Ahh,, lagi dan lagi aku mendengar anak sebelah rumahku menangis. Hampir setiap hari tangisnya yang begitu pilu sampai bathin ini ingin berontak menolong gadis kecil tersebut.
Namanya Zizi, umurnya 10tahun. Sekarang dia duduk dibangku kelas 5 sekolah dasar. Ayah ibu nya seorang petani, mereka baru pindah sekitar sebulan lalu tepat disebelah rumahku.
Ntah kenapa ibunya selalu memarahi anak sulungnya tersebut, kadang hanya masalah sepele. Pernah suatu hari anak tersebut baru selesai mandi di sungai, karna memang pada saat itu mereka tidak memiliki kamar mandi pribadi. Dia melewati halaman rumahku dan aku tersenyum kearahnya, diapun tersenyum balik, begitu manis. Aku yang memang telah selesai menyapu halaman kembali masuk kerumah. Tak berselang lama aku mendengar jer*tan anak gadis tersebut, begitu menyayat hati, ntah apa yang sedang ibunya lakukan kepadanya.
Akupun yang sudah tidak tahan mendengar tangisan gadis itu, menghampiri mereka. Rupanya ibunya sedang menc4mb*k badan gadis kecil itu berkali-kali dengan sapu lidi serta menj4mb4k rambutnya. Begitu miris seorang ibu kandung melakukan hal tersebut hanya karna gadis itu tidak membawa adiknya mandi bersamanya. Begitu sepele masalahnya, sehingga aku memisahkan gadis itu dari tangan ibunya dan langsung merengkuhnya. Ku dekap dan ku tenangkan gadis berwajah manis tersebut. Sang ibu hanya melengos masuk kedalam rumahnya, sedangkan ayah gadis itu hanya diam melihat aksi istrinya. Bod*h bathinku.
Kejadian demi kejadian selalu begitu hampir setiap harinya, kini mereka sudah hampir satu tahun menjadi tetanggaku, hingga suatu hari gadis itu mengalami demam tinggi, begitu panas suhu tubuhnya saat itu.
Aku yang melihatnya merasa iba, orangtuanya tak mampu membawa nya untuk kerumah sakit. Saya pun menawarkan diri untuk ikhlas menolongnya dan membujuk agar gadis itu di bawa segera, tapi orangtuanya menolak dengan alasan tak mau merepotkan. Terus ku paksa dengan berbagai bujukan dan penolakan yang kudapat. Miris, hanya itu yang mampu aku ungkapkan kepada orangtuanya tersebut.
Malam harinya aku berinisiatif untuk membelikan obat penurun demam untuknya, semoga tidak ada penolakan lagi pikirku, dan untungnya ibu gadis itu mau menerimanya dengan sedikit paksaan. Aku masih sempat melihat gadis itu terbaring diruang tamu mereka hanya beralaskan tikar. Aku menyemangatinya dan dia hanya mengangguk.
Tapi, Tuhan berkehendak lain tepat jam 5 subuh aku mendengar teriakan histeris tapi bukan suara Zizi, melainkan suara ibunya, ya Tuhan apa yang terjadi. Akupun langsung berlari tanpa melepas mukena yang ku kenakan. Ku lihat Zizi sudah terbujur kaku sambil memegang uang kertas 10ribu rupiah ditangan nya. Rupanya itu keinginan terakhir gadis manis tersebut.
Nasi sudah jadi bubur menyesal pun tiada arti lagi, melihat ibunya meraung-raung di dekat jas4d anaknya hatiku begitu pilu aku tak sanggup melihatnya. Sesal hanya itu yang dia katakan.