Janur Kuning episode 13

JANUR KUNING

Satu minggu berjalan bahan makanan sudah habis lagi, semua yang sudah bertumpu padaku. Dengan langkah pendek diriku meminta bantuan lagi, keadaan yang mulai minus ekonomi kami. Tapi tetap kucoba untuk tetap bertahan, meski entah sampai kapan. Sampai akhirnya aku sudah bertekad dalam waktu dekat mau menjual rumah ini, serta isinya. Rencanaku setelah rumah terjual secepatnya aku sekeluarga pindah ke rumah om yang berada di Jakarta.

Bulan ketiga, minggu kedua awal.
Hari senin, kondisi ayah sudah tak berdaya lagi. Ia perlahan seperti orang stroke dengan suhu badan yang semakin panas. Mamak masih tetap dalam kondisinya, hanya mulutnya yang terbuka sedikit untuk berjejal sedikit asupan bubur. Niko hampir seperti mamak kondisinya tapi matanya terkadang masih bisa terbuka meski jarang. Aku sendiri kondisi tubuhku rasanya sangat berat, kepala sudah pusing dan panas, selesai merawat ketiga keluargaku aku langsung ikut tidur berdekatan bersama mereka. Seandainya aku mati hari itu, kurasa tubuh ini sudah siap dan pasrah. Makin lama kurasa badanku sudah tak kuat lagi menahan panas serta sakit disemua persendianku.

Dalam menahan rasa sakit ini, kutetap berdzikir menyebut namanya. Hanya lantunan do’a dalam hati sebisa-bisanya yang kupanjatkan khusus sekeluarga atas cobaan ini, serta memohon untuk jalan yang terbaik bagi keluarga kami. Masih pagi sekitar jam delapan, kabut dihalaman rumahpun belum hilang. Tapi suara-suara penghuni lain dirumahku mulai bertabuh genderang dari kamar maupun dapur. Suara TV yang menyala tiada henti sebagai peredam rasa takutku terhadap mereka. Dari halaman rumah terdengar suara mobil yang berhenti, badanku yang mulai rapuh serta rasa panas tubuhpun tak mampu untuk menahan rasa penasaranku untuk melihat siapa yang datang. Hanya tubuh yang membujur sakit untuk tetap memendam rasa penasaran itu.

Tok..tokkk..tokk..asslamu’alaikum..

Tok…tokkk…tok….assalamu’alaikum…

Tok…tokkk…tok…assalamu’alaikum… spadaaa….!!!

‘Sapa dari balik pintu ruang tamu yang tak sabar ingin masuk bertamu kepada kami’

“Walaikum salam…”Jawabku dengan suara mengeras serta menahan sakit disekujur tubuh.

Pagi yang menyusahkan waktu itu, aku berjalan dengan tertatih sekali terjatuh kelantai karena menahan sakit disemua sambungan tulang persendianku. Setelah membuka pintu aku segera kembali kekursi ruang tamu tanpa melihat siapa yang datang.

“Masuk saja bang.” Perintahku yang sudah memegang kursi kayu untuk mulai duduk

“Den…deno…deno…???” Sapa sesorang dibalik punggungku, mulutku masih diam sementara badanku tertunduk karena menahan sakit.
Kedua tanganku menjulur merapat terselip diantara kedua kaki, dengan badan yang bergetar pelan. Sekilas dari belakang ada bayangan tiga orang, satu orang langsung duduk berhadapan denganku sedang yang dua mengampiriku saat duduk.

“Kenapa kau den” Tanya dari suara sosok pernah pria kukenal, ia yang sudah berada disamping kananku…

“Eh kau, rupanya bang.” Jawabku pelan serta kepalaku mulai mengingat sosok yang pernah kukenal, ternyata dia adalah Harun.

Harun adalah seorang kawan dari medan, ia tiga tahun lebih tua dari pada aku. Entah apa tujuan ia kemari pagi itu, dan dapat dari mana alamat rumah yang baru ini akupun tak tau.

“Kau kenapa bang, mana ayah dan mamak kau?” Tanya sosok perempuan setengah baya yang mulai menunduk didepanku serta menempelkan telapak tangannya pada kedua pundakku.

“Oh wawak Ita (sebutan bude ita, ia adalah ibu dari bang Harun) lagi gak enak badan nih wak. Itu mamak juga lagi sakit sama ayah di dalam ruang tengah, masuk saja Wak!” Jawabku dengan mengacungkan jari telunjuk kearah pintu ruang tengah keluarga kami.

Wawak ita ialah sahabat karib sejak kecil mamakku dimedan, ia sudah seperti saudara sendiri bahkan melebihi dari kata saudara, kedekatan serta ikatan itu terjalin dimedan sampai sekarang. Dengan keteragannku barusan, wawak Ita yang lama tak jumpa dengan mamak, ia langsung berjalan cepat menuju ruang tengah. Kutahu kebiasaan dia dan mamak pasti pengennya kangen-kangenan, dan saling curhat. Tapi yang ia dapati waktu diruang tengah tidak seperti yang ia harapkan…

“Bang….bang…bang…kenapa Mamak kau, adek sama ayah kau ini kenapa juga? apa yang terjadi sama kalian?”Teriak keras Wak Ita yang tidak terima atas keadaan ketiga keluarga kami dari dalam ruang tengah.

Mulutku masih terdiam, tak bisa menjawab apapun dari semua teriakan wak Ita, aku hanya bicara pelan kepada sobat karibku bang Harun

“kami semua sakit bang”. “Eh kau ternyata Mak Ita, kapan datang?” Hanya kata ayah yang lirih sampai lama kelamaan aku tak lagi mendengar dengan jelas percakapan ayah. Harun bersama kawannya dengan cepat masuk keruang tengah menghampiri mamaknya, sekian menit ia berdua akhirnya kembali dihadapanku.

“Sakit apa kau den, keluargamu kenapa?” Tanya Harun pelan dengan wajah haru penasaran.

“Tak tau aku bang, Satu persatu sejak tiga bulan yang lalu kami terkena penyakit aneh” Jelasku padanya yang tetap mendesis menahan sakit dipersendianku.

“Gimana ceritanya kau sampai bisa kemari bang?” Tanyaku pada harun yang berjongkok dihadapanku.

“Panjang Den ceritanya, sekarang kau duduk saja yang benar.”Perintah Harun dengan menyandarkanku dikursi dengan pelan.

Kudengar ruang tengah semakin ramai tangis wak Ita sejak kedatangannya, ia menangis mengeras dari dalam serta menyebut-nyebut nama mamak serta Niko berulang kali tapi tetap tidak ada jawaban. Isak tangisnya yang sudah pecah mulai tambah mengeras lagi hingga akhirnya ia keluar dari ruang tengah berurai air mata. Masih terisak dalam tangisnya mamak bang Harun duduk lagi dikursi ruang tamu untuk menahan emosi dan kesedihannya sebentar.

“Braakkkk……” Suara bantingan pintu dari kamar ayah.

Suara yang mengagetkan tamu baru ini membuat semua menoleh kearah kamar tengah, hanya hening langkah harun dan kawannya laki-laki yang pergi kekamar ayah. Setelah ia mengamati dari kamar, bang Harun kembali hanya menggelengkan kepala saja, lantas ia langsung duduk disampingku.

“Gila rumah kau den” Celetuk bang Harun

“Kau sama siapa ini bang” Tanyaku kepadanya untuk mengalihkan topik pembicaraan, karena kau sendiri tak enak mau bilang tentang gangguan-gangguan dari rumah ini.

“Ooohhh iya Den, kenalin ini kawanku dari Jawa” Perintahnya serta sambutan tangan kawannya ini

“Paijo mas, panggil saja jo” Katanya dengan mulai berjabat tangan denganku

“Deno bang.” Jawabku singkat.

‘Begini Den sebenarnya kami lagi liburan, kebetulan mamak tadi ingin mampir kerumah kau sekalian ngajak kalian berwisata. Soalnya mamak baru pindah rumah dari medan minggu kemarin. Dari dua hari yang lalu ia sangat ingin bertemu dengan mamak kau, tapi niatannya kucegah dulu karena kusuruh mamak nunggu aku sampai rumah. Aku sendiri baru balik dari Jawa kemarin Den, ya sekalian ingin lihat kau. Kan lama kita tak jumpa’ Terang bang Harun yang panjang.

“Ngomong-ngongong kau sudah usaha dan berobat kemana saja Den?” Tanya bang Harun

“Tak tahu lagi bang, udah kemana-mana kali. Mamak saja sudah opname dirumah sakit sebulan tapi gak ada hasil. Ayah saja tiap hari nyari tabib sama dukun sampai akhirnya ia ikut sakit seperti sekarang. Tak tau lah bang yang penting udah banyak.” Terangku pada bang Harun

“Ooohh begitu ceritanya! kalau begitu gini Den, kebetulan nih aku dulu di Jawa pernah ngalamin hal yang berat seperti kau ini. Gimana kau mau coba apa tidak?” Tawar bang Harun serius

“Terserahlah bang, yang penting kami bisa kembali seperti sedia kala.” Jawabku yang sudah mau menidurkan tubuh panas ini karena tidak kuat lagi menahan sakit.

Harun langsung mendekati kawannya yang bernama Paijo, ia berkata pelan meminta bantuan untuk keluargaku. Setelah itu ia pamit “Den kami boleh keliling sambil lihat-lihat rumah kau” Pintanya. “Silahkan saja bang” Jawabku yang sudah terlentang dikursi panjang.

Sesaat kemudian ia pergi untuk mengamati keadaan rumah kami saat itu juga, ia berjalan memutari rumah dan masuk kesemua kamar bersama bang Harun. Sampai beberapa belas menit kemudian mereka berdua sampai diruang tamuku lagi, hanya gelengan kepala mereka berdua saat berjalan mendekatiku. Sedang aku sudah terlentang dikursi karena sudah tak kuat menahan beban dikepala dan tubuh ini, rasa mual, pusing panas semua jadi satu.

“Sebenatar bang ya” Kata Mas Paijo yang mulai duduk disampingku
Paijo langsung duduk bersila dengan kedua tangannya ditaruh diatas ujung lutut, mulutnya mulai komat kamit terdengar lirih ia membaca mantra dari yang esa. Sekian detik berlalu rumahku mulai bergetar…

“Regggghhhh…Reeeggghhh….Reeegggghhhh”

“Jo…jo…jo… rumahnya goyang Jo….!!!!rubuh ini jo kalau diteruskan….kata bang Harun yang disampingnya dengan tatapan wajahnya menghadap kelangit-langit rumahku.

“Iya run” Jawabnya Paijo, dengan mengakhiri ritualnya

“Ada apa bang rumahnya kok bergetar, mau roboh” Sahut Keras wak Ita dari dalam ruang tengah.

“Tak ada apa apa mak!” Jawab Bang Harun!!!

Paijo lantas menurunkan kakinya dan kembali duduk seperti biasa, ia berfikir sejenak dan berbicara sebentar kepada bang Harun untuk meminta persetujuannya. Sekian detik ia langsung mendekatiku…

“Mas Deno gimana kalau sekarang semua keluarganya abang untuk sementara waktu ikut kerumah bang Harun” Kata mas Paijo serius

“Ya gak papa mas, Deno ikut saja. Apa gak ngerepotin bang Harun sama keluarganya di kecamatan sebelah” Jawabku dengan bibir mulai mengigil

“Enggaklah den tenang saja kau, masak kau tak tau aku ini siapa? kau dari dulu sudah kuanggap lebih dari saudara bagiku den?” Jawabnya meyakinkan aku.

Tak sadar Wawak Ita yang mendengar serta mencermati pembicaraan kami dari ruang tengah berteriak keras, “Ikuti saja kata mereka Den”. Setelah itu wawak Ita keluar dari ruang tengah menuju bang Harun dan mas Paijo, mereka berunding untuk mencari yang terbaik bagi kami semua. Hasilnya mereka berkeinginan keras dan bulat membawa kami semua dari rumah setan ini saat itu juga.

Setelah pembicaraan itu kami semua satu persatu dibawa bang Harun dan Mas Paijo masuk kedalam mobilnya. Yang pasti mobil itu berjejal penuh dengan posisi mamak dan Niko terlentang, sedang aku, Bang Harun dan ayah duduk disamping mereka. Sekian jam akhirnya kami sampai dirumah bang Harun yang berada dikota. Secara perlahan kami berempat seperti mayat hidup yang dipindah dari mobil ke dalam rumah bang Harun, beberapa tetangga terhenti memandangi kami yang digotong satu persatu masuk rumah.

“Kanapa itu bang” Tanya tetangga bang Harun yang berdiri didepan rumah

“Sakit stroke bang” Jawab bang Harun yang sedang menutup pintu mobil.

Mamak dan Niko ditidurkan dikamar Wak Ita, sedang aku dan ayah tidur dikamar bang Harun. Karena kondisi fisikku semakin melemah beberapa saat kemudian akhirnya akupun sudah tak sadar. Ceritanya biar dilanjutkan sama mas Paijo dan bang Harun.
FYI. Cerita ini berganti sudut pandang kepada mas Paijo dan bang Harun.(oke den kau tidur saja bentar biar Mas Jojo yang lanjutin kisah pahit kau…)

Awal kedatanganku ikut harun kerumahnya adalah untuk liburan dan rekreasi karena menurut infonya, rumah Harun yang baru tempatnya banyak yang terkenal indah. Tapi saat mau hapy-hapy aku dihdapkan pada kenyataan yang berbeda. Setelah Deno dan keluarganya terlentang di rumah keluarga Harun akupun dengan cepat menghubungi Ki bagus, guru spiritual yang membimbingku dan Harun di Jawa.

“Tuuttt…tuuttt..” assalamu’alaikum ki” Salamku dari HP

“Walaikum salam mas Jo, gimana liburannya?” Tanyanya yang ramah

“Ki…keluarga temannya bang Harun sekarat. Gimana ini ki”? Tanyaku cepat karena panik

“Sekarat gimana Jo, coba jelaskan pelan-pelan jangan panik. Aki biar tau apa masalahnya?” Kata Ki Bagus yang mulai serius

Masih dalam telpon aku menjelaskan secara singkat akan kondisi keluarga Deno waktu itu, selesai bercerita beliau diam sejenak untuk memikirkan solusi untuk keluarga bang deno.

“Mas Jo, kamu sekarang cari lima helai janur kuning. Setiap orang kamu ikat pinggangnya dengan janur itu. Serta sisakan satu helai buat aki?” Jelas beliau

“Lha buat apa aki minta satu.” Jawabku penasaran.

“Ah nanya terus mas Jo ini, lakukan perintah aki” Jawabnya yang tetap ramah

“Rencananya aki lusa ke medan jadi sekalian mampir ke rumah Harun kalau begini ceritanya.”? Jelas Ki Bagus yang perhatian kepada bang Harun

“Ya ki terima kasih, kalau mau nyampe kabari kabari Paijo ya Ki?” Ucapku senang

“Ya Jo, tapi setelah kau ikat mereka dengan janur kuning setelah tiga jam kabari Aki lagi ya?” Jelas Ki bagus sambil menggodaku

“Jangan lupa salam aki untuk Harun dan keluarganya disitu”? Pesan Ki Bagus

“Siap Ki” Jawab serta panggilan telpon terakhir yang kuputus duluan.

Setelah mendapat perintah, aku dan Harun langsung pergi kepasar untuk mencari janur kuning. Sekitar beberapa puluh menit kemudian kami kembali kerumah. Sampai dirumah Harun dan aku membacakan mantra sebentar didepan janur kuning itu, selanjutnya melaksanakan perintah Ki bagus untuk mengikat pinggul mereka semua dengan janur kuning dan menyisakan satu buat beliau yang akan datang besok lusa.
Tugasku sudah selesai aku bersama dengan Harun serta ayahnya duduk-duduk diruang tamu sambil membicarakan musibah yang menimpa keluarga Deno. Tiga jam berlalu, suara teriak dari ibunya Harun terdengar dari ruang tamu…

“Bang…bang….bang…mamaknya Deno sama Niko matanya terbuka dan bisa bicara…” suara keras yang membuat kami bertiga berlari cepat kekamar ibunya Harun.

Sesampainya kami dikamar, Ibunya Deno terlihat sudah bangun dengan Niko, mereka sudah membuka matanya dan mulai bicara perlahan. Serta membetulkan tempat duduknya, mereka berdua langsung bersandar dibantu dengan Bu Ita. Tak lama kemudian dari kamar sebelah teriakan Harun yang sudah berada dikamar sebelah berteriak…”Yaahhhh…Jooooo….Deno sama ayahnya juga sudah bicara…”

Aku serta ayahnya Harun ganti berlarian kekamar Deno…mereka terlihat sama dengan ibu dan adiknya. Mulai bicara dan mata sudah terbuka, hingga akhirnya mereka mulai duduk bersandar di ranjang. Kami yang senang dengan melihat keadaan itu langsung terlempar satu sama lain senyum dan wajah sumringah. Dan terdengar suara dari kamar sebelah…

“Ini dimana ? Mak Harun, tolong saya antar kekamar mandi?” Pinta ibu Deno yang terdengar dari kamar sebelah.

“Ini dirumahku, ayok…apa kau bisa jalan.” Jawab dan tanya ibu Harun

Hanya anggukan kepala ibu Deno yang terlihat. Seketika ibu Deno langsung berdiri dan tubuhnya merasa ringan, ia langsung berjalan menuju kekamar mandi diantar Ibunya Harun. Mereka semua akhirnya bergantian masuk kekamar mandi satu persatu untuk membuang hajat, dan bersuci. Langkah mereka selanjutnya menuju mushola keluarga Harun yang ada ditengah ruangan. Shalat jama’ah dan sujud sukur yang mereka lakukan bersama dengan haru dan isak tangisnya mulai terdengar lirih.

Aku yang senang dan haru melihat kebangkitan keluarga Deno, mata ini mengamati penuh kebahagiaan dari belakang mereka. Tiba-tiba HP ku bergetar dari saku celana, setelah kutahu itu panggilan dari Ki bagus aku langsung mengangkatnya.

“Gimana Jo, keluarga Deno?” Tanya Ki Bagus

“Sudah siuman semua ki” Jawabku

“Alhamdulilah…jangan lupa lusa jemput aki ya, masalahnya itu belum selesai” Terang Ki Bagus

“Ki bagus apakan itu keluarganya si Deno?” Tanyaku penasaran

“Sudah nanti saja aki jelaskan kalau sudah dirumah Harun. Satu lagi Mas Jo, jangan dilepas selama aki belum datang janur kuningnya. Kecuali kekamar mandi!!!” Pinta Ki Bagus

“Siap ki” Jawabku singkat.

Selesai mereka melakukan ritual dimushola, kami semua berkumpul diruang tamu Harun, semua duduk rapi. Seperti tidak pernah sakit sama sekali, pemandangan yang mengherankan waktu itu. Bukan saja dari keluarga Harun, aku sendiri pun baru pertama kali mengalami kejadian seperti ini seumur hidup.


Janur Kuning

Janur Kuning

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2019 Native Language: Indonesia
Kisah ini berawal saat keluarga kami ditawari tanah dari Jambi oleh kenalan ayahku, masih kuingat jelas namanya dia adalah Pak Herman. Orangnya ini berumur 40 tahunan.Orangnya ini berumur 40 tahunan. Saat dia menawari keluarga kami dimedan tentang informasi tanah beserta rumah yang murah di jambi, di informasikan tanah itu seluas 50 Ha, beserta rumahnya. Waktu itu kami ditawari dengan harga 200 juta. Berbekal informasi dari pak herman waktu itu kami sekeluarga berminat untuk pindah ke Jambi karena rumah dan tanahnya tergolong murah saat itu, pada akhirnya ayahku tertarik membeli tanah di Jambi.Penasaran kisahnya? yuk dibaca kelanjutannya!

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset