Kidung Diatas Tanah Jawi episode 17

Gatra 17

BERGEGAS seperti diburu waktu Sukmo Aji memasukkan serbuk yang lain ke dalam takir daun pisang yang berisi air itu. Sementara itu, Sukmo Aji telah menuangkan air yangsudah diberinya obat itu ke mulut Miranti. Perlahan-lahan,setitik demi setitik air itu masuk ke dalam kerongkongannya.

“Untunglah tidak terlambat,” berkata Sukmo Aji di dalam hatinya, ”agaknya di kademangan ini ada seorang yang mengerti benar tentang racun. Racun yang lemah ini agaknya tepat sekali dipergunakannya untuk membunuh Miranti yang sedang dalam masa pemulihan tanpa kecurigaan dan tanpa menumbuhkan tanda-tanda yang jelas di tubuhnya.”

Namun tanpa sesadarnya Sukmo Aji menggeram, ”Keterlaluan.”

Sebuah perasaan yang aneh telah melonjak di dalam dada Sukmo Aji. Betapa perasaannya lapang seluas lautan, tetapi usaha yang dilakukan sudah usaha pembunuhan atas seorang perempuan yang lemah. Tengah terbaribg sakit, sehingga darahnya menjadi panas karenanya. Namun pemuda yang sudah menyandang gelar tumenggung anom dari Pajang itu masih berusaha menahan diri. Ia tidak boleh hanyut dalam arus perasaannya, kalau ia tidak mau gagal sama sekali. Sukmo Aji mengerutkan keningnya ketika ia melihat Miranti menggeliat. Kemudian perlahan-lahan membuka matanya dan tiba-tiba saja ia berusaha bangkit.

”Jangan bangkit.”

Miranti tidak dapat menjawab. Tetapi sesuatu telah dimuntahkannya dari mulutnya. Cairan yang berwarna hitam kemerah-merahan.

“ Miranti…”, Demang Pucang Kembar tersentak kaget.

“ Apa yang kau lakukan pada anakku orang Pajang?! “

“Tenanglah,” desis Sukmo Aji.

Miranti memandang seseorang yang duduk di depannya dengan mata yang buram. Seseorang yang belum pernah dilihat sebelumnya. Sukmo Ajimengangguk-anggukkan kepalanya. Pemuda itu sunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya.Ia menjadi semakin tenang, ia yakin bahwa Miranti akan dapat disembuhkannya. Lalu gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah ayahnya. Demang Pucang Kembar yang masih duduk dengan tegang dan gelisah. Sementara beberapa pembantu kepercayaannya duduk terpaku seolah tidak berani untuk bernafas. Perlahan Miranti kembali merebahkan dirinya. Lalu terpejam. Tidur.

“Maaf Ki Demang, sepertinya den ayu Miranti sudah minum minuman atau mungkin makan makanan yang keliru,“berkata Sukmo Aji.

“ Racun itu dicampurkan melalui makanan ataupun minuman. Lihatlah masih sedikit tersisa di mangkuk tadi “

”Dari mana Ki Demang mendapatkan makanan itu?”

Tiba-tiba seorang pembantu kademangan masuk menghadap. Dia melapor bahwa dua orang perempuan tua yang berkerja di dapur pada malam di mana Miranti diduga diracun orang telah dipanggil dan kini berada di luar.

“Suruh kedua perempuan itu masuk!” perintah Demang Pucang Kembar.

Dua perempuan, yang satu sudah berusia lanjut dan seorang lagi masih terlihat muda itu kemudian masuk dengan wajah pucat penuh ketakutan.

“Kalian berdua tak perlu takut. Mbok Rongkot dan kau Semi. Katakan terus terang. Setiap hari kalian berdua yang memasak makanan sekaligus menyiapkan untuk Miranti. Adakah kalian melihat suatu keanehan?”

“Kami sama sekali tidak melihat keanehan apa-apa Ki Demang,” jawab dua perempuan itu berbarengan.

“Jangan hanya menjawab saja! Pikir dulu baik-baik Mbok Rongkot! Kamu telah mengabdi disini puluhan tahun. Bahkan sejak mendiang istriku masih ada. Cobalah ingat –ingat apa yang terjadi di dapur waktu itu ” Ki Demang berusaha untuk menahan kesabarannya.

Salah seorang perempuan yang masih muda, yakni sang juru masak yang bernama Semi tampak ketakutan sekali. Suaranya gemetar ketika berkata,Ki Demang beringsut mendekat dan memegang bahu Semi dan berkata, “Tak ada yang akan menghukummu. Kami hanya ingin tahu, apa cuma itu keanehan yang kalian temui malam, pagi atau siang itu?”

“ Maaf Ki Demang, saya baru ingat. Ada keanehan lain…” yang menjawab Mbok Rongkot.

“Bagus! Ceritakan apa itu!” ujar Kertopati pula.

“Malam itu… setelah makanan siap, tiba-tiba Ki Pangestu masuk ke dapur…”

“Saya ingat sekarang!” menyambung Semi. “Ki Pangestu bicara sebentar lalu menyuruh saya pulang karena katanya tugas saya selesai. Saya meninggalkan dapur tapi balik kembali karena selendang saya ketinggalan. Ketika saya masuk ke dalam dapur lagi, saya lihat Ki Pangestu masih di situ. Dia tengah menuangkan sesuatu ke dalam makanan untuk Den Ayu Miranti…”

“Bagaimana tahu kalau itu hidangan untuk Den Ayu Miranti? Bisa saja itu makanan untuk Ki Demang?” tanya Kertopati.

“Karena makanan untuk Ki Demang sudah dibawa oleh Semi terlebih dahulu. Dan Ki Pangestu memang sudah mengatur demikian…”

Bilik itu jadi sunyi senyap. Beberapa pasang mata saling pandang. Sukmo Aji hanya bisa menghela nafas panjang. Kertopati mendekati Demang Pucang Kembar dan berkata, “Ki Demang, ijinkan saya menyusul Pangestu. Saya yakin bahwa Pangestu pelakunya!”

Ki Demang mengangguk. Dari mulutnya meluncur kata-kata, “Memang kita harus segera menangkap Pangestu. Aku ingin mendengar pengakuannya….”

“Saya berangkat sekarang Ki Demang. Yang paling penting keadaan Den Ayu Miranti sudah melewati masa yang berat. Biarlah sementara waktu Sukmo Aji yang akan merawat dan menyiapkan reramuan obat…”

“Ya, kau pergilah Kertopati. Bawa beberapa pemuda kademangan yang memiliki kemampuan olah kanuragan yang mumpuni. Aku sangat yakin Pangestu tidak akan dengan suka rela untuk di bawa kembali pulang ke Pucang Kembar!”

HUJAN TURUN rintik-rintik dan tiupan angin mulai terasa kencang dan dingin menyergap Kertopati dan rombongannya. Sudah lama rombongan itu berguncang –guncang di atas punggung kuda. Beberapa dusun telah terlewati. Setelah sebelumnya mampir di dusun Kleringan tempat Ki Galih Asem berada. Disana hanya ditemui kesibukan penduduk dusun menyiapkan segala ubo rampenya untuk mengurus jenazah Ki Galih Asem beserta istri. Setelah singgah sejenak dan mengucapkan sepatah dua patah rasa bela sungkawa. Rombongan Kertopati segera meninggalkan dusun Kleringan.

Jalan tanah yang mereka lalui menjadi licin. Ternyata kegelapan malam datang lebih cepat dari yang diperkirakan.

“Pacu kuda kalian lebih cepat! Aku sangat yakin Pangestu bersekongkol dengan benggol rampok Kelabang Ijo” teriak Kertopati.

Semua anggota rombongan menggebrak pinggul kuda masing-masing. Sepuluh ekor kuda melesat kencang seperti anak panah mengejar setan! Lima puluh langkah di depan tiba-tiba terjadilah malapetaka yang tidak mereka duga.

Jalan tanah yang mereka tempuh mendadak sontak ambrol begitu kaki-kaki kuda menginjaknya. Sebuah lubang besar menganga. Sepuluh orang berteriak kaget. Sepuluh ekor kuda meringkik keras. Kuda- kuda dan sepuluh orang itu langsung amblas masuk ke dalam lubang, saling tumpang tindih. Di dasar lubang menunggu seratus tonggak bambu runcing! Jerit pekik kesakitan bersatu padu dengan ringkik-ringkik kuda!

Enam orang pemuda Pucang Kembar langsung menemui ajal ditambus bambu runcing pada bagian dada atau perut. Salah seorang melotot menggapai leher yang tertembus tonggak bambu hingga tembus ke tengkuk. Darah menyembur berhamburan. Dua orang pemuda terhempas ke dalam lubang, langsung ditambus enam potongan bambu runcing. Sepuluh ekor kuda melejang-lejang sambil meringkik sementara darah mengucur deras dari bagian tubuh yang tertusuk bambu. Salah seorang pemuda masih untung hanya pahanya yang terserempet ujung bambu runcing. Tubuhnyabersandar di dinding lubang. Tapi luka pahanya mendadak sontak menyebabkan rasa panas di sekujur tubuh. Dia mengerang pendek, berusaha bangkit tapi jatuh lagi karena kaki dan tangannya laksana lumpuh!

Kertopati yang paling untung dari semua rombongan. Tubuhnya selamat karena jatuh di atas kuda yang masuk ke lubang lebih dulu. Binatang itu sendiri setelah menggelepar beberapa kali meregang nyawa mandi darah akibat ditembus enam belas potong bambu runcing. Kertopati berusaha melepaskan kaki kirinya yang terjepit di antara dua tubuh kuda yang sudah mati. Begitu kakinya terlepas, maksudnya segera melompat dari lubang neraka itu. Namun niatnya serta merta dibatalkan katika dia melihat beberapa sosok tubuh berkelebatan di dalam kegelapan. Disusul oleh suara tertawa bergelak.

Kertopati langsung jatuhkan diri kembali, menyelinapkan diri di antara dua tubuh kuda yang berlumuran darah, berpura-pura mati! Tapi diam-diam kedua matanya dibuka sedikit demi sedikit untuk melihat siapa orang-orang itu. Ternyata mereka ada empat orang. Dan keempatnya menutupi wajah masing-masing dengan kain hitam. Hanya bagian mata saja yang tampak!

“Kalau Kelabang Ijo sudah bertindak, tidak akan ada yang lolos dari maut! Ha-ha-ha!” orang yang tadi mengumbar suara tawa berkata.

“ Mereka semua mati sesuai dengan yang dikehendaki! Pekerjaan selesai, kita selangkah lagi akan menguasai Kademangan Pucang Kembar…!”

Lalu orang –orang berkedok kain hitam itu meninggalkan lubang itu. Tubuh mereka segera lenyap di telan kegelapan malam.


Kidung Diatas Tanah Jawi

Kidung Diatas Tanah Jawi

Score 8
Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Setelah kerajaan Demak semakin suram dan tinggal menunggu tenggelam dalam timbunan sejarah. Munculah kerajaan baru di atas tanah Jawa, kerajaan itu bernama Pajang rajanya adalah menantu Sultan Trenggono sendiri. Raja Demak yang terakhir. Pada masa mudanya dia terkenal dengan nama Joko Tingkir dan setelah menjadi raja beliau bergelar Sultan Hadiwijoyo. Seluruh pusaka kerajaan Demak akhirnya diboyong ke Pajang. Wahyu keraton sudah berpindah tangan. Sebagai pembuktian dirinya sebagai raja yang besar dan kuat Sultan Hadiwijoyo mengerahkan bala pasukannya dengan kekuatan empat puluh ribu prajurit yang terlatih. Pajang mulai menyerbu kerajaan –kerajaan di Jawa Timur. Sultan Hadiwijoyo sendirilah yang memimpin pasukan. Beliau duduk di atas punggung gajah perang yang diberi nama Kyai Liman sambil tangan kanannya mencengkeram tombak pusaka Kyai Pleret. Beliau didampingi oleh para panglima perang yang tangguh seperti Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Penjawi, Ki Juru Mertani, Ngabehi Wuragil, Ngabehi Wilomerto, Tumenggung Cokroyudo, Tumenggung Gagak Seta dan para wiratamtama prajurit Pajang yang bilih tanding. Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset