnya arti dari keluarga itu.

Aku pun kembali larut ke dalam ingatanku sekali lagi, dan ingat betapa jelek dan kumalnya ibukku saat itu.

Aku pun membelikannya beberapa produk makeup.

Menempatkan makeup itu ke tangannya.

Hanya untuk melihat bahwa rambutnya telah memutih.

Sebenarnya, aku tidak terlalu membenci ibuku.

——————————————————————————

Pada usia 30 tahun, aku tidak lagi berani mengingat kembali kenanganku di masa lalu. Aku tidak berani menatapnya, Aku juga tidak berani memikirkan hal itu.

Aku punya anak perempuan sekarang, dan ketika aku sedang melihatnya tidur nyenyak, pada saat itulah akhirnya aku mengerti apa yang ibuku rasakan untukku.

Jadi beginilah rasanya.

Apa sebenarnya cinta ibu itu.

Dia sudah berusia enam puluh tahun ini. Rambutnya putih dan giginya hilang.

Namun, ketika dia menatapku, dia masih berseri-seri.

Orang-orang mulai mengabaikannya ketika dia berjalan di jalanan, dan keluarga kami mulai merasa kesal ketika dia di rumah.

Tapi aku menyadari satu hal …

Sebenarnya, dia tidak terlalu menyebalkan.

——————————————————————————

Pada usia 35, Aku mulai menemaninya lebih sering.

Hanya untuk melihat pendengarannya yang semakin memburuk, Aku harus mengulang sendiri beberapa kali untuk setiap kalimat yang aku ucapkan.

Kebiasaan buruk yang dia gunakan belum berubah sedikit. Ketika aku terlihat lelah, dia mulai menangis tanpa peringatan.

Aku terus mengatakan padanya untuk memperlakukan dirinya lebih baik, untuk merawat tubuhnya lebih baik.

Tetapi dia berkata, “Ah? Ibu sudah makan. Apakah kamu sudah makan?”

Aku berkata, “Jaga diri ibu baik-baik, jangan terlalu lelah.”

Dia berkata, “Apa? kamu ingin ibu masakan mie? Baiklah baiklah…”

Aku melihatnya menggerakan tubuhnya yang sudah lemah itu.

Dia mulai sibuk di dapur.

Tiba-tiba, air mata menetes dari mataku.

Sebenarnya, Aku tidak membencinya lagi.

Aku hanya berharap dia bisa mencapai hari ulang tahunnya yang ke 80.

——————————————————————————

Usianya telah genap 80 tahun.

Aku pun sudah berambut putih saat itu.

Putriku tidak patuh, dan putraku suka membuat keributan.

Baru kemudian aku menyadari betapa sulitnya dia pada tahun-tahun itu.

Tapi suamiku masih ada dan keluargaku bahagia.

Ibuku saat itu …

Dia membesarkan dua anak sendirian!

Ketika aku melihat jenazah itu diturunkan dan menyatu perlahan dengan bumi, air mata mengalir di pipiku.

Aku menangis.

Seolah-olah hatiku dicabik-cabik, Aku sangat gelisah hingga aku mulai berguling-guling di tanah.

Aku tidak mau, aku menolak untuk menerima kenyataan. Aku tidak bisa menahannya sama sekali.

Aku bertindak dengan cara yang sama seperti ketika ayah memukulku sewaktu kecil.

Cara yang sama seperti ibuku ketika kakek dimakamkan.

Aku menangis, aku membuat keributan.

Pada saat itu, aku menyadari.

Bu, aku sangat menyayangimu.

Aku sungguh, sangat menyayangimu.

Aku sangat mencintaimu.

——————————————————————————

Ibuku.

Dia hanyut menjalani kehidupan demi aku dan adiku, dan merasakan segala macam penderitaan di dunia ini untukku.

Ketika dia makan di luar, dia selalu memakannya sedikit dan membawa tas plastik sehingga dia bisa membawa kembali makanan untukku.

ketika aku melihat biskuit yang ada di tangan anak-anak lain.

Dia akan keluar untuk membeli secara rahasia dan melihatku memakannya dengan senyumnya yang lebar.

Aku terlalu sembrono ketika aku masih muda.

Aku tidak pernah menyadari betapa sulitnya dia tanpa suaminya.

Aku hanya tahu betapa sulitnya bagiku tanpa ayah.

Tapi aku lupa bahwa dia membesarkan dua anak tanpa suaminya di sisinya!

Ibu, aku dulu membencimu.

Tapi sekarang, kamu menghilang dalam sekejap mata.

Aku sangat ingin bertemu denganmu.

Aku ingin memberi tahu padamu semua yang ku simpan di hati.

Sebenarnya.

Aku sayang…

Tahukah kamu, bahwa aku sangat menyayangimu?

Apakah kamu terluka olehku?

Sekarang, ketika putriku menulis sebuah cerita , dia mengisi buku itu dari halaman depan ke belakang.

Sekarang, biskuit yang dulu aku biasa makan itu harganya 5000 rupiah.

Tapi rasanya masih sama.

Seperti yang kamu beli saat itu.

Kenapa aku…

Tiba-tiba ingin sekali bertemu denganmu?

——————————————————————————

Hidupku biasa saja atau malah mungkin bisa dibilang terlalu biasa..

Tapi……aku tidak pernah mengalami rasa sakit atau penderitaan yang luar biasa yang mengguncangkan hidupku.

Aku hanya membenci satu orang dalam hidupku.

Aku hanya menyukai satu orang itu dalam hidupku.

Ibuku.

Tunggu beberapa tahun lagi, dan aku akan mengejarmu dan kembali bersamamu.

Saat waktunya tiba.

Aku ingin memanggilmu lagi, Ibu.

——————————————————————————

Aku akhirnya menjadi seorang nenek, Gadis kecilku yang dulu sangat bandel kini telah melahirkan seorang anak lelaki.

Aku melihatnya tumbuh lebih bijaksana, dan dia mulai mencuci pakaian dan memasak untukku.

Dalam sekejap mata, tiga tahun berlalu dan aku menemani cucuku dengan senang hati.

Pendengaranku mulai memburuk, dan suara putriku mulai tidak jelas.

Aku terkadang menutup mataku sesekali.

Dan melihat ibuku.

Dia menungguku dalam mimpiku.

——————————————————————————

Pada akhirnya.

Setelah memikirkannya dengan hati-hati.

Ibu.

Sepertinya aku berhutang sesuatu padamu.

Sebenarnya, aku sangat mencintaimu.

Dan aku minta maaf padamu.


Hai Ibu, Aku Terbiasa Membencimu

Hai Ibu, Aku Terbiasa Membencimu

Score 7.9
Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2018 Native Language: Indonesia
Suatu ketika aku bertanya pada diriku sendiri apakah aku pernah mengalami sesuatu ... sesuatu yang begitu menyakitkan dan tak terlupakan yang terukir sangat dalam hingga sampai ke tulang. Dan aku terus memikirkan pertanyaan itu dengan hati hati. Sebenarnya, hidupku biasa saja atau malah mungkin bisa dibilang terlalu biasa. Namun itu mungkin karena aku masih muda dan tak mengerti tentang rahasia dunia ini. Tetapi setelah berpikir lebih serius, sepertinya aku pernah benar-benar membenci satu orang. Ibuku.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset