Janur Kuning episode 3

Kebun Baru

Untuk sampai part ini hanya sebatas awal perjalanan hidupku dan keluarga kami dahulu.
Sore itu, setelah kesepakatan pergi kenotaris hari esok pak Herman langsung pulang. Ayah dan mamak akhirnya ikut aktifitas beres-beres dengan kami sampai malam. Yah…mulai menata kursi-kursi, dipan, perabot dapur dan lain-lain, setelah itu kami istirahat dikamar masing-masing.

Pagi harinya sesuai rencana ayah dan pak herman, mereka berdua pergi naik motor ayah menuju kenotaris. Sedang aku dan adikku dirumah. Saat itu aku penasaran karena lingkungan baru. Kami berdua memutuskan berkeliling rumah baru yang terpencil ini.
Ada beberapa pohon besar disamping kanan dan kiri rumah ini, dan dibelakang rumah ada pohon manga yang sangat besar. Pohon yang besar itu ranting dan cabangnya sampai merambat diatas dapur kami. Dibelakang rumah ada bekas tambak yang luas, setelah itu terlihat hamparan kebun karet. Setelah puas jalan – jalan bersama adikku, kami kembali kerumah. Waktu kami kembali sudah sore dan kulihat ayah sudah sampai dirumah. Sore itu kami semuanya berkumpul diruang tamu.

“Bang besok sama adek bantuin ayah kekebun dulu ya?” Pinta ayah

“Iya yah,” Jawabku

“Untuk daftar sekolahnya abang sama adek minggu depan.” Kata mamak yang sedang duduk dikursi.

“Iya mak,” Jawab adek.

“Tapi kita ke bengkel dulu bang, ganti ban motor kita semua? Kata ayah

“Lha memang kenapa yah, ban motor kita kan masih bagus?” Jawabku

“Disini jalanannya ekstrim bang, kemarin motor ayah sempat gak bisa jalan.” Terang ayah.

“ooohhh… begitu. Memang mau diganti ban apa yah?”

“Itu ganti ban cangkul, kayak punya orang-orang sini. Tapi kita juga harus bawa rantai juga bang, soalnya kalau medan bener-bener berat harus pakai rantai dililit ke bannya.” Jelas ayah

“Siap yah. “ Jawab adikku Niko.

Setelah obrolan itu kamipun istirahat, tapi kami makan malam dulu seadanya. Karena waktu itu mamak belum sempat kepasar.
Pagi hari aku dan Niko pergi kebengkel dulu untuk mengganti kedua motor kami dengan ban cangkul dan membeli rantai sekalian. Setelah itu kami kembali pulang dan kulihat ayah dan mamak sudah siap pergi kekebun, diteras ada dua orang yang disuruh ayah untuk membantu memotong pohon-pohon besar dikebun baru. Kami mulai perjalanan dari rumah menuju kebun kira-kira 1 jam waktu yang kami tempuh. Saat pertama kali sampai terlihat tanah dikebun memang sangat subur, karena saat itu semua tumbuhan hijau dan rimbun. Setelah itu motor kami parkir dipinggir pembatas kebun milik ayah, pagi itu kami awali dengan mulai membersihkan semak-semak dipinggir dengan sabit.

“Ranggggg….rangggg…”[suara raungan gergaji mesin yang mulai memotong semak belukar dan pohon kecil dikebun]

Setelah bunyi raungan gergaji itu dua orang suruhan ayah mulai memotong semak belukar dan pohon – pohon. Waktu itu aku dan adikku diajak ayah keliling dulu, memperlihatkan batas kebun karet dan kebun yang sedang dibersihkan karena akan dipakai untuk menanam sayur-sayuran. Kebun karet ayah ternyata luasnya 25 hektar sedang yang dibabat sekarang 25 hektar juga, dua kebun ini memang bersebelahan. Di areal kebun karet ada gubuk lumayan besar, tempat untuk istirahat dikala siang hari. Saat itu kami sudah selesai melihat tapal batas kebun, kami berjalan menuju tempat mamak dan dua orang suruhan ayah yang sedang membersihkan semak belukar…
Gruduk..gruduk… gruduk [suara beberapa orang berlari kearah kami]

“Ada apa?” Kata ayah yang sedang penasaran.

“Itu yah…..aaadaaaa….ulaaarrrr.” Jawab mamak terbata-bata.

“Ular dimana?” Tanya ayah lagi

“Itu pak di tengah semak yang tinggi.” Jawab orang suruhan ayah

“Sebaiknya siang ini kita akhiri yah, ayok pulang dulu.” Pinta mamak

Saat itu kepalaku yang fokus memandang mamak karena penjelasannya, pelan pelan kepalaku tegak berdiri memandang kearah lokasi ular tersebut berada.

“Ayo mak lari mak…ayo ayah.” Kataku cepat

Kulihat dari jauh ular besar sedang berjalan meliuk-liuk kearah kami, ular itu membelah rimbunan semak dengan santai, sedang kepala hitamnya mendongak kedepan dan tetap terlihat diatas semak. Memang ular hitam itu sangat besar, tidak lazim seperti pada umumnya.

“cepet pak..cepet…..” Kata orang suruhan ayah

Kami semua siang itu berlari menuju motor yang diparkir ditapal batas kebun kami. Kekecewaan kami semua siang itu belum kerja sampai sore tapi harus terpaksa untuk pulang, itu juga demi keselamatan kami semua.

“Ayok cepet pak….” Kata mamakku yang mulai panik memegangi motor

Kami naik motor dengan cepat, tiga motor itu saling adu balap dijalan yang licin, selama diperjalanan kami hanya diam hanya teriakan motor kami yang saling bersahutan. Aku dan Niko hanya melihat ketakutan dua orang suruhan ayah, sampai akhirnya kamipun ikut takut karena melihat ekspresi wajah mereka. Sesampainya dirumah kami semua duduk diteras dan masih memakai baju yang kotor serta penuh keringat. Sedang kedua orang suruhan ayah langsung pulang, mereka berjanji bahwa besok pagi ikut kembali kekebun kami dengan membawa enam orang lagi biar pekerjaan pembersihan kebun cepat selesai.

“Tadi ularnya besar yah.” Kata mamak

“Sebesar apa mak, kok sampai takutnya begitu, kok gak seperti biasanya mak?” Tanya ayah yang tak tahu ular tersebut

“Pokoknya besar yah, tidak umum. Belum pernah juga mamak lihat ular sebesar itu?” Jawab mamak dengan menghela nafas

“Iya yah Deno sempat lihat ularnya bergerak menuju kita waktu kita berhenti ketemu mamak.” Sahutku

“Tenang mak …tenang….”Sahut ayah yang masih berada disampingnya.

“Ular hitam itu tadi kayak mau makan mamak dan kedua abang tadi saat memotong pohon ditengah semak.” Jelas mamak.

“Hati – hati bang kalau disemak yang tinggi tadi, ularnya hitam sebesar gardu listrik. Ularnya tadi kayak marah, kepala ularnya berdiri seperti
ular cobra tapi teliganya kayak kelelawar. Hiiiii…..” Jelas mamak lagi serta bulu kuduknya yang berdiri.

“Deeeggg….Ooohh iya mak.” Jawabku yang ikut takut.

“Tapi besok kita harus kembali bang, karena kebun itu sumber mata pencaharian kita.” Jelas ayah

“Tapi yah….? Jawab adikku Niko

“Udah gak papa besok paling ularnya sudah gak ada lagi.”Jelas ayah

“Semoga saja yah…Huuuuuhhh…huhhh”Jawab mamakku yang masih kencang nafasnya.

Setelah kejadian siang itu kami semua akhiri dirumah saja tanpa ada kegiatan, karena masih melihat mamak, Niko dan aku yang takut.
Lanjut dipagi hari seperti biasa kami sudah bersiap kekebun lagi, seolah tidak ada kejadian apapun kemarin. Sebenarnya pagi itu aku dan adikku yang masih takut akan kejadian kemarin, akhirnya kami putuskan ikut menemani ayah sama mamak tapi untuk memancing disungai saja. Karena waktu itu sudah banyak orang juga yang membantu dikebun.

Kami memancing disebelah kebun ayah tapi jaraknya jauh dari mereka yang sedang membabat semak belukar dikebun baru. Kulihat dari jauh mereka membakar semak yang tinggi katanya kemarin ada ular hitam besar.
Waktu aku dan adikku disungai kulihat sungai itu terlihat jernih dan mengalir dengan tenang. Banyak ikan yang berlalu Lalang melawan dan mengikuti arus tenang. Kami memilih lokasi untuk mancingnya berbeda-beda…

“Bang …bang disini saja mancingnya.” Teriak adikku

“Dimana nik…?” Jawabku yang jauh disebrang sungai.

“Disini bang…!!!” Teriak adikku yang menunjukkan keberadaannya.

Pagi itu aku berjalan menuju lokasi niko yang memancing. Niko berada dibawah pohon besar tanpa daun, tapi kulihat pohon itu masih hidup. Aku sendiri tak tahu apa nama pohon tersebut. Setelah sampai kulihat dia sudah mendapat banyak ikan, senang rasanya baru sebentar ia melempar kail Niko langsung menarik joran pancing.

“Banyak kali nik, ikannya?” Tanyaku yang menghampirinya

“Iya bang, ayok masukkan pancing abang.” Ajak niko

Pagi itu aku putuskan mancing ditempat Niko, dibawah pohon besar ini. Benar kata adikku dalam waktu yang singkat aku banyak mendapatkan ikan. Kami memancing duduk berdua, sedang ikan tangkapan kami dikumpulkan dalam satu ikat tali akar. Suasanya sangat nyaman dipagi itu…

Kreeekkk…kretek…kreeekteeek….[suara dari pohon diatas kami]

“Suara apa nik?” Tanyaku sambil mendongak ke atas

Memang saat itu aku melihat dari bawah pohon tidak ada apapun dari atas, hanya hembusan angin yang pelan.

“Jangan takut bang, suara pohon kena angin.” Jawab Niko yang sedang mengambil ikan dari kailnya

“Beneran kamu nik?” tanyaku lagi.

“iya bang dari tadi suaranya kayak gitu kok! Tegas niko

Kratak….kratakkk….kraattaakkkk bruaaaakkkkkkk [pohon besar itu tumbang didepan kami]
Kami lihat ada banyak pocong yang jatuh ke sungai, mereka berasal dari pohon besar diatas kami. Pocong ini bermuka hitam, dan berdarah diwajahnya. Nampak kain kafannya lusuh. Mereka berjatuhan mengikuti robohnya pohon besar saat pagi itu, sebagian jatuh masuk ke sungai sebagian ke tanah.

Byurrr…byurrr….byurr ..Buugg…Buuuggg [suara pocong yang jatuh kedalam air dan tanah]

“An****Setaaaaannnnnn …..Niko ayok lari….”Teriakkku

“iiii…iiiiyyaaa bang….” Jawab niko yang diam mematung dan kaget

Aku langsung memegang tangan Niko menyeretnya untuk beralari menjauh dari sungai tadi. Disaat yang sama joran pancing kami lempar kemuka pocong-pocong sialan. Gila bener daerah ini, masih pagi setan-setan pada kumpul reunian…. Waktu itu aku masih berlari ketakutan mencari ayah dan mamak. Aku berlari sambil berteriak mencari keberadaan mereka.

“Ayahhhh….Mamakkkk “Teriakku sambil berlari…

Krasakk…krasakkk….[suara tubuh kami yang membelah rimbunnya kebun belum dibersihkan]

“Oiiii” Jawabnya dari kejauhan

Dari jauh kelihatan ayah yang sedang membersihkan semak dengan mamak, mereka dengan santai mengumpulkan semak-semak itu untuk dibakar.

Haaahhh….haahhhh..hahhhh…[suara nafasku dan niko sudah ngos-ngosan berlari menuju tempat ayah dan mamak].

“Ada apa bang?” Tanya ayah.

“Di…ssssaaaannaaaaa ada pocooooonggg banyyyaaakkk yah…hhhhhaaahhhh!” Jawab niko yang masih ketakutan.

“Iyaa yah….jawabku sambil menunjuk lokasi pocong yang pada jatuh dari pohon.

“Makanya bantuin mamak sama ayah, jangan main muluuuu?” Sahut mamak.

“Iya mak , ,,,maap mak”. Jawabku

Aku beranggapan saat berangkat tadi terhidar dari ular kemarin yang mengejar kami, eh taunya malah pocong yang datang. Dipagi hari pula, pocong yang tak tau waktu…pagi-pagi udah takutin kami.

“Mak aku sama niko pulang dulu yah?” Pintaku yang masih takut

“Ya udah bang, tapi abang sama adek beres-beres rumah ya? Kalau nyampe rumah?” Perintah mamak

“Iya mak” Jawab kami berdua.

Pagi itupun aku dan niko langsung pulang kerumah, dari pada dikebun. Dua hari baru ditempat ini sungguh pengalaman yang sangat mengerikan bagi kami, mau bantu mamak dikebun banyak setannya gak bantu juga itu adalah sumber penghidupan keluarga kami.


Janur Kuning

Janur Kuning

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2019 Native Language: Indonesia
Kisah ini berawal saat keluarga kami ditawari tanah dari Jambi oleh kenalan ayahku, masih kuingat jelas namanya dia adalah Pak Herman. Orangnya ini berumur 40 tahunan.Orangnya ini berumur 40 tahunan. Saat dia menawari keluarga kami dimedan tentang informasi tanah beserta rumah yang murah di jambi, di informasikan tanah itu seluas 50 Ha, beserta rumahnya. Waktu itu kami ditawari dengan harga 200 juta. Berbekal informasi dari pak herman waktu itu kami sekeluarga berminat untuk pindah ke Jambi karena rumah dan tanahnya tergolong murah saat itu, pada akhirnya ayahku tertarik membeli tanah di Jambi.Penasaran kisahnya? yuk dibaca kelanjutannya!

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset