Mereka bertiga berkumpul di atap sekolah saat jam istirahat, tanpa Hikari. “Hm…bagaimana menurutmu?” Shinji memperlihatkan gambar diponselnya, seorang laki-laki menggunakan sweater dengan syal yang melingkar.
“Um..syal? entahlah, menurutmu Naoki?”
Naoki diam sesaat, dia nampak berpikir secara serius. “Begini Shinji, bagaimana kalau menggunakan pakaian yang biasa kamu pakai,” kedua temannya langsung memperlihatkan muka yang datar. “eh maksudku, bukankah kita lebih nyaman saat memakai pakaian yang biasa kita pakai?” tambahnya.
“Benar sih, lagipula Hime juga tidak terlalu perduli dengan apa yang kamu pakai,” sedikit mengolok Shinji.
Hikari yang tidak bersama Shinji sedang berada di kelas dengan Haru, mereka duduk saling bertatapan.
“Maafkan aku Hikari…san!” sambil menundukan kepalanya.
“Eh…ada apa?” Hikari sedikit bingung dengan sikap Haru. “aku tidak merasa kamu melakukan hal yang buruk kepadaku, sudahlah…,” Haru mulai menaikan kepalanya. “tenang saja…,” tersenyum manis kepada Haru.
“Tapi…,” mata Haru masih berkaca-kaca.
“Asal kamu tidak membocorkan kepada yang lain aku tidak akan marah,” berbisik mengecilkan suaranya sambil bercanda. “oh iya, tadi paman Penny menyiapkan bekal ini,” membuka bekal makanannya, berisi makanan bertema eropa. Mata Haru mendadak bersinar. “ayo kita makan bersama,” Hikari mulai memberikan isi bekalnya kepada Haru.
Jam pulang sekolah kali ini tampak berbeda, Shinji yang sudah siap pulang bersama Hikari harus gigit jari karena Hikari memberitahunya bahwa sampai hari di mana mereka berkencan mereka tidak boleh bersama. Sebagai gantinya Hikari mengajak Haru untuk pulang bersama. Dengan berjalan kaki, Hikari juga ingin lebih mengenal pribadi Haru.
Haru menjadi canggung, apalagi ini kali pertama dia pulang ke rumah dengan seorang teman sekolah. Dia hanya bisa mencuri-curi pandangan. “Um…ada apa yah?”
“Oh iya Haru,” Hikari memulai pembicaraan duluan. “bagaimana kalau kamu menggantikan peran Shinji? Sampai akhir pekan sebelum aku berkencan dengannya,” Hikari memberitahu rencana kencan dia dengan Shinji.
“Eh…mengganti? Maksudmu?” Haru tidak mengerti apa yang Hikari bicarakan, “maaf…tapi aku tidak…,” Hikari malah tertawa.
“Bukan…bukan seperti itu, maksudku selama ini kan Shinji yang selalu menemaniku. Bagaimana jika kamu yang menemaniku, kita bisa menjadi teman yang sangat akrab!” memberitahunya dengan antusias. Tapi Haru masih ragu-ragu. “kita mulai sekarang yah?!” Hikari menarik lengan Haru.
Hikari mengajak Haru bermain ke sebuah mall. Dia membawa Haru ke lantai paling atas, tempat banyaknya wahana bermain yang tersedia.
“Lihat itu, permainan DDR!” Hikari menunjuk ke arah permainan itu.
“Iya..tapi Hikari-san…aku…,” lengannya ditarik oleh Hikari, mereka menghampirinya.
Di area permainan masih ada orang lain yang bermain, Hikari dan Hime menunggu sambil menonton. Hikari nampak serius memperhatikannya, sedangkan Haru mulai tidak nyaman karena dia tahu bahwa gerak tubuhnya sangat kaku. Setelah orang lain selesai memainkannya Hikari langsung melompat, memasukan koin dan mulai memilih lagu.
Dia melihat Haru yang terdiam di bawah, “Naiklah cepat, lagunya sebentar lagi dimulai.”
Perlahan-lahan Haru naik, untungnya area ini tidak begitu ramai. “Apa aku harus melakukan ini?” Haru sudah ingin menyerah.
Lagu pun mulai dimainkan, karena pekerjaannya sebagai virtual idol maka permainan ini tampak mudah baginya. Sedangkan Haru mulai kesusahan di awal lagu. Sesekali Haru menatap ke arah Hikari, dia merasakan bahwa Hikari sangat menikmati permainan ini dari lubuk hatinya yang sangat dalam.
“Senyumnya…aku baru melihatnya dia setulus ini,” permainan berakhir dengan skor Hikari yang unggul jauh.
Hikari mengajaknya ke tempat lainnya, beberapa permainan mereka mainkan bersama. Pengalaman seperti baru Haru rasakan, karena dia sama sekali tipe anak rumahan yang jarang bermain keluar. Setelah puas bermain, Hikari mengajaknya ke studio photo booth.
“Aku tidak punya foto bersama teman sebelumnya, temani aku yah,” Haru tidak bisa menolak ajakan Hikari ini.
Gaya Haru di depan kamera sangat kaku, beberapa kali Hikari lah yang mengajarinya cara untuk bergaya di depan kamera. Hanya dengan beberapa koin foto bisa langsung dicetak melalui mesin. Hikari yang melihat hasilnya sangat puas.
“Ahhh…lucu sekali!” melihat hasil foto, “foto ini akan kusimpan selalu!”
Lamanya bermain membuat Hikari lelah, dia berniat untuk makan di suatu tempat terlebih dahulu. Belum lagi waktu di jam sudah menunjukan bahwa matahari telah berganti menjadi bulan. Karena menginginkan tempat yang nyaman, Hikari mengajak Haru untuk makan di suatu restaurant. Tempatnya tidak terlalu jauh dari mall ini. Benar saja saat di luar mall, kondisi langit sudah gelap. Lampu-lampu bersinar terang, dengan menggunakan taksi yang dibayar oleh Hikari mereka berdua pergi menuju restaurant.
“Di sini tempatnya?” dihadapan Haru terpampang restaurant yang dari wujudnya saja terlihat mahal.
“Ya…, tenang saja aku yang bayar,” mereka berdua masuk, pelayanpun mengarahkan mereka ke sebuah meja.
Haru kaget saat melihat menu yang ada di buku menu, “Eh…makanan ini kan?” ternyata restaurant ini hanya mengambil konsep yang mewah. Sedangkan makanan dan minuman yang ditawarkan merupakan makanan lokal dengan harga yang murah.
“Aku bosan paman Penny selalu memasakan makanan mewah untukku, jadi aku ingin mencoba makanan lokal seperti ramen ataupun nasi kare.”
Mereka memesan, beberapa saat kemudian makanan keduanya sudah dibawakan ke meja. Hikari yang sudah kelaparan langsung menyantapnya dengan lahap. Lalu Haru teringat ucapan Hikari sebelum mereka pergi jalan.
“Oh iya Hikari-san, tadi aku mendengar kata ‘kencan’, apa itu juga termasuk dalam pembuatan konten?” sedikit malu menanyakannya, tapi Haru sangat penasaran.
“Itu…,” menyantap makanan dengan satu suapan besar lalu minum satu gelas penuh. “ya…benar, kegiatan di sekolah sudah beres kulakukan. Tinggal kegiatan di luar saja, nanti tim produksi yang akan mengembangkannya,” jawabnya. “tenang saja, setelah ini aku akan pergi dari sekolah,” haru kaget mendengarnya.
“Pergi?” lalu Haru menyadari bahwa tempat Hikari bukanlah di sekolah, dia sudah bekerja sebagai virtual idol.
Karena waktu sudah semakin malam, paman Penny datang untuk menjemput mereka berdua dengan mobil hitamnya. Diperjalanan pulang Haru malah tertidur, mungkin dia lelah akibat bermain seharian dengan Hikari.
“Apa kamu menikmatinya?” paman Penny bertanya sambil melihat dari kaca spion tengah.
“Ya! Entah mengapa aku sangat senang bisa menghabiskan waktu dengannya, jadi ini rasanya bermain dengan teman,” Hikari tampak sumringah. “masih ada beberapa hari lagi, aku terlalu fokus dengan misi sehingga melewatkan kesempatan ini!” mobil hitam melaju santai, Haru tersenyum mendengarnya.