“Eh Shinji, apakah udara dirumahku panas?” tanya Hikari. “kamu nampak berkeringat.”
“Apa?” mengelap dahinya yang ternyata penuh dengan keringat. “ahh….ahh…ini…,” dirinya terselamatkan oleh paman Penny yang menyuruh keduanya untuk melanjutkan perjalanan. “hampir saja,” menghela nafas panjang.
Keduanya diarak menuju sebuah ruangan, yang didalamnya terdapat sebuah meja putih yang panjang. Persis seperti meja yang digunakan Hime untuk melakukan tayangan langsung. Lalu keduanya disuruh untuk duduk berseberangan.
“Apakah kita berdua akan?….,” nafasnya menjadi tidak karuan. Jika waktu itu mereka terpisah oleh layar, sekarang Shinji bisa menatapnya langsung.
Hikari tersenyum melihat reaksi Shinji, lalu meminta Paman Penny mengeluarkan menu makan tuk hari ini. Dia memberikan secarik kertas kepada keduanya. Seperti biasa Hime yang meminta Shinji untuk memilih menu apa yang ingin mereka makan.
“Benar! Ini acara makan bersama, seharusnya aku mengetahuinya saat dia mengajakku untuk mengantarnya pulang!” menatap serius kertas tanpa berbicara sedikitpun. “menunya hanya ada dua, semuanya makanan eropa! Paman, aku ingin steak saja.”
“Ah…pilihan yang bagus! Satu juga untukku paman!” paman Penny Menggangguk.
Shinji menundukan kepalanya, di bawah sini dirinya tersenyum bahagia. Dia sudah membayangkan kejadian selanjutnya bakal lebih indah. Sekarang dia mengerti 100 persen tentang apa yang dibicarakan oleh Hikari sebelumnya. Dia bertekad akan membantu Hikari alias Hime sekuat tenaga agar hasil kontennya akan bagus dan meledak.
“Sudah kuputuskan!” sambil mengepal tangannya. “ayo lakukan ini…Hime!”
Hikari terkejut akibat sikap Shinji yang begitu tiba-tiba, lalu dia tersenyum. “Ok,” sambil memberikan kedipan kepada Shinji.
“Argghhhhh!” mendapat serangan seperti itu dia hanya membalas senyum canggung.
Sementara itu di luar Taro dan Naoki masih belum beranjak dari tempatnya, mereka malah terlibat obrolan santai dengan Haru. Lalu terbesit dalam pikiran Taro untuk memanfaatkan situasi ini. Dia membisikan sesuatu kepada Naoki. Ekspresinya langsung berubah saat itu juga, melihat kedua orang didepannya memasang muka menakutkan membuat Haru mulai berjalan mundur.
“Oh iya Haru bagaimana kalau aku dan Naok….,” Haru berteriak lalu berlari meninggalkan mereka berdua. “tung…ah…ini salahmu Naoki, jika saja kamu tidak memasang wajah mesum mu!” Taro malah menyalahkan Naoki.
“Huh?! Kenapa aku yang disalahkan?” keduanya malah berdebat.
Lalu mereka memutuskan untuk menaiki sepeda masing-masing untuk berjalan santai melalui rumah Hikari yang besar sambil berpura-pura tidak tahu apa-apa. Padahal jika bersama Haru maka gerak-gerik mereka tidak terlalu mencurigakan.
Steak yang diminta Shinji dan Hikari sudah datang, paman Penny memberikan mereka masing-masing satu piring penuh dengan kentang dan sayuran. Ditambah saus barbeku yang disajikan hangat menggugah selera. Shinji dipersilahkan mencobanya terlebih dahulu, dia memotong dagingnya pelan-pelan agar tidak terlihat kampungan. Uap dari sausnya masih terlihat.
“Hm…,” Hikari dan paman Penny memperhatikannya dengan serius. “enak! Ini enak sekali, cobalah Hime!” Hikari dengan satu potongan kecil memakan dagingnya. Seketika wajahnya berseri-seri.
Mereka makan dengan lahap hingga tidak ada yang tersisa di piring masing-masing. Paman Penny pun membawa kedua piring itu kembali ke dapur.
“Paman…masakanmu sangat enak!” Shinji memberikan jempolnya kepada paman Penny.
“Yah..terima kasih anak muda,” sambil membawa piring pergi. “apa Hime sudah berhasil?” melirik Hikari, dia hanya tersenyum kepadanya. “ya..dia sudah berhasil melakukannya.”
Sesi makan pun berakhir, angin berhembus kencang masuk melalui jendela yang terbuka. Membawa korden putih panjang terbang, suasana seketika menjadi sunyi. Shinji tidak tahu apa yang mesti dia lakukan selanjutnya, bahkan untuk sekedar bertanya saja dia tidak terpikirkan ingin bertanya apa. Sepi pecah ketika Hikari menanyakan sesuatu kepada Shinji.
“Oh iya Shinji, apa yang kamu suka dari Hime? Paraskah? Suara? atau ada hal lainnya?”
“Apa?! kenapa begitu tiba-tiba?” Shinji tidak bisa langsung menjawab. “jika aku bilang aku suka semuanya, apa itu sama saja dengan aku menyatakan perasaan padanya? Yang dia bicarakan Hime bukan? Argghhh!” malah memalingkan pandangannya ke salah satu sudut ruangan. “paman Penny belum datang juga,” keringat mulai mengucur. Tatapan Hikari semakin intens, apalagi dia melakukan dengan sikap yang sangat ingin tahu.” Shinji mulai mengatakannya walaupun agak terbata-bata. “aku su…,” mata Hikari semakin membesar. “aku suuukk…,” suara yang berat muncul tiba-tiba.
“Ada lagi yang bisa saya lakukan Hime?” paman Penny datang di saat yang tepat.
“PAMAANNNN PENNYYYYY!!” serunya dalam hati, jika bisa Shinji ingin memeluknya karena telah menolongnya lagi. Dia tersenyum sambil menggoyangkan kepalanya naik turun dengan pelan.
Karena tidak ada hal lain yang bisa paman Penny lakukan, maka sajian makan ini dia sudahi. Hikari juga ada jadwal lainnya yang berhubungan dengan aktivitasnya sebagai Virtual Idol Hime. Paman Penny mengantarnya sampai pagar depan, sementara Hikari melambaikan tangan dari depan pintu, lalu masuk.
“Terima kasih atas kunjungannya,” membungkukan badannya.
Shinji membalasnya dengan bungkukan badan juga, “Ya terima kasih juga paman Penny,” setelah saling balas senyum Shinji melanjutkan perjalanan untuk pulang.
Shinji tidak langsung pulang, dia diam sejenak. Raut wajahnya berseri-seri, senyum yang lebar pun menghiasi. Ketika paman Penny sudah masuk rumah. Shinji mengepalkan kedua tangannya, menghadapkan wajahnya ke langit. Sinar matahari yang cerah langsung menembak wajah Shinji. Ketika melakukannya, dua orang temannya ternyata melihatnya. Mereka bersembunyi di salah satu tembok rumah, di posisi ini mereka bisa melihat Shinji dari belakang.
“Apa…apa yang Shinji lakukan?” ucap Naoki. “Taro, lihat temanmu itu!”
“Dia menirukan gerakan karakter anime, apa dia akan berubah?” Naoki menganggap bercandaan Taro tidak lucu. “hehe, aku tidak bermaksud. Tapi aku baru melihat Shinji seperti itu. Biasanya dia hanya diam, berdiri kaku. Apa yang dilakukan Hikari sampai dia menjadi seperti itu,” Shinji mengangkat satu tangannya ke atas. “Naoki! Lihat itu Naoki!”
Karena sangat penasaran dengan tingkah temannya yang begitu aneh, Taro dan Naoki langsung menghampiri Shinji dengan kecepatan penuh.
“Shinji! Oi Shinji!” kedua temannya bergantian menyahutinya.
“Eh? Suara itu?” Shinji membalikan badannya. “APA! apa yang mereka lakukan? jangan-jangan mereka mengawasiku dari tadi?” takut pembawaan dirinya yang dingin luntur. “tidak! Tidakkkkk!” kabur menjauh dari kedua temannya.
Kejadian barusan dipantau dari cctv yang terpasang di pagar rumah Hikari. Dia ikut melihatnya, ekspresi mukanya terlihat sedikit kecewa.
“Ada apa? bukanya kamu telah berhasil mengambil hatinya?” tanya paman Penny yang tepat berdiri dibelakangnya.
“Iya sih…tapi jika dia masih pura-pura dingin dihadapan temannya, maka ini akan menyulitkanku jika di sekolah. Hm…,” bangkit dari bangkunya, lalu pergi dari ruangan yang terang hanya dengan layar monitor saja.