Ternyata dugaanku salah, orang-orang fanbase begitu kalem dan setelan mereka sangat elegan. Reza langsung menyapa mereka satu persatu, aku hanya mengangguk saja dan berkenalan dengan mereka. Belum semuanya datang ke acara gathering ini, kata Reza jika mereka berkumpul semua jumlah mereka ada dua puluhan orang. Jumlah yang menurutku cukup besar bagi sebuah grup Dearest yang baru debut setahun.
Kami berdua duduk, Reza memilih meja yang cukup besar. Acaranya belum dimulai karena menunggu dua admin yang merangkap sebagai ketua sekaligus pendiri fanbase ini. Aku dan Reza mengobrol santai kurang lebih 15 menit sampai akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba. Dua admin ini sepasang laki-laki dan perempuan, mereka saling sapa dengan teman yang lainnya baru mereka duduk didepan kami.
“Za, ini temen kamu?” kata laki-laki berpakaian sweater abu.
“Iya Go, kenalin ini temen saya Fadli,” gaya bicara Reza berubah ketika berbicara di fanbase ini, lebih sopan.
Aku berkenalan, yang laki-laki bernama Daigo dan yang perempuan bernama Rida. Mereka berdua menjabat sebagai ketua sekaligus admin, namun untuk urusan translate diserahkan kepada Rida sedangkan Daigo lebih banyak memposting foto maupun video raw. Daigo ini seperti nama orang Jepang, padahal dia asli orang lokal sini. Setelah berbincang sebentar Daigo izin pamit karena harus memulai acara gathering. Sekarang tinggal aku, Reza, dan Rida.
“Rida aku kan udah ngechat sebelumnya tapi ga enak kalau ga ngomong langsung, jadi begini…aku minta bantuan kamu buat ngajarin temen aku ini Fadli bahasa Korea. Yang simpel aja kaya bahasa obrolan sehari-hari, soalnya dia bulan depan mau ke Korea.”
“Oh gitu, ya aku sih mau yah bantu apalagi sama-sama penggemar Dearest. Kalau boleh tau dalam rangka apa nih? Jalan-jalan?” keningnya tertutup poni, dari mukanya terlihat dia lebih muda daripada aku dan Reza.
“Ya..jalan-jalan.., hehe…Fad ngomong donk?!”
“Kalau ga ngerepotin sih itu juga, hehe..” aku tertawa nanggung agar suasana tidak terlalu canggung.
Setelah mengobrol sebentar ternyata Rida ini baru saja masuk kuliah semester 2, pantas saja terlihat lebih muda. Dia mengerti dan bisa bahasa Korea karena saat sma dia mengikuti kursus bahasa Korea dan pernah juga pergi ke sana. Dia juga sangat mengidolakan Alice, menurutnya suara Alice itu sangat bagus dan bisa membuat hatinya tenang.
“Kalau Ka Fadli seneng sama siapa di Dearest?” Rida menanyakan siapa biasku.
“Aku sih senengnya…Hana..soalnya..,” Reza memotong pembicaraanku.
“Soalnya mirip mantan..eh udah balikan belum?” lelucon Reza mampu membuat Rida tertawa.
Lalu kami bertiga diajak bergabung oleh Daigo, akhirnya kami semua makan bersama sambil membicarakan Dearest. Beberapa meja disatukan agar tidak ada orang yang terpisah duduknya, hampir sejam lebih kami semua berkumpul dan saling bercerita. Saat ingin pulang Rida memberikan nomornya kepadaku, jadi dalam sebulan ini Rida mau membantuku tuk belajar bahasa Korea tiga hari dalam seminggu. Karena mencocokan jadwal kuliahnya dan kuliahku, jadi dalam 12 kali pertemuan setidaknya aku bisa mengobrol dalam bahasa Korea sederhana.
Rida ini sangat baik dan berdedikasi tinggi, bahkan di luar waktu tiga harinya itu dia sering membantuku lewat video call dan chat ringan. Awalnya terasa susah karena aku tidak terbiasa dan pengucapannya yang menurutku lebih sulit di banding bahasa Jepang. Tidak terasa sudah satu bulan ini aku serius mempelajari bahasa Korea lebih tepatnya bahasa sehari-hari mereka ketika berbincang satu sama lain.
Memasuki awal September aku mendapatkan pesan dari Bu Dewi, aku disuruh menghadap ke kantornya. Saat berada di kantornya Bu Dewi menjelaskan bahwa kepergian pemenang akan dilakukan saat tanggal 11 September. Di sana Korea sendiri jatah waktu kami tiga hari dua malam, lalu Bu Dewi menjelaskan lagi detilnya sambil memberikan kertas rundown acaranya. Pemenang hanya disuruh membawa paspor dan visa sedangkan tiket dipegang tim ochazama.
Lalu aku memberitahu Reza, dia senang bukan main. Karena kata Reza kemungkinan aku bisa mendatangi event Dearest semakin besar. Aku juga disarankan membawa hadiah kalau-kalau memang bisa datang ke event Dearest. Sehari sebelum berangkat Reza mengajakku untuk bertemu dengan Rida di caffe tempat gathering waktu itu. Reza sudah berada di dalam dengan Rida, aku datang sedikit terlambat.
“Kok Ka Fadli ga bilang sih kalau mau ke event Dearest?” aku langsung diterpa pertanyaan seperti itu.
Pasti ulah Reza yang selalu comel, ”Engga, ini emang mau jalan-jalan cuman kebetulan aja waktunya barengan sama jadwal mereka. Masih belum tahu bisa apa engga ke event mereka.”
“Gimana Fad udah lancar?”
“Lumayan lah Ka Reza, kalau obrolan sederhana udah bisa iya kan Ka Fadli?”
Aku mengangguk lalu memperlihatkan hasil belajarku, mereka berdua malah tertawa. Lalu Fadli memberikan aku tiga buah photobook dari mini album Dearest. Ketiganya punya Reza, Rida, dan Daigo. Sebenernya Rida tidak enak melakukannya tetapi Reza memaksa hitung-hitung sebagai balas budi sudah mengajariku bahasa Korea, begitu katanya. Lagi-lagi aku tidak menjanjikan bahwa aku akan datang ke event mereka.
“Rida boleh minta tolong sekali lagi ga?”
“Iya Ka minta tolong apa?” aku memberikan selembar kertas yang sudah aku isi dengan tulisan, Rida membacanya. “Ih…so sweet banget kak, tapi ini beresiko lho,” Reza ikut membacanya.
“Iya gapapa, tolong tulisin pake abjad Korea yah Rida nanti mau aku kasih ke Hana.”
“Katanya ga janjiin tapi minta ditulisin surat cinta luh,” nada mengejek. “jeles gw, coba aja kalau tempo hari gw beli teh ochazama yang rasanya sama kaya eluh Fad, gw juga bisa kayaknya berangkat ke sana,” dengan muka memelas.