Janur Kuning episode 10

Tumbang Lagi

Selesai mandi aku bersiap dan langsung mengurus administrasi untuk mamak. Ini kulakukan karena ayah berpendidikan rendah dan tidak mengerti hal semacam ini. Setelah sampai diruang admin kulihat ada dua orang petugas perempuan yang melayani. Saat sampai diruangannya, mereka langsung kuberitahu nama dan beberapa lembar dokumen tentang mamak, pelayanan pagi itu agak lambat dalam memprosesnya. Ketika sedang menunggu agak lama, aku putuskan untuk duduk sementara dikursi tunggu depan ruang itu. Beberapa menit kemudian nama mamakku dipanggil untuk membayar, selesai membayar aku memberanikan diri untuk bertanya kepada mereka, tetang hal yang menjadi ganjalan selama aku tinggal dirumah sakit ini…

“Bu sebenarnya saat tengah malam ada yang menangis itu siapa?” Tanyaku dengan rasa penuh penasaran kepada mereka.

“Dimana bang?” Jawab petugas perempuan yang sedang menghitung uang ditangannya.

“Itu bu, disebelah kamar mayat yang depannya ada pohon beringin.” Tanyaku lagi

“Ooohhh biasa itu bang, rata-rata semua orang yang disini sudah tahu.” Jawabanya petugas perempuan yang setengah cuek kepadaku

Dalam hati ‘aku tak menyangka betapa terkenalnya hantu perawat itu sudah menjadi buah bibir disini. Syukurnya hari ini aku sudah pulang.’

“Memang abang pernah ketemu hantunya” Tanyanya yang mulai serius dan menatap kearahku serta menghentikan kegiatannya sejenak.

“Iya bu, tadi malam dia mendatangiku sampai kamar, ia mengatakan terus minta tolong begitu bu.” Jawabku yang mengadu kepada mereka berdua

Petugas yang menghitung uang itu hanya menggelengkan kepalanya sambil berbisik dan menyenggol pelan pundak rekannya yang lagi menulis kuitansi ”mulai berulah lagi hantu Rina itu”. Petugas yang menulis hanya diam dan ikut menggelengkan kepala saja. Selanjutnya Petugas yang habis menulis tadi memberikan kuitansi lunas kepadaku. “ini bang, simpan baik-baik.” Katanya. “Iya bu” jawabku singkat.
“Tak apa bang, hari ini abang kan sudah pulang jadi nanti malam abang sudah tidak dengar lagi tangis mantan rekan kami yang sudah menjadi hantu itu” sahut petugas perempuan yang sebelumnya menghitung uang tadi.

Aku hanya menatap heran, dan penuh tanya mengapa juga hal demikian mereka jadi terbiasa dengan keadaan ini. Tanpa pikir panjang kakiku berjalan langsung kembali kekamar dan membuang rasa takut akan tangisan hantu itu, aku ingin secepatnya membawa mamak untuk cepat pulang. Sampai dikamar ternyata semua barang tertata rapi dan sudah siap untuk pulang. “Ayok bang”. Kata ayah mengajakku pulang. Akhirnya Kami semua keluar ditemani dua petugas pria yang mengantar dengan mendorong ranjang mamak sampai depan rumah sakit.
Saat kami semua sudah masuk mobil, perasaanku mulai lega dan sedikit tenang. Beberapa jam kemudian kami semua sudah sampai dirumah. Sesampainya kami secara umum beberapa tetangga dekat dan jauh mulai datang untuk menjenguk mamak, tapi namanya dipedalaman tetangga yang dekat serta jauh pun cuma sedikit. Waktu menjelang sore para penjenguk dirumah sudah mulai pulang satu persatu. Sampai akhirnya jam tujuh malam rumah kami kembali sepi seperti biasa.

Waktu beranjak Malam, suasana dan sikap ayah semakin aneh tapi aku tak tahu apa penyebabnya, padahal ayah tiap hari juga tidur di rumah. Malam itu kami berempat tidur diruang tengah, dengan posisi berjajar rapi lesehan beralaskan kasur. Posisinya aku berbaring disebelah kanan mamak serta ayah, sedang Niko disamping kirinya. Saat Punggungku mulai menyentuh kasur langsung terasa nyaman dan berharap bisa tidur lelap malam ini karena lama tidak tidur dikasur. Kulihat dalam tidur terlentang Jam dinding sudah menunjukkan waktu pukul sepuluh malam, sekilas kuamati mereka dari samping yang sudah lelah bersiap tidur tanpa memasang selimut. Sesaat mata mulai terpejam, tangan ayah mengelus pelan pundak kananaku…

“Bang, sudah ngantuk”. Kata ayah lirih

“Iya yah.” Jawaku sambil menguap

“Kalau ada apa – apa dirumah ini jangan dihiraukan, atau setidaknya abang beritahu ayah.” Terang ayah

“Memang ada apa yah?” Tanyaku penasaran sembari menahan kantuk.

“Gini bang, sejak ayah dirumah sendirian banyak penampakan dan suara-suara aneh dirumah bang.” Jawab ayah yang membuatku takut.

Mungkin nasibku habis dirumah sakit sebulan diganggu dengan hantu perawat, dirumah malah ditakuti lagi sama ayah. Aku gak habis pikir apa yang sebenarnya terjadi dirumahku ini.

“Tapi tenang saja bang, ada ayah juga disini, besok abang sama Niko sekolah saja. Biar besok ayah yang jaga mamak.” Perintah ayah

Iya juga aku sudah lama gak sekolah hanya beberapa kali dijenguk sama temen, tapi guru-guru sama intan juga tak ada kabar sama sekali dalam sebulan ini.

“Iya yah” Jawabku langsung membetulkan posisi untuk mulai tidur dengan nyaman.

Disaat tidurku sangat lelap sayup-sayup aku mendengar suara pelan dari kamar mandi …

“Kricik..kricik..kricik…(suara air dari kran)

Suara ini cukup lama kudengar tapi setelah itu berhenti, dan setelah itu suaranya muncul kembali. Suara ini berulang kali dari kamar mandi seolah olah kran itu dibuat mainan. Dalam keadaan setengah sadar aku berpikir ada salah satu anggotaku yang kekamar mandi, tapi setelah aku sedikit membangunkan kepalaku, dengan menoleh kekanan dan kekiri kulihat semua anggota keluargaku masih lengkap tidur dikamar tengah ini. Dalam keadaan terjaga sendirian dan perasaan takut akhirnya aku biarkan saja dan melanjutkan untuk tidur kembali.

***
Nyanyian kokok ayam mulai terdengar dipagi hari selesai subuh, aku yang terbangun bersiap dengan cepat untuk memulai kegiatan dipagi hari. Hari itu aku kembali sekolah dengan Niko, sewaktu di sekolah aku sempat berpapasan dengan Intan tapi ia seolah tak mengenalku sama sekali. Sikap dan pandangannya sudah berbeda padahal dulu ia selalu ingin tahu apa yang kulakukan sehari hari lenyap seketika. Sikap dan perubahan yang aneh dari Intan membuat diriku berpikir untuk tahu diri dan segera mencoba untuk melupakannya meski rasa sesak didada.
Waktu pulang sekolah kegiatanku seperti biasa, dengan menjemput Niko lebih dulu dan kami pulang bersama. Setelah sampai dirumah aku langsung merawat mamak seperti biasa, setelah itu aku tetap dirumah dan kegiatan rutinku dulu sehabis pulang sekolah mulai kutingglakan. Malam hari saat aku masih diruang tamu untuk belajar, saat jam mulai menunjukkan angka sebelas aku masih asik membaca diruang tamu. Tiba-tiba dari dalam aku melihat pancaran cahaya kuning oranye sebesar bola basket terbang mendekati rumah kami dan ia mendarat ditengah halaman rumahku dengan pelan. Saat melihat kejadian ini kurasa aneh, aku langsung berdiri dan bergegas melihat cahaya itu dari jendela ruang tamu.

Saat kulihat Cahayanya sampai menempel ketanah, dengan pelan-pelan cahaya mulai meredup dan hilang. Aku yang sudah berada didepan jendela langsung keluar dari rumah mencari tau apa yang sebenarnya. Saat sampai ditempat jatuhnya cahaya itu ternyata tidak bekas apapun, “apa yang sebenarnya terjadi” gumam lirihku. Karena kulihat malam itu hanya rumput tipis yang hijau yang terkena kabut malam.
Setelah Melihat kejadian cahaya itu, dengan cepat aku berlari kembali masuk kedalam rumah berniat untuk menanyakan kepada ayah. Waktu aku sampai diruang tengah ayah memang belum tidur, terlihat ia masih memegang remot dan melihat TV…

“Yah barusan ada cahaya yang turun kehalaman depan.” Tanyaku yang terus berjalan mendekati ayah yang sedang tiduran.

“Cahaya apa bang.” ucapnya yang masih tenang dan badannya tertutup selimut meski ruang tengah hawanya panas.

“Gak tau yah, kayak bola bercahaya warnanya kuning oranye gitu yah.” Jawabku yang mulai duduk disampingnya

Dengan pelan ayah mulai menoleh kearahku dan memperhatikan apa yang barusan kuucapkan. Ia mulai bangun membetulkan duduk bersila serta menaruh remote yang ia pegang.

“Sini bang” Perintah ayah pelan dengan suara berat

“Iya yah” Jawabku singkat.

“Seminggu yang lalu ayah juga melihat cahaya sebesar bola itu melewati dapur belakang rumah kita.” Jawab ayah dengan wajah tegang.

“Kira-kira itu apa yah” Tanyaku pelan yang tak ingin membangunkan Niko.

“Kurang tau juga bang. Sudahlah bang ayo tidur saja lagian sudah malam.“ Jawab ayah serta mematikan TV.

Setelah itu aku tidur berjejer dengan ayah. Sekilas kulihat Niko yang tidur disamping kanan mamak sudah tidur pulas, sedang mamak masih tetap diam membisu terbaring. Padahal malam itu diluar kabut tetap turun dan dingin akan tetapi didalam rumah terasa panas. Jam berlalu malam pun terus berjalan…

Kletek..kletek…kletek…Duuuuaarrrr…..[suara dentuman keras dari arah kamar Niko]

Aku langsung terbangun karena kaget dan mencoba membangunkan ayah, tapi ayah sudah bangun dan duduk memandang arah suara dentuman itu. Aku yang sudah duduk karena suara itu mencoba mendekat ke ayah..

“Suara dari apa itu yah?” Tanyaku dengan berbisik

“Tak tahu bang, kedengarannya dari kamar Niko bang” Jawab ayah tenang

Kami berdua dengan pelan melihat dan mulai memasuki kamar Niko, aku menyalakan saklar lampu didepan kamar Niko sedang ayah langsung masuk kekamar Niko lebih dulu. Saat kami sudah sama-sama dalam kamar kulihat genting dan plafon diujung kamar niko sudah jebol. Aku memandang lubang itu sebesar nampan, dan puing – puing genting dan asbes berserakan dikamar niko.

“Apalagi ini.” gumam ayah dengan menggelengkan kepalanya.

“Kenapa ini yah.” Tanyaku

“Sudah bang kau balik tidur saja, besok ayah betulkan kamar adek kau” perintah ayah

Setelah itu aku kembali kekakamr tengah untuk melanjutkan tidur duluan, Selang beberapa saat ayah ikut tidur disampingku. Pagi menjelang, seperti kemarin aku melakukan kegiatanku seperti biasanya. Saat semuanya sudah beres, aku berjalan dari dapur menuju kamar tengah dan melihat Niko yang masih tidur, saat aku mau menyuapi mamak aku coba bangunkan dia.

“Nik bangun, udah siang” Kataku sambil memegang dadanya

Kucoba bangunkan berulang ulang dengan suaraku, tapi tidak ada jawaban. Setelah aku menaruh piring makan mamak dikasur, aku yang sudah merasa kesal akhirnya konsentrasi untuk membangunkan Niko untuk bersiap sekolah. Waktu tanganku mulai memegang pelan hidungnya yang hangat dan menggoyangkan badannya yang panas, karena niatku sambil bercanda. Setelah itu matanya mulai terbuka dan bibirnya mulai berucap…

“Bang badanku lemas, aku gak kuat lagi…” Kata Niko lemah

“Kenapa kau dek”…Tanyaku kaget

“Tak tau bang, badanku tak bisa digerakkan rasanya sakit semua” Jawab rintih Niko.

Mendengar jawaban itu, aku langsung mencari ayah digudang belakang, tadi kulihat ayah sudah bersiap bersih – bersih rumah dan mau berkebun disamping rumah. Sesampainya digudang ayah sudah tidak ada “ celaka ” batinku. Aku berlari kedepan mencari ayah, saat sampai dihalaman perasaaanku lega karena melihat ayah masih ada, ia ternyata sedang mengumpulkan sampah. Langkahku yang cepat terhenti tepat di sampingnya.

“Yah Niko sakit yah.” Kataku Panik

“Sakit apa? Dimana dia sekarang.” Tanya ayah yang menghentikan kegiatannya saat itu juga.

“Dia gak bisa bangun yah, sekarang dia didalam yah terbaring sama mamak” Jawab panjangku.

Saat itu juga kami langsung berjalan cepat menuju kamar tengah untuk melihat keadaan Niko. Sesampainya dikamar tengah ayah memandangi dan memegangi kepala dan tubuh Niko,

“Kau kenapa dek”? Tanya ayah

“Gak tau yah, Niko rasanya gak bisa bergerak” Jawab niko dengan suara berat, dan mulai menangis kesakitan.

Seketika itu juga kami langsung panik dan bingung. Satu masalah belum selesai kini Niko ikut tergolek disamping mamak. Ayah yang masih terlihat pucat, hanya duduk lemas disamping Niko. Aku sendiri langsung menghampirinya dan memeluk pundak ayah dari samping.

“Yah apa gak sebaiknya kita bawa ke rumah nenek di solo?” Tanyaku

“Mau ngapain kesana bang, kakek nenek kamu disana sudah tidak ada semua. Jaraknya juga jauh, lagian kalau disana mamak kau dan Niko
apa bisa sembuh?” Jawab ayah yang mulai panik

“Apa kita bawa ke medan yah, kan kakek nenek disana masih ada”? Tanyaku lagi

“Ayah sama mamak kau sudah berjanji bang, tak mau merepotin kakek nenek kau? Jawab ayah.

FYI. Ayah sama mamak ada perbedaan prinsip dengan keluarga dimedan waktu itu yang tidak bisa dijelaskan dalam cerita ini.

“Kita bawa saja ke dokter ya bang, sekalian mamak kau diajak pula.” Pinta ayah.

Pagi itu ayah segera pergi keluar untuk mencari kendaraan untuk memeriksakan kondisi niko serta mamak dikota. Aku sendiri langsung mengambil minyak gosok untuk memijitnya dan mengoles kesekujur tubuh Niko. Selang beberapa saat mobil datang sudah kerumah bersama ayah. Aku dan ayah segera menggotong bergantian mamak serta Niko masuk kedalam mobil. Setelah muatan sudah siap kami memulai perjalanan, waktu yang kami tempuh sekitar tiga jam. “sabar Nik, abang akan berjuang demi kau sama mamak” ucapku sambil memangku kepala Niko serta mengelus dahinya yang hangat. Sekitar jam dua belas lebih kami sampai tempat praktik dokter spesialis, aku keluar duluan untuk mendaftarkan Niko serta mamak. Tapi mereka tetap terbbaring dimobil karena tempatnya waktu itu tidak ada.

Setelah menunggu beberapa jam akhirnya Niko dipanggil duluan untuk diperiksa, selang beberapa saat selesai gantian mamak yang diperiksa. Agak ribet memang, kami harus menggotong bergantian mereka berdua, sekian jam ditunggu akhirnya aku dan ayah diberitahu kondisi terkini oleh dokter tersebut.

“Pak, istri dan anak bapak tidak ada penyakit apapun! Semua kondisinya normal” Jelas Dokter yang sudah berumur itu sambil menunjukkan hasil pemeriksaannya.

“Terus gimana dok?” Tanya Ayah

“Bapak bawa ke alternatif saja atau kiai yang berada didaerah sekitar sini.” Jelas dokter

“Iya dok, terima kasih.” Jawab singkat ayah dengan menggaruk kepalanya.

“Kira – kira dimana ya dok, mungkin dokter punya rekomendasi.?” Tanyaku

“Coba didaerah *** sama pak Kiai Alwi.” Terang pak dokter

Wajah ayah terlihat bingung lagi kala itu setelah mendangar jawaban yang tidak memuaskan hatinya begitu juga denganku, sedangkan dalam lubuk hatiku untuk ingin segera pergi mencari tahu kiai yang disebut oleh dokter spesialis barusan.


Janur Kuning

Janur Kuning

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2019 Native Language: Indonesia
Kisah ini berawal saat keluarga kami ditawari tanah dari Jambi oleh kenalan ayahku, masih kuingat jelas namanya dia adalah Pak Herman. Orangnya ini berumur 40 tahunan.Orangnya ini berumur 40 tahunan. Saat dia menawari keluarga kami dimedan tentang informasi tanah beserta rumah yang murah di jambi, di informasikan tanah itu seluas 50 Ha, beserta rumahnya. Waktu itu kami ditawari dengan harga 200 juta. Berbekal informasi dari pak herman waktu itu kami sekeluarga berminat untuk pindah ke Jambi karena rumah dan tanahnya tergolong murah saat itu, pada akhirnya ayahku tertarik membeli tanah di Jambi.Penasaran kisahnya? yuk dibaca kelanjutannya!

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset