Kehidupan Tiga Sahabat episode 5

Chapter 5 : Berangkat

TOOT… TOOT… TOOT…

Suara klakson kapal ferry yang berteriak keluar dengan kerasnya menandakan kapal akan segera berangkat dari pelabuhan Merak menuju pelabuhan Bakauheni. Didi, Adi, dan Ade sangat terkesima jauh memandang ke tengah laut hanya nampak bayang-bayang gunung anak Krakatau yang berdiri angkuh di tengah laut, melihat deburan ombak akibat angin yang memperkosa bentangan air laut hingga berbuih banyak. Ketiga sahabat ini tidak mau pindah ke tempat penumpang seharusnya duduk, mereka sangat menikmati hempasan angin laut yang perlahan menampar pipinya.

“jadi ini yang namanya laut” ucap Adi

“jadi ini rasanya naik kapal” ucap Ade

“jadi ini rasanya duduk di haluan kapal” ucap Didi

Mereka memang baru pertama kali merasakan menyeberang pulau, dan belum pernah seumur hidup ke pantai, maklum remaja kampung yang sangat kurang pergaulan.

JEDAAG… JEDUUG…

“suara apaan tuh?” Tanya Adi

Ketiganya pun berjalan mendekati sumber suara dengan membawa tas carrier yang besar dan penuh sampai sedikit terhuyung-huyung saat hempasan ombak menggoyang badan kapal.

“what!!! Dangdutan di atas kapal?!?!” herannya Ade

“emang ya dangdut itu lagu untuk berbagai macam zaman, gak di darat gak di laut ada juga musik beginian” ujar Didi sambil tertawa lepas

“Jadi ingat lagunya Project Pop” sambung Adi

Sudah satu jam perjalanan, Adi sudah mulai tengak-tengok, planga-plongo sudah mulai celingak-celinguk menandakan sudah mulai bosan. Wajar rasa bosan itu timbul, karena mau jalan-jalan di sekitar kapal pun tidak sampai tiga puluh menit sudah bisa keliling-keliling sampai bosan. Bagi orang yang baru pertama kali naik kapal ferry memang seperti itu, kurang lebih bisa 2,5 sampai 3 jam ada di atas kapal dan ditengah laut, mau turun di tengah gak bisa, maksa kapal ngebut juga gak bisa jadi memnag harus sabar dan dinikmati.

“De, Ade… kesini cepet!” teriak Adi sambil melambai-lambaikan tangannya

“lihat tuh lihat… kok ada emas-emas kayak rumah gadang” ucap Adi

“bukan coy, itu mah namanya ruwai jurai, istilah di Lampung begitu” celetuk Didi

Terlihat muka mereka bertiga sumringah karena sudah nampak jelas terlihat di kejauhan daratan berupa pelabuhan yang bernama Bakauheni.

TOOT… TOOT… TOOT… klakson kapal kembali berbunyi keras dan lantang, sebagai kode kalau kapal akan segera berlabuh agar petugas-petugas pelabuhan untuk segera bersiap alias tandanya mereka bekerja akan segera dimulai.

Dengan beradu badan antar penumpang lainnya yang berebut untuk segera keluar dari kapal, berkeringat peluh namun dengan penuh semangat dan rasa penasaran mereka bertiga sekuat tenaga segera menuju terminal pelabuhan. Tapi setelah mereka bertiga sampai di terminal kaget setengah mati, sepi sangat sepi malah, Cuma ada Bus dan mobil-mobil travel serta calo-calo yang menawarkan jasanya secara kasar.

Tidur pulas sekali terlihat Didi, Adi, dan Ade meski harus mengangkat sedikit lutut kakinya karena jarak antar kursi ke kursi pendek sekali, sempit yang dirasakan saat naik bus dari terminal pelabuhan menuju ke terminal Rajabasa. Ya memang begini kondisinya, meski dari luar sih penampilan fisik bus sangat meyakinkan tapi saat sudah didalam berbeda dari yang diharapkan, sampai ada lagi kursi jongkok di tengah yang biasa dipakai ibu di rumah, miris… didaerah seperti ini nampaknya.

“Di, bangun… udah sampai bom nih?” suara Ade membangunkan mimpi-mimpi Adi di sempitnya bus

“eh udah dimana nih? Masa si Didi? Bangunin tuh kingkong, dia duduk di bangku paling belakang” ujar Adi

“kiri bang kiri…” teriak Ade

Namun bus tetap melajukan busnya dengan kencang

“bang…kiri bang…” teriak Didi

“woy… minggir…minggir!” teriak salah satu penumpang yang membuat bus akhirnya berhenti

CIITTT…. JEESSS…. BRAAKK…

Akhirnya Adi, Didi, dan Ade turun dari bus tersebut

“lega juga udah keluar dari bus laknat itu” ucap Didi

“iya tapi elo paling molor diantara kita Di” sambung Ade

Mereka pun berjalan terhuyung-huyung sambil mengumpulkan nyawa-nyawa yang tersisa, karena ternyata mereka berdiri tepat didepan gerbang kampus namun pintu yang paling ujung alias pintu utama alis pintu paling belakang. Terlihat besar dan megah tapi kenapa disebut paling belakang ya, mungkin karena tepat berhadapan langsung dengan jalan nasional trans sumatera.

“ayo kita cari kos-kosan” ucap Didi ke Ade dan Adi

Mereka pun bergegas mencari-cari kos-kosan, agak kaget sih mereka melihat kos-kosan yang ada di sini. Sangat berbeda jauh dengan bayangan mereka dan mereka pun mulai membandingkan kos-kosan yang ada di kukusan belakang UI yang terlihat sangat manusiawi. Sedangkan disini maih bisa sih dikatakan manusiawi tapi mepet banget sama rel kereta!!!.

Didi, Adi, dan Ade mulai bertanya-tanya ke penduduk sekitar berapa harga dan fasilitas yang dimiliki. Dan nampak kaget sekali mereka bertiga saat penduduk disini menawarkan harga satu kamar dengan fasilitas Kasur+dipan, lemari, dan meja kecil di rate harga Rp 1.300.000,= per tahun, ya per tahun tapi kamar mandi di luar. Akhirnya mereka nego menjadi Rp 1.100.000,- karena langsung ditempatin buat tiga orang untuk tiga kamar, setidak-tidaknya mereka sudah bisa merebahkan badan dan menstabilkan tenaga untuk esok hari.

“mandi ah” ucap Didi

“buruan Di, gw udah laper nih pengen cepet-cepet mandi terus kita makan di warung depan itu tuh, kayaknya enak ada sayur asemnya” sambung Ade

Saat Didi berjalan ke belakang ke arah kamar mandi, betapa shock-nya melihat bahwa kamar mandi ada dua buah, di tiap tembok kamar mandi tersambung sebuah batang bambu yang dipotong setengah sehingga membentuk cekungan dan ujung dari bamboo itu tepat di atas bak mandi dan ujung yang satunya lagi tepat di bibir sumur.

“what… jadi harus nimba sumur dulu kalau mau mandi” batin Didi

Didi pun memanggil Adi dan Ade perihal ini semua.

“De, bantuin gw donk nimbain tuh aer buat gw mandi” ucap Didi

“gw capek Di, mending lo langsung guyur aja nih kalo habis nimba, jadi gak usah pindah-pindahin aer ke bak mandi” jawab Ade

“bener juga lo ya udah deh” dan akhirnya mereka bertiga secara sadar akhirnya mandi bersama bertiga, hal yang sudah jarang mereka lakukan selepas mereka SMP, hanya di payungi oleh langit dan sepoi-an angin yang menerpa tubuh mereka yang sudah tersentuh air.


Kehidupan Tiga Sahabat

Kehidupan Tiga Sahabat

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2017 Native Language: Indonesia
Didi, Adi, dan Ade adalah sahabat seperjuangan hidup, selalu bersama kemana pun. Lucu dunia masa kecil yang apa adanya tanpa dibuat-buat. Kisah mereka bertiga yang amat menyenangkan, tumbuh dan bertumbuh terus. Fitri sedikit bingung karena sebelumnya si Ade sudah menawarinya lebih dulu dan sebelum Ade si Ade sudah lebih dulu karena Ade datang ke sekolah lebih pagi demi bertemu Fitri lebih dulu. Kisah kasih mereka penuh tanda tanya tanpa ada yang tahu akhir kisah mereka. Apakah seperjalanan mereka mendapatkan cinta atau nestapa, atau kisah yang tidak pernah berujung.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset