Janur Kuning episode 9

Rumah sakit

Kini tinggalah aku berdua dengan Niko yang berada dalam kamar, sedang ayah kembali pulang dan berjanji kembali besok siang. Waktu beranjak malam kondisi ruanganku semakin terasa membangunkan buluk kuduk kami berdua. Karena penerangan ruangan berwarna putih tidak begitu terang serta depan kamar ada pohon beringinnya yang rimbun. Rimbunnya pohon ini menambah suasana kamar kami menjadi semakin mencekam dimalam hari. Tetapi untungnya waktu itu dalam kamar ada seseorang pasien lain, pasien disebelah kami hanya bersekat kelambu hijau serta yang menjaga seorang lelaki.

Kami hanya berdua tetap dibawah ranjang mamak, selepas jam tujuh aku dan Niko sudah tak berani keluar kamar. Kami hanya menjaga dan memperhatikan terus dengan seksama perkembangan mamak. Saat aku selesai menyelimuti mamak dari belakang terdengar lagkah lelaki penjaga sebelah mendekatiku.

“Sakit apa bang?” Tanya sosok laki-laki yang sudah berdiri disampingku sambil memandangi mamak yang tergolek diranjang.

“Stroke bang?” Jawabku pelan dan asal. Karena waktu itu vonis dokter belum pasti dan berubah-ubah diagnosanya.

“Abang rumahnya mana, itu siapa abang?” Tanya laki-laki paruh baya itu

“Rumahku di daerah ****, ini mamak aku bang.” Jawabku yang sudah selesai menyelimuti mamak sampai lehernya.

“Siapanya abang yang sakit itu?” Tanyaku balik dengan melempar pandangan keranjang pasien sebelah.

“Kakak aku bang.” Jawabanya

Setelah sedikit perbincangan itu ia kembali duduk ketempat asalnya, begitu juga dengan aku. Rumah sakit yang kutempati saat itu memang dimalam hari sangat sepi, saat jam sembilan saja tidak ada orang yang lewat satupun dilorong depan kamar. Waktu jam dinding mulai menunjukkan angka sebelas lebih dari luar kamar terdengar…

Huuuuu….Huuuuu…Huuuuu [suara tangisan perempuan]

Aku yang tadinya masih rebahan ditikar plastik dengan keadaan yang belum tidur, akhirnya bangun. Aku memperhatikan sebentar penduduk ruanganku semuanya terlihat sudah tidur dengan pulas. Aku yang masih belum tidur dengan perasaan penasaran mulai mencari sumber suara tersebut. Pelan – pelan kudekatkan kepalaku kejendela, Setelah kepalaku tepat berada dijendela kulihat ada sosok wanita memakai baju perawat putih-putih duduk dahan pohon beringin sedang menangis. Setelah kutahu hal aneh itu aku pun kembali dengan cepat untuk tidur dibawah bersama Niko. Waktu aku meringkuk disamping Niko dan berharap malam ini cepat berlalu, semakin aku mencoba memejamkan mata semakin kumendengar dengan jelas lengkingan tangisan perawat yang berada dahan pohon beringin itu. Sampai jam tiga dini suara tangisan itu sayup sayup mulai menghilang dengan sendirinya, baru setelah itu aku bisa tidur dengan tenang.
Saat pagi menjelang, kakiku mendapat goyangan pelan dari kanan dan kiri…

“Bang bangun bang…” Kata Niko yang sudah duduk dibawah kakiku.

Akupun langsung terbangun dan pergi kekamar mandi diluar untuk cuci muka dan sekalian mandi. Suasana pagi pertama kali saat aku dirumah sakit ini sangat asri dan tenang, Tapi tak asri dan nyaman dikala malam hari. Seperti biasa dikala pagi hari semenajak mamak sakit aku memandikan mamak dan menyuapi makanan yang bisa masuk kedalam mulutnya sambil menunggu kedatangan ayah.
Dengan penantian yang panjang, akhirnya siang hari ayahku sekitar jam dua belas baru datang, beliau hanya mengantar baju ganti kami bertiga dan uang untuk kami yang menjaga mamak dirumah sakit. Setelah itu ia pulang lagi karena harus melanjutkan bekerja dikebun, meski kondisinya fisiknya terlihat sakit juga.

Sore hari saat aku memandikan mamak lagi, tingkah yang mencurigakan mulai muncul. Kegiatanku sore itu yang dilihat oleh penjaga pasien disebelahku seakan kegiatan yang aneh. Saat itu juga ia mendekat kepadaku ia berbisik…

“Yang sabar bang, sebentar lagi mamak kau juga mati.” Kata laki-laki ini.

Dalam hati kurang ajar ini orang, kalau bukan dirumah sakit dan jaga mamak pasti ia akan kuhajar ditempat. Tapi sore itu pikiran yang sempat terbesit dalam hatiku akhirnya kuabaikan saja. Setelah itu aku hanya menanggapi dengan senyum..

“Bang tadi malam dengar suara perempuan yang menagis tidak?” Tanyaku

“Biasa itu bang, hampir tiap hari juga begitu.” Jawab tenang pria ini

“Jadi abang sudah tau?” Tanyaku lagi, sedang Niko yang mulai mendengarkan pembicaraanku hanya bengong menatapku, karena ia tak tahu hal yang terjadi semalam.

“Ya sudah bang, aku kan sudah satu minggu disini.” Jawabnya dengan kembali duduk disamping ranjang saudaranya.

“Tapi jangan dicari suaranya bang, bisa-bisa yang nangis itu ngikutin abang. Kayak penjaga dikamar sebelah.” Jelasnya lagi. “Iya bang” Jawabku singkat

Aku hanya diam dan bergumama dalam hati tak mau berurusan dengan perawat hantu dipohon beringin itu. Saat kegiatanku mulai menyuapi mamak, Niko bangkit dari duduknya dibawah. Ia dengan perlahan mendekatiku…

“Benar bang, ada yang nangis tadi malam.” Tanya Niko penasaran

“Benar Nik, tenang saja. Kan disini ada abang, sama abang sebelah.” Jawabku untuk meredam ketakutan Niko.

“Tapi aku takut bang” Sahut Niko yang kembali duduk dibawah.

“Sudah Nik kau mulai tidur jam tujuh saja? Biar abang yang jaga mamak waktu malam.” Perintahku

Setelah itu Niko mengikuti perintahku untuk tidur saat jam tujuh lebih. Sedangkan aku masih terjaga hingga malam hari. Waktu menginjak jam setengah dua belas malam, suara tangisan perawat itu sayup-sayup mulai terdengar. Saat itu aku langsung mencoba tidur meringkuk disamping Niko. Tapi dari kamar sebelah terdengar suara..

Klotakk…klotak…klotak…[suara dari loker mayat] Kreekkk..krekkkk..krekkkk [suara tangan yang mencakar tembok]

Entah suara apa itu, yang jelas dari ruang jenazah. Semacam suara yang mau keluar dari loker mayat tapi tak bisa, serta suara tangan mencakar dinding kamar. Padahal malam itu sudah menunjukkan jam dua dini hari, aku sendiri yang setiap malam ingin tidur dengan tenang tapi tidak bisa karena suara-suara itu terus menggangguku. Setelah jam tiga lebih barulah suara-suara itu kembali reda dan mulai menghilang. Sukurnya Niko saat malam hari bisa tidur dengan pulas, jadi saat siang hari ia bisa menjaga mamak sedangkan aku bisa tidur.
Hari ketiga tidak seperti biasanya ayah datang lebih pagi, ia merasa badannya sakit dan tidak berkebun lagi hari itu. Pagi itu ayah ikut istirahat disampingku serta aku mulai memijitnya, karena kukira ia kelelahan saja. Setelah jam menunjukkan pukul empat ayah kembali pulang. Setelah itu saat aku sedang makan sore dengan Niko pasien sebelah kami tiba – tiba berteriak keras…

An****gggg…..*******, semua kata-kata kotor diucapkan dengan keras berulang-ulang…

Panas …sakit…. Panas …sakit ….Ya allah…… A****ngg…… AKHHHHHHH

Setelah teriakan terakhir itu pasien disebelah ranjang mamakku meninggal dunia. Saudaranya hanya menangis histeris, serta memeluknya. Dia merasa tak terima kalau saudaranya sudah tiada, aku masih terdiam dan tertegun melihat hal ini. Setelah beberapa detik aku putuskan untuk pergi mencari perawat untuk membantu pasien disekamar denganku yang meninggal. Setelah semua selesai diurus dan mereka pindah kekamar sebelah yaitu kamar jenazah, sekarang tinggalah kami berdua yang berada dikamar itu.

Mulai Malam itu menjadi malam yang menakutkan bagiku, karena harus berjaga dimalam hari sendirian. Saat suara tangisan muncul lagi dimalam itu sekitar jam dua belas lebih, aku hanya duduk memandangi mamak dari bawah. Pandanganku jelas sampai keranjang kosong bekas pasien meninggal tadi sore, karena pembatas kain dibuka total. Aku hanya diam duduk berjongkok memegang erat kakiku sedang daguku menempel dilutut. Samar – samar terlihat pria berwajah pucat pasi yang tadi barusan meninggal bangun dari ranjangnya dan berjalan keluar dengan kaki tanpa menempel ke lantai. Saat kejadian itu langsung kubenamkan wajahku ditengah lutut yang mulai bergetar ini. bersamaan dengan getaran kakiku ada tangan yang menyentuh kakiku, saat kulihat..

“Bang takuuutttt…” bisik Niko yang ternyata sudah bangun dan habis melihat orang itu pergi keluar. Dia akhirnya ikut meringkuk ketakutan dan mulai melingkarkan tubuhnya di kakiku dalam keadaan berselimut.

Aku hanya diam serta tetap membenamkan wajah dalam tekukkan lututku dan mengelus pelan kepalanya Niko yang mulai menempel dikaki kananku. Dalam hati sudah menjerit sejadi-jadinya, mau laripun kami tak bisa, karena harus jaga mamak. keadaan yang membuat kami harus bertahan walau rasa ketakutan kami rasakan.

Seiring berjalannya waktu seminggu sudah kami jalani dirumah sakit tanpa ada perubahan apapun pada mamak, tapi kamipun harus bertahan dengan kebingungan akan kondisi mamak dan ketakutan akan hantu yang tiap malam menangis. Berlanjut dalam minggu kedua ini kami lalui juga seperti malam-malam sebelumnya, tetap ditemani tangisan suster dimalam hari kadang suara langkahnya ikut menemani juga. Bahkan suara rintihan serta suara suara yang lain dari kamar mayat sering bermunculan selepas jam dua belas malam. Diakhir minggu kedua sekitar jam sepuluh malam terdengar suara dari depan kamar mamak…

Plok…plok suara sepatu pantofel beriringan menuju kamar sebelah

“Bawa ia masuk kekamar mayat, kunci dari luar.” Kata pria ke 1

“Ya pak, katanya ia jago dan paling berani” Jawab Pria 2

“Biar tau rasa dia” Kata pria ke 1

Saat aku melihat dari jendela ternyata ada dua orang aparat yang berseragam berjalan kembali dari ruang mayat, serta dua petugas kamar jenazah dibelakangnya. Wajah mereka terlihat kesal dan bersikap ingin memberi pelajaran untuk pria yang dikunci dikamar mayat. Setelah itu jam terus berputar menunjukkan angka dua belas, tangisan perawat dari pohon beringin kembali dimulai. Terdengar dari kamarku…

“Huuuuuu….huuuuu…huuuuu”(suara tangisan dari pohon beringin)

Setelah mendengar suara ini ganti suara berasal dari kamar sebelah…

Brakkk..braakkkk..brakkkk…tolong paakkkk [suara pintu kamar sebelah digedor-gedor dan suara teriakan pria dari dalam kamar mayat]
Ampun pak…ampun…ampun….ampun….huuuu…huuuu..huuuu…mayatnya bangun pak….tolong pakkkk… Huuuuu..huuuu(suara tangisan dari ruang sebelah)

Tangisan dan gedoran ruang sebelah itu terjadi sampai jam dua dini hari, Niko yang sebelumnya tidur akhirnya terbangun dan tak bisa tidur lagi karena suara dari sebelah yang keras tiada henti. Kami berdua malam itu serasa senam jantung, disisi lain suara hantu mulai terdengar disisi lain suara orang meronta-ronta yang ketakutan dari kamar sebelah. Malam itu aku dan Niko hanya duduk berdua dengan melantunkan do’a sebisa kami. Beberapa saat kemudian suara langkah para aparat dan petugas rumah sakit datang untuk membuka kamar mayat dan mengeluarkan pria itu. Mereka berjalan kembali melewati depan kamarku dan mulai membuka kamar sebelah…

“Gimana enak rasanya?” Kata pria 1

“Katanya jagoan….Plakkk.” Kata pria 2 dengan suara tamparan kerasnya

“Ampunn.. pak…huuu..huuu?” Jawab pria yang habis ditampar dan mulai keluar dari dalam kamar mayat.

“Katanya paling jago, gak takut mati. Kok udah nangis -nangis” Kata pria 2

“Ampun …pak…! Jawab pria itu lagi

Setelah sedikit obrolan dari depan kamar sebelah itu, mereka pergi melewati lorong jalan depan kamar kami.
Waktu berputar sampai akhir minggu keempat, mamak masih dirawat ditempat yang sama. Dua hari sebelum pulang, saat malam hari sekitar jam satu malam aku mendengar langkah kaki mulai masuk kekamar kami.

Kletak…kletak…kletak

Waktu itu aku sudah tiduran dan pura-pura tidur, dalam celah selimut yang aku tutupi sampai kesekujur tubuhku. Mata ini hanya melihat dari celah kecil selimut sepatu hitam berjalan tanpa menyentuh lantai tapi berbunyi. Waktu itu aku diam saja hanya mengamati dan berdoa sebisanya, dia berjalan dan berhenti tepat disamping tempat tidur mamak. Aku sendiri tak tahu apa yang ia perbuat, sementara mulutku dengan cepat membisu sedangkan berdo’anya berganti dalam hati. Dalam hatiku yakin bahwa ia adalah hantu perawat, sekian lama akhirnya perawat ini kembali keluar tapi waktu ia berjalan sepatunya tak menempel ke lantai dan sudah tak bersuara lagi. Saat itu aku langsung melanjutkan kegiatan pura-pura tidurku sampai tertidur beneran hingga pagi.

Pagi telah tiba, setelah kejadian malam tadi, aku pun diam dan tak menceritakan ke Niko. Siang seperti biasa ayah datang dan memutuskan untuk membawa mamak pulang besok siang, karena selama itu mamak tiada perubahan sama sekali.
Selama empat minggu pula aku dan Niko sering kali mendapati suara tangisan, dengkuran dan jeritan dimalam hari, kadang bau busuk dan amispun memenuhi kamar kami. Selama itu pula setiap habis jam tujuh malam kami tetap tidak ada yang berani keluar kamar. Kelebatan bayangan putih dan tawa perempuan juga sering terdengar dikamar kami, tapi dengan semua kejadian itu kondisi mamak malah semakin sering menutup mata.

Malam terakhir sebelum kami pulang jam setengah dua belas, aku yang masih terjaga seperti biasa. Mendengar ketukan pintu dari depan kamarku.

Toook..tokk..tokk..[suara ketukan dari jendela kaca diatasku]

Saat mendengar itu, aku langsung mencari sumber suara. Saat sampai dijendela kepalaku yang menoleh kekanan dan kekiri hanya pemandangan kosong diluar dan tiada suara tangis perawat di malam itu. Kejadian ini berulang kali, sampai akhirnya. Perawat yang biasa menangis ini tiba-tiba muncul duduk diranjang sebelah mamak yang kosong. Dia duduk sendirian diranjang menatapku dengan tatapan kosong, ia memakai rok putih panjang. Tapi perawat itu kakinya tak terlihat hanya rok putih lusuhnya yang bergerak kedepan dan belakang. Sedang wajah hantu ini menghitam, serta kedua matanya ikut menghitam legam. Bekas darah sedikit terlihat dari samping kanan kiri matanya, dan juga rambutnya panjang sebahu yang cak-acakan.

Saat melihatnya aku langsung kembali duduk berjongkok dan membenamkan kembali wajahku kedalam lutut. Tanganku memegang erat-erat kedua kakiku. Sedang Niko tertidur pulas dengan posisi tak beraturan disampingku.

“Bang tolong saya bang…” suara dari arah wanita hantu perawat ini.
“Bang tolong saya bang…” suaranya lagi…
“Bu tolong jangan ganggu saya…” Jawabku cepat dengan ketakutan

Waktu itu aku cukup lama membenamkan wajahku dalam lutut, saat aku kira sudah aman. Waktu kurasa suara itu suda tak terdengar lagi, aku memberanikan diri untuk mulai mengangkat kepalaku kedepan melihat hantu itu lagi…disaat bersamaan sesuatu yang dingin mulai menyentuh lengan tanganku. Ternyata tangan hantu perawat itu yang mulai memegang lengan kananku. Spontan saat aku melihat tepat didepanku hantu itu berhadapan saling berjongkok bertatap muka pas didepanku..

“Bang tolongin saya bang….” Suaranya pelan dan mulutnya mengeluarkan bau busuk dan terlihat sedikit belatung dibibir dan lidahnya.

Aku langsung memejamkan mata dan berjingkrak-jingkrak naik turun dalam keadaan jongkok…”AKKKKKKKKKKKHHHH…”
Karena aku sendiri sudah tak tahan lagi dengan ketakutan tiba-tiba badanku lemas dan pandanganku mulai gelap, setelah berteriak keras aku sudah tak ingat lagi.

Pagi sudah datang aku yang masih pingsan bangun dengan dikasih bau minyak kayu puti dihidungku oleh Niko…

“Bang bangun udah siang, bantuin ayah ngurus administrasi”. Kata Niko yang berada tepat didepan wajahku.

“Sialan” bikin kaget saja kau Nik. Kataku yang bangun dengan kaget dan mengucek mata dahulu. Aku yang masih takut dipagi hari karena mengingat peristiwa tadi malam, kuputuskan langsung kekamar mandi. Waktu berjalan kekamar mandi sekilas kulihat ayah dengan wajah yang pucat sudah mulai bersiap-siap membereskan barang-barang untuk dibawa pulang.


Janur Kuning

Janur Kuning

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2019 Native Language: Indonesia
Kisah ini berawal saat keluarga kami ditawari tanah dari Jambi oleh kenalan ayahku, masih kuingat jelas namanya dia adalah Pak Herman. Orangnya ini berumur 40 tahunan.Orangnya ini berumur 40 tahunan. Saat dia menawari keluarga kami dimedan tentang informasi tanah beserta rumah yang murah di jambi, di informasikan tanah itu seluas 50 Ha, beserta rumahnya. Waktu itu kami ditawari dengan harga 200 juta. Berbekal informasi dari pak herman waktu itu kami sekeluarga berminat untuk pindah ke Jambi karena rumah dan tanahnya tergolong murah saat itu, pada akhirnya ayahku tertarik membeli tanah di Jambi.Penasaran kisahnya? yuk dibaca kelanjutannya!

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset