“Virtual Idol Hime, aku ingat sekarang,” kakaknya belum mengangkatnya. “ayolah!!”
“Iya…ada apa? kakak sedang ada kelas sekarang,” jawabnya pelan.
“Kak, sepulang sekolah aku ingin mampir. Bisa kan?”
“Hm..ya, tap…,” Haru menutup teleponnya.
Waktu istirahat berakhir, semua siswa kembali ke kelas termasuk gengnya Shinji. Taro dan Naoki sempat melihat ke arah Haru, tapi Haru malah memalingkan pandangannya.
“Datang tiba-tiba dan hilang tiba-tiba,” keluh Taro.
“Entahlah semuanya menjadi aneh semenjak kedatangan Hikari,” tambah Naoki.
Pelajaran kembali dimulai, Haru sedikit-sedikit menoleh kebelakang melihat Hikari. Karena posisi duduknya menempel ke tembok dan berada di sisi lainnya maka pandangan Haru sedikit terhalang oleh teman-temannya yang lain. Karena merasa diperhatikan lama-lama Hikari menyadarinya juga. Dia memberikan senyum kepada Haru, lalu Haru membalas senyumnya dengan canggung.
“Apa benar yah dia virtual idol itu?” Haru memikirkannya. “aku harus memastikannya saat bertemu kakak nanti,” mengharapkan bel pulang berbunyi lebih cepat.
Haru menjadi gelisah, dia terus menerus melihat jam tangan yang dipakai di pergelangan tangan kirinya. Tiap detik yang berlalu berasa sangat lama, hingga akhirnya bel sekolah berbunyi. Tanpa membuat banyak waktu Haru langsung bergegas keluar kelas. Perjalanan ke tempat kakaknya dilakukan dengan menggunakan kereta. Karena kakaknya sudah kuliah di luar kota, dan tinggal menggunakan apartemen murah.
“Semoga kakak ada diapartemennya sekarang,” melangkah masuk ke area apartemen. Tidak terlalu besar, bangunan ini hanya lima tingkat dan didominasi oleh warna putih. Haru berjalan hingga sampai ke depan pintu apartemen kakaknya. Dia memencet belnya, “kak ini aku! Buka pintunya!” hanya udara yang lewat yang menjawabnya. “jangan-jangan…,” membuka ponselnya, ada pesan dari kakaknya yang mengatakan bahwa dia baru ada diapartemen saat hari sudah mulai gelap, dia ingin mengatakannya tapi telponnya sudah ditutup barusan. “hmm…,” tidak ingin menunggu lama di sini Haru pun mencari tempat untuk menghabiskan waktu sejenak.
Dia memilih sebuah kedai es krim yang ada di dekat sini, lalu memesan es krim rasa stroberi. Area di sekitar apartemen tidak terlalu ramai, di kedai ini pun hanya ada beberapa orang yang duduk.
“Ku harap kakak cepat kembali,” sambil menyuapi diri dengan es krim.
Es krim sudah habis, Haru pun bosan karena terlalu lama menunggu di kedai ini. Dia pun memutuskan untuk kembali ke apartemen. Sesudah sampai di apartemen belum ada tanda-tanda kakaknya akan pulang, karena sangat bosan dia menyenderkan diri ke tembok penghalang. Dia duduk dan tanpa sadar malah tertidur.
“Hei…Haru! Bangun!” seseorang menggoyangkan pundak Haru.
“Eh…siapa?” Haru yang tertunduk mengangkat kepalanya, dan kakaknya berdiri didepannya. “kak! Aku sudah menunggu berapa lama di sini?!”
“Ya…aku sudah mengirimkan pesan kan?” kata kakaknya yang berambut pendek rapih dan memakai kacamata. “aku sudah membelikan makanan, ayo masuk,” kedua kakak adik ini masuk bersamaan.
Walaupun kakaknya Haru seorang laki-laki, tetapi keadaan apartemennya sangat rapih dan bersih. Semua tersusun pada tempatnya, tidak ada barang yang tergeletak begitu saja sembarangan.
“Sebenarnya apa perlu apa repot-repot datang ke sini?” sambil menaruh makanannya yang dia beli berupa ramen kering.
“Jadi kak, apa kakak masih mengikuti Virtual Idol Hime?” tanya Haru malu-malu.
“Ah…,” memberikan ramen kering kepada adiknya, lengkap dengan sumpit yang masih terbungkus plastik. “ya kakak masih mengikuti, hanya saja aplikasi Hime sedang off. Katanya sih untuk persiapan konten baru,” mulai memakan ramen yang dibelinya.
Haru ingin melihat seperti apa Virtual Idol yang sering kakaknya lihat itu, sewaktu kakaknya pulang ke rumah Haru memang tidak terlalu memperhatikannya. Dia hanya mendengar suaranya saja, tanpa sekalipun penasaran dengan bagaimana wujud Virtual Idol yang kakaknya sering tonton. Kakaknya tidak bisa memperlihatkannya karena aplikasi sedang tutup. Tapi dia menyimpan beberapa gambarnya diponselnya.
“Aku ingin lihat,” meraih ponsel kakaknya. “wow!” sosok yang dilihat di gambar sama persis dengan sosok Hikari di sekolah, mulai dari gaya rambut hingga seragam yang dipakai. “apa gara-gara dia seorang ‘idol’ jadi baju seragamnya tidak boleh diganti dengan seragam resmi dari sekolah?” kakaknya menjadi bingung.
“Kamu bicara apa sih? Seragam resmi sekolah?” ponselnya dikembalikan, Haru menyantap satu dua suapan dengan cepat lalu izin pamit pulang.
“Terima kasih kak! Ramennya enak! Aku takut ketinggalan kereta jadi aku mau pulang sekarang,” membereskan diri lalu pulang, kakaknya hanya melongo melihatnya.
“Jadi itu saja?” Haru menutup pintu apartemennya. “jauh-jauh hanya untuk melihat Hime? Bukannya dia bisa melihat sendiri melalui internet?”
Saat perjalanan pulang Haru melewati rumah Hikari, jika dilihat saat malam hari rumah Hime tampak sangat mewah. Lampu-lampu yang menyala sangat indah. Haru diam tepat di depan pagarnya.
“Sepertinya menyenangkan tinggal di dalam….,” lalu kembali melanjutkan perjalanan pulang kerumahnya.
Beberapa hari kemudian, setelah puas mengamati Hikari yang semakin dekat dengan Shinji. Akhirnya Haru memberanikan diri untuk meminta Hikari mengajaknya kerumahnya. Hikari tidak keberatan dan sepulang sekolah ini Haru akan berkunjung ke rumah Hikari untuk pertama kalinya. Mereka berjalan bersama-sama, Shinji juga lebih baik dari sebelumnya.
“Baiklah,” berhenti di depan rumah Shinji. “selamat bersenang-senang,” Shinji masuk ke dalam sementara Hikari dan Haru melanjutkan perjalanan.
“Kamu membuatnya menjadi laki-laki yang lebih baik yah,” puji Haru.
“Eh…kelihatannya kamu tahu banyak tentang Shinji yah Haru,” Haru mulai panik. “ceritakan padaku yah nanti tentang masa lalu Shinji,” Haru hanya mengangguk.
Setibanya di rumah Hikari, paman Penny langsung menyambut mereka berdua. Dengan senyumannya yang tulus keduanya diarahkan langsung ke meja putih panjang. Tempat yang sama ketika Shinji datang bertamu ke rumah ini. Kertas menu juga diberikan, Haru yang tampak kebingungan melihat ke arah Hikari. Namun Hikari hanya tersenyum dan membuat gestur untuk memilih makanan yang dia suka. Sosok paman Penny yang tersenyum didepannya juga membuat Haru semakin canggung.
“Ini saja,” paman Penny mengambil kepunyaan Hikari lalu pergi dari hadapan mereka.
“Oh iya Haru sambil menunggu makanan kita sampai, aku ingin mendengarkan cerita masa lalu Shinji. Sepertinya kamu tahu banyak,” dengan sikap penuh antusias.
“Hm…soal itu,” karena tidak berani menanyakan yang dia ingin tanyakan, Haru mengulurnya sampai dia mendapatkan keberanian dengan menceritakan cerita Shinji terlebih dahulu.
Shinji dan kedua temannya maupun Haru sudah lama saling kenal, hanya saja tidak terlalu dekat. Mereka berada dalam satu lingkungan yang sama, jika dipetakan maka dari satu rumah ke rumah lainnya jaraknya berdekatan. Menurut pengakuan Haru, Shinji orangnya memang pendiam sejak dahulu. Perasaannya sedikit membaik ketika bersama kedua temannya, Taro dan Naoki. Dia dapat melihat Shinji tertawa dan tersenyum. Tapi Shinji yang lebih aktif berbicara dan gampang bergaul menjadi hal yang sangat baru bagi Haru.
Mendengar cerita yang panjang dari Haru membuat Hikari yakin bahwa Haru sudah memperhatikan Shinji sejak lama. Terlepas dari mereka sudah kenal sejak lama, saat menceritakan tentang Shinji, Haru kelihatan lebih tenang. Padahal Hikari tahu bahwa di sekolah juga Haru merupakan seorang yang pemalu. Paman Penny datang, membawa meja dorong berukuran kecil yang diatasnya sudah tersaji makanan yang tertutup. Lalu dia meletakan makanan itu ke depan Haru dan Hikari, dan membuka tutupnya. Mereka berdua sama-sama memesan steak.
“Wah…apa tidak apa-apa jika aku memakan ini?” tanya Haru malu-malu.
“Tidak nona muda, ini adalah pelayanan standar bagi semua tamu yang hadir ke rumah ini,” jawab paman Penny.
“Ok…terima kasih atas makanannya,” membungkukan badannya.
Hikari mulai menyantap makanannya, dengan anggun dia memotong dagingnya. Namun ada yang aneh dengan Haru, dia hanya menatap saja makanannya.
“Tenanglah Haru, makan saja…,” mencoba membuat Haru lebih nyaman.
“Hmm…,” Haru tidak berani menatap wajah Hikari, dia ingin sekali menanyakannya tetapi dia tidak berani untuk mengucapkan.
“Ada apa? Kamu tidak suka yah? Baiklah akan kupanggilkan paman Penny untuk mengganti makannya, pam…,” Haru memotongnya.
“Tidak…tidak…aku suka dengan steaknya, tapi…,” menaikan kepalanya dan menatap Hikari. “waktu itu aku melihat kamu sedang di toilet, dan aku masih ingat kamu melepas rambut pink mu itu. Sebenarnya kamu siapa? Apa kamu benar-benar Virtual Idol itu?”
Hikari terkejut mendengarnya, suasana menjadi lebih serius. “Hm..pasti waktu di kolam renang itu kan?” Hikari melepaskan rambut palsunya, rambut coklat panjang terurai kini menghiasi kepala Hikari.
Paman Penny melihat semuanya dari kejauhan, “Aku tidak berhak melarangnya, lagipula ini sudah mendekati tahap akhir,” membalikan badannya menjauh.