Kidung Diatas Tanah Jawi episode 14

Gatra 14

Ketika Kertopati muncul di pringgitan, Demang Pucang Kembar tersenyum lebar. Tapi Kertopati tahu bahwa di balik senyum itu tersembunyi kekalutan pikiran, kegundahan hati dan ketidak tenangan.

“Bagaimana ceritanya kau temukan Miranti…?” menegur Demang Pucang Kembar.

Kertopati menunduk seraya berujar, “ Den Ayu Miranti kami temukan di sebuah bulak panjang. Perbatasan pedusunan Ponjong dan dusun Warih Ki Demang. Tubuhnya tergeletak di tepi jalan dalam keadaan pingsan……”

“Aku sangat berterimakasih kepadamu Kertopati. Mudah –mudahan ia segera sadar setelah di rawat oleh Ki Galih Asem. Keadaannya belum ada perubahan yang berarti. Hanya saja tadi setelah meminum ramuan dari Ki Galih Asem sempat membuka matanya sebentar. Lalu terpejam lagi “

Kertopati mengangguk perlahan. Demang Pucang Kembar melihat sesuatu yang masih menggantung di pandangan mata pemuda pengawal yang duduk di hadapannya itu.

“Nah, mungkin masih ada urusan atau keperluan lain yang hendak kau sampaikan…?”

“Benar Ki Demang. Dan untuk yang satu ini saya harapkan maaf terlebih dahulu karena ini menyangkut langsung pribadi Demang Pucang Kembar…”

“Aku sudah dapat meraba apa yang hendak kau sampaikan,” berkata Demang Pucang Kembar.

“ Tapi, soal apa Kertopati?”

Kertopati membetulkan letak duduknya. Setelah terdiam beberapa saat. Akhirnya, ia membuka mulut.

“Bolehkah kita bicara berdua saja Ki Demang?”

“Sikapmu aneh sekali kali ini Kertopati. Tapi tak apa. Kukabulkan permintaanmu…”

Demang Pucang Kembar memandang kepada dua orang pembantunya yang sejak tadi tampak sibuk membersihkan perabotan yang berada di pringgitan. Kedua pembantu ini lantas meninggalkan ruangan. Tapi salah seorang dari mereka menyelinap ke balik pintu dan mendekam di belakang tirai beludru berwarna hitam kebiruan.

“Nah, sekarang hanya kita berdua Kertopati. “Katakan urusanmu!” berkata Demang Pucang Kembar.

“Saya mendapat kabar bahwa Den Ayu Miranti ada hubungan rahasia dengan seorang pemuda dari Pajang. Apakah itu betul Ki Demang?”

“Betul dan menurut Pangestu hal itu telah disertai saksi-saksi….”

“Selanjutnya diduga bahwa ada kemungkinan Miranti telah dipengaruhi untuk membelot dan menghancurkan Pucang Kembar dari dalam…”

Kertopati mendesah pelan. Pemuda itu lantas berkata, “ Saya hanya akan sangat bersedih kalau ternyata semua itu dugaan yang keliru. Dan menjatuhkan hukuman pada Den Ayu Miranti yang tidak bersalah”

“ Ki Demang, sampai saat ini kita belum mampu mengetahui secara persis apakah desas –desus ini memang sebuah kebenaran?”

“Manusia yang memperngaruhi Miranti itu ingin merampas kademangan ini Kertopati! Pajang dan Jipang bisa dikatakan dalam situasi yang menghangat. Terlebih lagi setelah penyerbuan Hadiwijoyo ke Bang Wetan. Haryo Jipang tentu jauh –jauh hari sudah mempersiapkan diri. Jika sewaktu –waktu Pajang menyerbu Jipang dengan pasukan segelar sepapan. Sebagai seorang perajurit apakah kau tidak bisa mengerti hal itu?!” Demang Pucang Kembar tampak gusar. Nada suaranya keras.

“Mohon maaf Ki Demang. Seperti tadi saya katakan, sebenarnya tidak satu pun di antara kita yang mampu menyingkap apa sebenarnya yang dilakukan oleh Den Ayu di luaran sana. Menurut para penduduk desa Den Ayu tidak pernah melakukan hal –hal yang di luar pugeran. Atau mungkin ada orang yang merasa berkepentingan dengan kademangan ini sengaja menghembuskan desas desus yang meresahkan?”

“ Maksud kamu apa Kertopati?”, Demang Pucang Kembar berkerut keningnya.

“ Saya merasa ada orang sekitar atau bahkan dalam kademangan ini yang berusaha mengail di air keruh Ki Demang. Memanfaatkan situasi Pajang dan Jipang yang sedang berseteru. Hanya saja, itu baru dugaan. Belum ada bukti –bukti yang kuat”

“Kau boleh menuturkan apa yang kau ketahui Kertopati. Asalkan benar!” sahut Demang Pucang Kembar pula.

“Sekitar dua bulan lalu, ketika Den Ayu Miranti kembali dari luar kota, rombongan mereka dicegat oleh gerombolan rampok dari Gunung Tidar pimpinan Kelabang Ijo…”

“Aku tahu peristiwa itu. Tak akan pernah kulupakan! Teruskan penuturanmu Kertopati.”

“Kelabang Ijo pasti bukan hanya hendak merampok barang-barang yang dibawa. Tapi saya yakin sekali, perampok-perampok itu hendak menculik Den Ayu Miranti. Mungkin sekali Kelabang Ijo dibayar melakukan itu oleh seseorang. Kita tidak tahu pasti. Masih beruntung kakang Pangestu berhasil memukul mundur gerombolan rampok itu. Dan sebelumnya memerintahkan lima diantara kami untuk menjauhkan Den Ayu Miranti dari gelanggang pertempuran. Beberapa saat kemudian tiga diantara kami yang membawa Den Ayu Miranti menyusul kakang Pangestu untuk membantunya…”

Sampai disini Kertopati tidak melanjutkan perkataannya lagi. Pemuda itu terdiam.

“ Mengapa kau diam Kertopati. Lanjutkan ceritamu “

Kertopati menganggukkan kepala kemudian berkata, “Hal yang satu ini masih kabur Ki Demang. Tiga orang dari kami tidak melihat bekas pertempuran yang hebat. Tetapi mereka melihat, kakang Pangestu sedang terlibat pembicaraan dengan Kelabang Ijo “

Demang Pucang Kembar terdiam.

“Kau mengarang cerita atau bagaimana?!”

“Saya mengatakan apa yang sebenarnya Ki Demang.”

“Kau tidak berada di tempat kejadian itu. Bagaimana kau bisa tahu pasti hal itu?”

“Karena tiga orang itu yang menceritakannya pada saya, Ki Demang…”

“Ini benar-benar satu hal baru bagiku. Sulit dipercaya!” kata Demang Pucang Kembar seraya bangkit dari duduknya lalu melangkah mundar-mandir.

“Semua harus dibuktikan Kertopati!”

“Saya setuju…”

“Dan itu akan dilakukan setelah Miranti pulih dari keadaannya!”

“Mengapa harus menunggu Den Ayu sembuh? Kita bisa memanggil ketiga pengawal itu untuk memberi kesaksian saat ini juga”

Demang Pucang Kembar terdiam dan termangu. Terhanyut dalam kesunyian di pringgitan itu.

“Ada lagi yang hendak kau sampaikan Kertopati?” bertanya Demang Pucang Kembar tiba -tiba.

“ Mengenai orang asing dari Pajang yang bernama Sukmo Aji itu sepertinya tidak terlalu dicurigai. Saya bisa melihat apa yang dikatakan orang itu jujur adanya”

Demang Pucang Kembar menganggukkan kepalanya. Karena dalam hatinya demang tua itu juga yakin bahwa Sukmo Aji hanya kebetulan sekedar lewat dan tidak ada hubungan apa –apa dengan kejadian yang sedang melanda Pucang Kembar.

“ Biklah Kertopati. Soal itu akan aku bicarakan dengan para bekel dan bebahu di kademangan ini “

“ Biklah Ki Demang. Saya kira tidak ada lagi yang akan saya sampaikan. Saya mohon diri dan siap sedia dipanggil setiap saat…”

“Kau boleh pergi.”

Kertopati membungkuk lalu melangkah ke arah pendopo. Dia sama sekali seperti tidak melihat ada seseorang yang mendekam di balik tirai besar hitam kebiruan.

Ketika Demang Pucang Kembar telah masuk ke ruangan dalam untuk beristirahat, Kertopati yang melangkah perlahan menuruni pendopo tiba-tiba membalikkan diri dan masuk kembali ke pringgitan. Ketika sampai di pringgitan, dua orang pembantu Demang Pucang Kembar baru saja akan menutupkan pintu. Kertopati mendekati salah seorang dari mereka yang bertubuh tinggi kekurus -kurusan dan langsung mencekal lehernya. Tentu saja pembantu ini menjadi kaget dan pucat wajahnya.

“Ka…Kakang…” suaranya tersengal saking kerasnya cekikan Kertopati.

“Katakan apa maksudmu tadi bersembunyi di balik tirai dan mencuri pembicaraanku dengan Ki Demang Pucang Kembar?!” bertanya Kertopati sementara seorang kawannya tegak tertegun keheranan menyaksikan kejadian itu.

“Saya… saya tidak bersembunyi Kakang… Saya…”

“Tidak bersembunyi? Lalu apa perlunya mendekam di balakang tirai! Jangan berani dusta! Aku bisa menarik keluar lidahmu!”

“Saya bersumpah tidak bersembunyi!”

“Keparat! Jangan kira aku buta!”

“Saya bersumpah Kang. Saya benar-benar tidak sembunyi, apalagi berani mendengarkan pembicaraan kakang dengan Ki demang…”

“Plaakkk…!”

Tamparan keras mendarat di muka pembantu demang itu membuat tubuhnya melintir hampir jatuh. Pipinya sebelah kiri langsung lebam dan dari bagian bibirnya yang pecah mengucur darah. Pembantu Demang ini merintih kesakitan dan duduk bersimpuh di lantai.

“Saya bersumpah kakang… saya bersumpah!” terdengar suaranya di antara rintihan.

“Berdiri!” hardik Kertopati.

Pembantu demang itu berdiri sambil mengusap-usap pipinya yang masih disengat rasa sakit.

“Kau masih belum mau memberi keterangan?!” Kertopati mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Siap untuk menampar kedua kalinya.

Dengan ketakutan pembantu itu membuka mulut, “Saya bersumpah tidak bersembunyi dan mencuri dengar pembicaraan Kakang dengan Ki Demang Pucang Kembar. Saya berada dekat tirai itu karena kebetulan sedang membersihkan lantai yang kotor karena ketumpahan minyak dari lampu itu “

“Aku tidak percaya dengan semua perkataan mu itu. Perbuatanmu nyata-nyata mencurigai diriku! Dan aku yakin kau menyembunyikan sesuatu! Siapa yang menyuruhmu?!”

“Ampun Kakang. Jangan berpikir dan menuduh sejauh itu. Saya pembantu biasa. Saya kalau bersalah siap dihukum. Tapi demi Gusti Allah saya tida mencuri dengar, tidak bermaksud jahat …”

Pelipis Kertopati tampak bergerak-gerak. Rahangnya menggembung. “Kali ini ku ampuni kesalahanmu. Tapi ingat sejak detik ini kau akan aku awasi. Kau dengar?!”

“Saya… saya dengar Kakang…” Jawab si pembantu demang Pucang Kembar.

Pangestu, pimpinan pengawal kademangan Pucang Kembar menatap wajah seorang lelaki yang datang menghadapnya itu lalu bertanya. “Kenapa wajah mu bengkak begitu. Bibirmu juga terluka?”

Lelaki itu menunduk sesaat sambil mengusap pipinya yang bengkak. “Saya… saya ditampar Kertopati…” Lalu lelaki yang ternyata pembantu demang Pucang Kmebar bernama Tondo itu menerangkan apa yang terjadi di pringgitan kediaman demang Pucang Kembar

“Kertopati tentu punya alasan menamparmu. Lekas ceritakan!”

“Sesuai dengan perintah kakang Pangestu. Saya memata-matai pembicarannya dengan Ki Demang. Ternyata dia mengetahui…” Tondo menerangkan.

“Anak itu ternyata patut diperhitungkan!” ujar Pangestu dengan geram.

“Tetapi yang aku pentingkan saat ini bukan mukamu yang bengkak atau Kertopati itu. Aku ingin tahu apa yang dibicarakannya dengan Ki Demang…!”

“Dia menerangkan pada Ki Demang, tidak mungkin den ayu Miranti mempunyai hubungan tertentu dengan orang – orang Pajang. Kertopati siap mendatangkan saksi-saksi para pengawal pada saat melihat kakang berbicara dengan komplotan rampok Kelabang Ijo…” Lalu Tondo menuturkan selengkapnya.

“Begitu…” ujar Pangestu selesai pembantu demang itu menceritakan. “Dia sudah terlalu jauh melangkah. Secepatnya orang itu harus aku singkirkan “

Pangestu mengeruk sesuatu dari balik bajunya lalu menyerahkan sekampil kecil uang pada Tondo. Pembantu demang ini membungkuk dalam, mengucapkan terima kasih berulang kali lalu meninggalkan pengestu. Ketika sampai di regol, seorang lelaki tua buru –buru berdiri dari kantuknya dan bergegas membuka selarak pintu. Lelaki tua itu menganggukkan kepala dan menegur dengan hormat. Tondo sama sekali tidak membalas teguran itu. Kudanya dibedal sekencang-kencangnya menuju arah induk kademangan. Sementara malam semakin larut tenggelam dalam kepekatan.


Kidung Diatas Tanah Jawi

Kidung Diatas Tanah Jawi

Score 8
Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Setelah kerajaan Demak semakin suram dan tinggal menunggu tenggelam dalam timbunan sejarah. Munculah kerajaan baru di atas tanah Jawa, kerajaan itu bernama Pajang rajanya adalah menantu Sultan Trenggono sendiri. Raja Demak yang terakhir. Pada masa mudanya dia terkenal dengan nama Joko Tingkir dan setelah menjadi raja beliau bergelar Sultan Hadiwijoyo. Seluruh pusaka kerajaan Demak akhirnya diboyong ke Pajang. Wahyu keraton sudah berpindah tangan. Sebagai pembuktian dirinya sebagai raja yang besar dan kuat Sultan Hadiwijoyo mengerahkan bala pasukannya dengan kekuatan empat puluh ribu prajurit yang terlatih.Pajang mulai menyerbu kerajaan –kerajaan di Jawa Timur. Sultan Hadiwijoyo sendirilah yang memimpin pasukan. Beliau duduk di atas punggung gajah perang yang diberi nama Kyai Liman sambil tangan kanannya mencengkeram tombak pusaka Kyai Pleret. Beliau didampingi oleh para panglima perang yang tangguh seperti Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Penjawi, Ki Juru Mertani, Ngabehi Wuragil, Ngabehi Wilomerto, Tumenggung Cokroyudo, Tumenggung Gagak Seta dan para wiratamtama prajurit Pajang yang bilih tanding.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset