Malam yang indah dihiasi bulan purnama empat belas hari itu berubah menjadi kelam pekat ketika awan gelap menutupi rembulan. Angin kencang bertiup tiada henti, mengeluarkan suara menggidikkan dan menebar hawa dingin mencucuk tulang. Ruangan di mana Sukmo Aji ditahan berukuran delapan kali enam tombak. Merupakan sebuah ruangan yang bersih, lengkap dengan tempat tidur. Namun bagaimanapun bagusnya ruangan itu, tetap saja merupakan ruangan yang menyekap dan memenjarakan Tumenggung Anom dari Pajang itu. Sukmo Aji duduk termenung di atas satu-satunya kursi dalam kamar.
Anak muda itu sadar, bahwa di luar biliknya, beberapa orang sedang berjaga-jaga dengan ketat. Namun tiba-tiba ia beranjak dari tempat duduknya. Langkahnya terhenti.
“Aku bisa saja menjebol dinding ini dan berlari ke luar, melalui halaman belakang,” berkata anak muda itu di dalam hatinya.
Sukmo Aji mencoba menimbang-nimbang. Tetapi karena dilandasi oleh ketenangan pikiran yang wajar, maka ia pun segera mengurungkan niatnya. Hati nya sudah bulat. Ia akan tetap tinggal di ruangannya ini. Sampai semua membaik. Naluri keprajuritannya menggelitik untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi di Pucang Kembar. Sukmo Aji menarik nafas dalam-dalam. Pemuda itu lantas merebahkan tubuhnya di sebuah amben. Mencoba untuk memejamkan mata.
Sukmo Aji bangkit dari amben. Manakala, terdengar selarak pintu di buka dari luar. Tidak lama kemudian sesosok tubuh muncul di ambang pintu. Lelaki itu tersenyum melihat Sukmo Aji.
Lantas berkata, “ Maafkan aku mengganggu istirahat mu kisanak “
Sukmo Aji tersenyum.
“ Tidak apa Ketopati. Aku tidak punya kuasa disini. Aku hanya seorang tawanan “
Kertopati tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Sukmo Aji.
“ Aku dapat melihat kelebihan mu kisanak. Aku yakin, kalau kau menginginkannya dengan mudah tembok ruangan ini bisa kau jebol “
“ Itu terlalu berlebihan Kertopati. Aku tidak akan mungkin dapat keluar dengan menjebol dinding ruangan ini “
“ Sudahlah kisanak kita lupakan hal itu. Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan kepadamu. Semoga saja bisa menjadi titik terang untuk kademangan ini “
“ Apa yang ingin kau tanyakan Kertopati. Aku akan menjawab dengan jujur. Namun, itu semua terserah kepadamu. Apakah kau percaya atau tidak? Siang tadi dua orang jagabaya yang bernama Gagak Kluyur dan Cangkil tidak percaya dengan semua yang aku katakana. Aku harap kau bersikap lain “
“ Jangan samakan aku dengan kedua orang berangasan itu kisanak. Dua orang itu sikapnya terkadang memang sering tidak mapan “
“ Siapa nama mu kisanak “
“ Sukmo Aji. Aku berasal dari Kedungtuban. Perjalanan ku dari Pajang hendak menengok kampung halaman “
Kertopati menganggukan kepalanya. Di hatinya ia bisa melihat lelaki yang duduk di atas amben itu memang berkata apa adanya. Sama sekali tidak menunjukkan kebohongan atau sesuatu hal yang sengaja ditutupi. Namun, Kertopati masih patut waspada.
“ Sukmo Aji nama yang bagus. Sukmo artinya nyawa atau roh. Dan Aji artinya sesuatu yang berharga. Doa kedua orang tua mu sangat mulia kepadamu kisanak Sukmo Aji”
“ Kertopati, kau sangat pandai dalam mengartikan namaku. Baiklah, ada lagi yang masih ingin kau tanyakan? “
“ Apakah kau jadi salah satu abdi dalem di Pajang kisanak Sukmo Aji?”
Mula-mula Sukmo Aji ragu. Haruskah ia mengatakan keadaan yang sebenarnya, ataukah lebih baik menyembunyikan keadaan yang sebenarnya …? Ia masih belum tahu, sampai di mana lelaki bernama Kertopati itu akan bersikap jauh terhadap orang Pajang. Terlebih lagi keadaan kademangan itu juga masih abu – abu dan tidak menentu. Kalau ia tidak berkata yang sebenarnya, maka ada suatu kemungkinan bahwa kecurigaan orang terhadapnya semakin besar. Mungkin pula ia ditangkap, ditahan lebih lama dan diserahkan ke kadipaten Jipang atau semacamnya itu. Akhirnya Sukmo Aji mengambil keputusan untuk mengatakan sebagian saja dari keadaannya.
Oleh keragu-raguannya inilah maka sampai beberapa saat Sukmo Aji tidak menjawab,
sehingga ketika baru saja ia akan berkata, terdengarlah Kertopati menegurnya, “ Tolong jawab pertanyaan ku kisanak. Apa ada yang kau sembunyikan?”
“ Aku memang salah satu pegawai istana Pajang “
“ Kadatanganku di kademangan ini tidak kusengaja sama sekali. Aku hendak pergi ke Kedungtuban. Seperti yang aku katakan pada mu tadi Kertopati “
Kertopati sekali lagi mengangguk-anggukkan kepalanya, tetapi kemudian ia bertanya lagi dengan nada yang masih sesopan tadi.
“Menilik sikap Ki Sanak Sukmo Aji, memang tepatlah kalau ki sanak seorang pegawai istana, atau setidak-tidaknya orang-orang kota seperti yang pernah aku kenal. Kuda tunggangan kisanak cukup tegar dan kuat. Itu menandakan kalau kisanak Sukmo Aji seorang yang penting di Pajang “
Sukmo Aji menghela nafas panjang. Firasatnya mengatakan bahwa masalah kesalah pahaman ini masih akan terus berlanjut.
“ Satu pertanyaan lagi Sukmo Aji. Di pelana kuda tunggangan ku temukan sebuah landean tombak pendek tanpa mata. Boleh kau tunjukkan kepadaku di mana mata tombak itu? “
“ Mengapa kau tanyakan itu Kertopati? “
“ Aku salah seorang jagabaya, pengawal kademangan ini. Tentu hal yang wajar jika aku bersikap waspada terhadap oang asing yang untuk sementara harus tinggal di kademangan ini. Itu alasan ku yang pertama”
“ Alasan yang kedua aku melihat ukiran tiga bunga teratai terpahat sangat kecil di hulu landean tombak itu. Apa hubungannya kau dengan perguruan Lintang Kemukus di kaki Gunung Merbabu yang dipimpin oleh seorang sakti bernama Ki Ageng Danapati? “
Mendengar pertanyaan ini Sukmo Aji mengerutkan keningnya. Lantas ia berkata, “ Kau tahu mengenai kakek guru ku? Siapa kau sebenarnya Kertopati? Tentu kau pernah ada hubungan dengan perguruan Lintang Kemukus “
“Aku pernah datang ke perguruan Lintang Kemukus,” sambung Kertopati, “bersama-sama dengan paman guru ku, mencari obat untuk menyembuhkan sakit putera paman guruku itu, karena disamping sakti menguasai bermacam ilmu kanuragan dan kedigdayaan. Ki Ageng Danapati juga seorang ahli pengobatan yang hebat”
“ Jadi kau anak murid Ki Ageng Danapati kisanak Sukmo Aji?”
Sukmo Aji mengangguk lantas pemuda itu berkata, “ Hanya saja sekarang Ki Ageng sudah wafat. Tidak akan ada yang mampu menahan laju usai seseorang. Jika sudah sampai pada batasnya semua akan kembali pulang kepada-Nya”
“ Aku sungguh beruntung bertemu dengan mu Sukmo Aji. Salah satu anak murid perguruan Lintang Kemukus. Aku semakin yakin kau tidak mungkin terlibat dalam penculikan anak gadis Ki Demang. Ki Ageng Danapati seorang yang bijaksana. Para cantrik -cantriknya juga seseorang yang memiliki kawruh dan pandangan hidup yang matang. Aku kira kau pun juga begitu kisanak “
” Hal itu juga diperkuat dengan tombak pusaka Sangga Langit telah diwariskan ke tangan mu ”
“ Terimakasih Kertopati “
“ Sebernarnyalah aku sudah merasakan ada sesuatu yang kelam sedang menyelimuti kademangan ini “
Kertopati lantas berdiri dari tempat duduknya. Pemuda Pucang Kembar itu menghela nafas panjang. Pandangannya menerawang jauh. Sunyi sementara datang menyergap. Kedua pemuda itu sedikitpun tidak membuka mulut. Hening itu lantas terpecahkan. Manakala Kertopati mohon diri untuk meninggalkan ruangan itu.
“ Sukmo Aji. Aku tidak bisa berlama –lama ditempat ini. Ada sesuatu hal yang harus aku sampaikan kepada ki Demang. Aku berjanji aku membantu mu keluar dengan nama bersih dari kedemangan ini “
Sukmo Aji mengangguk. Lantas menghantarkan tamu nya hingga ambang pintu. Kertopati menoleh ke arahnya. Ia tersenyum. Pintu tebal itu lalu tertutup dan diselarak dari luar.