Kidung Diatas Tanah Jawi episode 43

gatra 43

LANGIT BERSIH ketika matahari mulai turun ke balik cakrawala. Satu-satu bintang mulai nampak memancar. Namun senja belum juga menjadi gelap. Suasana senja yang tenang itu. Di pecahkan oleh suara berisik suara benda –benda yang seperti di lemparkan dari dalam sebuah rumah yang terlihat besar dan mewah di bandingkan rumah –rumah di sekitarnya. Tidak sampai itu saja suara makian seperti saling menimpali kegaduhan di rumah itu.

“Perempuan laknat! Perempuan tidak tahu diri!”

Seorang pemuda berdiri dengan muka meras padam. Sepasang bola matanya serasa menyala merah. Dikepalkan tangan kanannya dan dipukulkannya meja kayu di hadapannya.

“Brakk…!”

Papan meja pecah. Keempat kaki meja amblas ke dalam lantai ubin dan ubin sendiri retak-retak! Kemudian dia berdiri. Tubuhnya menggeletar oleh amarah yang hampir tak bisa dikendalikannya lagi. Dan mulutnya terbuka kembali. Dia memaki-maki seorang diri.

“Perempuan keblinger! Ditinggal dua tahun malah kimpoi dengan lelaki lain! Hamil dan punya anak! Keparat!”

Haryo Puguhan berdiri dengan nafas menghempas-hempas di muka jendela lalu dia melangkah ke meja lain yang juga terdapat di ruangan itu. Dari dalam sebuah kendi diteguknya air putih dingin. Tapi baru dua teguk air melewati tenggorokannya, isi kendi itu sudah habis.

“Keparat!” maki Haryo Puguhan lagi.

Di bantingkannya kendi itu ke tanah hingga pecah berantakan. Seorang perempuan paruh baya memunculkan kepalanya di pintu sebelah sana namun melihat Haryo Puguhan yang lagi beringasan dan kesetanan ia cepat-cepat diam menghilang kembali. Akhirnya, Haryo Puguhan letih sendiri memaki-maki dan marah-marah seperti itu. Dibantingkannya badannya ke sebuah kursi. Dan kini terasa olehnya betapa letih badannya.

“Welas!” teriak Haryo Puguhan.

Perempuan separuh baya yang tadi memunculkan diri di pintu masuk bergegas.

“Ya, Denmas Haryo….”

“Kau juga keparat!” teriak Haryo Puguhan pada perempuan itu.

“Sudah berapa kali aku katakan, jangan panggil aku dengan nama itu! Apa kau sudah gila hingga lupa terus-terusan?!? Kau gila ya, hah?!!”

Welas terdiam dengan tubuh menggigil ketakutan. Lagi-lagi dia lupa. Lagi-lagi dia memanggil dengan nama Haryo Puguhan memerintahkan agar dia memanggil dengan nama Sosro Bahu.

” Aku tanya kau sudah gemblung? Jawab!”

“Tidak, Denmas Haryo….., eh Denmas Sosro Bahu…..”

“Kalau tidak gila kau musti pikun! Ambilkan aku air, lekas!”

Welas putar tubuh. Sebentar kemudian dia sudah kembali membawa segelas air putih. Air yang dingin itu menyejukkan hati Haryo Puguhan sedikit. Kemudian dia duduk tenang-tenang di kursi itu dan bila matanya dipicingkannya, maka kembali terbayang saat dua tahun yang lewat.

Waktu itu dia sudah lama kenal dengan Galuh Warsih. Dia tahu bahwa gadis itu tidak suka terhadapnya, akan tetapi lebih menyukai kakak Haryo Puguhan yang bernama Haryo Panumping. Tetapi ia tidak peduli. Berbagaimacam cara Haryo Puguhan telah dilakukan untuk sekedar bisa dekat dengan Galuh Warsih. Tapi Galuh Warsih terus-terusan menghindar dengan cara yang halus.

Gadis ini tidak mau melukai Haryo Puguhan. Hingga pada akhirnya Galuh Warsih mau juga bicara-bicara melayani Haryo Puguhan, tapi ini bukanlah karena dia suka terhadap Haryo Puguhan melainkan karena sudah kehabisan cara dan upaya untuk menghindar. Tapi celakanya Haryo Puguhan salah tafsir. Dia menduga bahwa kini Galuh Warsih sudah mulai melunak kepadanya.

Satu ketika Haryo Puguhan sudah merasa jenuh dan tidak kerasan untuk tinggal di Pucang Kembar. Karena ia merasa bahwa ayahnya pilih kasih. Dan lebih menyayangi Haryo Panumping. Anak dari istrinya yang pertama. Sehingga Haryo Puguhan memutuskan untuk pergi mengembara meninggalkan Pucang Kembar.

Sebelum pergi, Haryo Puguhan menemui Galuh Warsih dan berkata, “Galuh Warsih, aku akan pergi mengembara mungkin juga akan ngangsu kawruh di sebuah padepokan di kaki Gunung Lawu. Mungkin satu tahun, dua tahun lagi aku baru kembali. Kuharap kau mau menunggu dengan sabar. Jika aku kembali aku akan mengawini kau…..”

“Tapi Kangmas Puguhan…..”

Galuh Warsih menghentikan kata-katanya karena saat itu dilihanya Haryo Puguhan melangkah ke hadapannya dan mengulurkan tangan untuk memeluknya. Galuh Warsih mundur.

“Jangan, Kangmas. Nanti kelihatan orang. Tidak sepantasnya kita melakukan hal itu…..”

Kemudian Haryo Puguhan pergi tanpa ada lagi kesempatan bagi Galuh Warsih untuk menerangkan bahwa dia tidak memiliki perasaan yang khusus untuk laki-laki itu. Semua dilakukan dengan tujuan agar hubungan pertemanan dengan Haryo Puguhan tidak lantas retak. Dan hubungan saudara antara Haryo Puguhan dan Haryo Panumping tidak menjadi terganggu.

Dan dalam kepergian Haryo Puguhan itu maka Galuh Warsih kemudian menikah dengan Haryo Panumping yang tidak lain kakak tiri dari Haryo Puguhan. Galuh Warsih mencintainya karena Haryo Panumping memiliki sifat yang sangat berbeda jauh dengan adik tirinya. Haryo Panumping lebih sabar, sopan dan tidak berangasan. Bagi Galuh Warsih perkimpoiannya dengan Haryo Panumping itu sama sekali bukan pengkhianatan atas diri Haryo Puguhan karena memang dia tidak mencintai Haryo Puguhan dan juga tak pernah menyatakan cintanya.

Demikianlah, bila hari itu Haryo Puguhan kembali dari pengembaraannya maka ada dua kabar yang ia terima. Pertama yang didengarnya perihal ayahnya yang telah meninggal. Dan hal yang kedua ini begitu menyentakkan darah amarahnya ialah bahwa Galuh Warsih telah kimpoi dengan Haryo Panumping. Kedua suami istri itu bahkan sudah mempunyai seorang anak perempuan. Kehidupan mereka meski sederhana tapi bahagia dan kini Haryo Panumping sudah menjadi seorang demang di Pucang Kembar. Menggantikan mendiang ayahnya yang telah meninggal.

Jika Haryo Puguhan seorang manusia punya muka dan punya harga diri, sebenarnya mengetahui perkimpoian Galuh Warsih itu dia harus mundur dan bersikap legowo karena adalah memalukan sekali bila dia terus-terusan menginginkan Galuh Warsih. Sedangkan Galuh Warsih tidak mencintainya apalagi kini sudah bersuamikan kakaknya sendiri dan telah memiliki anak.

Tapi dasar Haryo Puguhan bukan manusia berpikiran jernih, berangasan, lekas kalap dan naik darah membabi buta, maka hari itu juga dikirimkan dua orang kepercayaannya ke kediaman Haryo Panumping. Tujuannya untuk membawa sepucuk surat tantangan perang tanding kepada Haryo Panumping.

Haryo Puguhan yang kini memakai nama Sosro Bahu bangkit dari kursinya ketika didengar suara gemuruh kaki-kaki kuda di halaman. Dia melangkah ke jendela dan memperhatikan kedatangan kedua orang anak buahnya. Jari-jari tangannya mencengkeram sanding jendela.

“Galuh Warsih harus aku dapatkan kembali….. harus dapat!” katanya dalam hati yang dikecamuk amarah itu.

“Kalau tidak…..,” Sosro Bahu tak meneruskan kata-katanya. Sebagai gantinya tangan kirinya bergerak memukul dinding jendela. Dan kayu sanding itu pecah berantakan!!


KEDUA TELINGA Haryo Puguhan alias Sosro Bahu yang tadi menangkap suara derap kaki kuda dan telah ia lihat memasuki pekarangan. Segera ia beranjak dan melangkah cepat ke pintu depan. Dan matanya yang tadi membuka lebar itu kini tampak membeliak. Setengah meloncat dia turun ke tanah.

“Ada apa dengan kalian?!” tanya Haryo Puguhan.

Pertanyaan ini hampir merupakan teriakan.

Kedua kuda itu berhenti. Penunggangnya, Sumpil dan Jaroto turun perlahan-lahan. Pakaian mereka kotor oleh darah dan debu. Muka keduanya pucat pasi. Melihat ini Haryo Puguhan segera maklum bahwa kedua anak buahnya itu mendapat luka dalam yang parah. Sumpil berdiri terbungkuk-bungkuk sambil mengurut dada. Pemandangannya masih berkunang-kunang. Jaroto begitu menginjakkan kedua kakinya di tanah segera tergelimpang, muntah darah lagi lalu pingsan!

“Sekarang!” kata Haryo Puguhan sangat tidak sabar dan sambil menggeprak meja, “terangkan apa yang terjadi Sumpill!”

Sumpill tarik nafas panjang. Diurutnya dadanya beberapa kali lalu mulailah dia memberi keterangan. Dan bila Haryo Puguhanselesai mendengar keterangan itu maka mendidih darah di kepalanya. Mukanya merah padam. Matanya yang memang sudah besar itu dalam keadaan melotot seperti mau tanggal dari rongganya!

“Sumpill! Siapkan kudaku! Lekas…!”

Sumpill tanpa banyak bicara tinggalkan tempat itu. Tak lama kemudian terlihat Haryo Puguhanmemacu kudanya seperti orang kesetanan. Kuda itu menderu laksana terbang. Debu mengepul, pasir berhamburan.


SUARA ISAK TANGIS itu sempat terdengar oleh Haryo Panumping. Perlahan –lahan Haryo Panumping membuka pintu bilik kamarnya. Ketika Haryo Panumping masuk ke dalam biliknya, dilihatnya isterinya sedang berbaring. Tetapi desir telapak kakinya telah mengejutkannya sehingga isterinya itu bangkit dan duduk di tepi pembaringannya.

“Oh,” desahnya, “Kau sudah datang, Kakang?”

Haryo Panumping melihat wajah isterinya yang pucat. Sisa – sisa air mata masih terlihat di pipi dan kelopak mata. Haryo Panumping menarik nafas dalam-dalam. Ia lalu berkata dengan lembut, “Aku tidak mengerti Galuh. Kenapakah kau Sebenarnya? Mengapa kau menangis?”
Kembali perempuan itu terisak –isak. Butiran air mata kembali berderai. Meluncur di pipinya. Lantas dengan terbata –bata.

Ia berkata, “ Aku takut kakang. Aku mendengar di halaman rumah ada teriakan –teriakan perkelahian. Dan aku semakin takut saat mendengar nama adi Puguhan disebut –sebut “

Haryo Panumping tidak segera menjawab. Ia duduk di atas sebuah dingklik kayu dekat di samping pembaringan isterinya.

“Kau pucat, Galuh. Sudahlah hentikan tangisan mu. Kasihan Miranti ia dapat terbangun karena tangisan mu “

Galuh Warsih menoleh ranjang sebelah kanannya. Disana terbaring dengan tentram seorang bayi perempuan yang masih berumur sebulan. Sesekali bayi itu menggerak –gerakkan kakinya.

Sejenak ruangan itu menjadi hening. Namun isak Galuh Warsih menjadi semakin reda.

“ Apakah kakang akan meladeni tantangan perang tanding adi Puguhan? “

Haryo Panumping menghela nafas panjang. Dada Haryo Panumping mulai menjadi pepat. Karena itu maka justru ia terdiam. Ia duduk saja seperti patung sambil memandang jauh menembus lubang pintu bilik itu. Tetapi pertanyaan isterinya telah benar-benar mengganggunya. Setelah sejenak ia dicengkam oleh perasaan kegelisahan yang sangat dalam.

“ Aku sebenarnya heran dengan kelakuan adi Puguhan. Anak itu dari dulu semasa kanak –kanak tidak juga berubah. Tapi haruskah aku layani tantangannya? Dia saudara ku meski lain ibu. Akan tetapi, kami berasal dari tetesan darah yang sama. Sebenarnya permasalahan apa yang membuat anak itu mengajakku untuk mengadu nyawa? “

Tiba-tiba Galuh Warsih itu membanting dirinya bersimpuh di hadapan suaminya. Perempuan itu tertunduk.

Dengan terbata –bata ia berkata, “ Itu semua salahku kakang. Kalau dulu aku berterus terang dan menceritajan semuanya tentu hal ini tidak akan pernah terjadi. Ini hanya sebuah kesalah pahaman yang sungguh menggelikan “

“ Apa maksudmu Galuh? Menceritakan perihal apa? Berterus terang soal apa? “

Haryo Panumping semakin bingung. Ditatapnya saja tubuh isterinya yang bersimpuh di hadapannya. Didengarnya suara tangisnya yang serak dan dilihatnya titik-titik air matanya yang menetes membasahi kakinya.

“ Sudahlah Galuh. Jangan terus kau salahkan diri mu. Perihal masalah itu aku sedikit banyak sudah tahu. Biarlah akan aku jelaskan kepada adi Puguhan semoga saja kekerasan hatinya dapat melunak”

“ Sekarang tidurlah. Temani Miranti. Jangan kau tinggalkan ia sendirian di pembaringan”

Penuh perasaan cinta dan kasih sayang. Haryo Panumping membimbing istrinya kembali ke pembaringan. Pada saat itulah pintu biliknya ada yang mengetuk dari luar. Haryo Puguhan segera berjalan ke arah pintu. Setelah pintu di buka. Ki Wanamerta yang berdiri di balik pintu itu.

“ Raden Haryo Panumping. Ada Den Mas Puguhan sedang menunggu di halaman”

“ Mengapa paman tidak menyuruhnya masuk ke pendopo atau ke pringgitan? “, tanya Haryo Panumping dengan keheranan.

“ Denmas Puguhan tidak mau. Dia masih menunggu di halaman. Bahkan, tidak mau turun dari punggung kudanya “

“ Baiklah paman. Aku akan menemuinya “

Haryo Panumping lantas menoleh ke arah istrinya.

“ Galuh aku akan ke halaman sebentar. Adi Puguhan ingin bertemu denganku. Kau beristirahatlah dan jangan cemas. Jaga Miranti baik –baik “

Lantas Haryo Panumping keluar dari bilik. Ditutupnya pintu dengan perlahan –lahan agar tidak mengejutkan bayinya yang tengah tertidur lelap. Sejenak kemudian dengan langkah tergesa-gesa ditinggalkannya rumah itu. Langkahnya panjang dan cepat. Tanpa berpaling lagi ia turun dari pendapa.

Haryo Panumping memandang ke depan. Ke arah halman rumah. Hatinya mengeluh. Inilah pertama selama menjadi Demang dia menghadapi kesulitan menghadapi saudaranya sendiri! Haryo Puguhan masih duduk di atas punggung kudanya. Sorotan matanya seganas macan kelaparan tertuju pada Haryo Panumping. Haryo Puguhan sekilas teringat pada Galuh Warsih. Nafsu untuk dapat memiliki perempuan ini yang tak kesampaian atau belum kesampaian membuat amarahnya semakin meluap-luap. Dadanya seperti mau pecah.


Kidung Diatas Tanah Jawi

Kidung Diatas Tanah Jawi

Score 8
Status: Ongoing Tipe: Author: Dirilis: 2021 Native Language: Indonesia
Setelah kerajaan Demak semakin suram dan tinggal menunggu tenggelam dalam timbunan sejarah. Munculah kerajaan baru di atas tanah Jawa, kerajaan itu bernama Pajang rajanya adalah menantu Sultan Trenggono sendiri. Raja Demak yang terakhir. Pada masa mudanya dia terkenal dengan nama Joko Tingkir dan setelah menjadi raja beliau bergelar Sultan Hadiwijoyo. Seluruh pusaka kerajaan Demak akhirnya diboyong ke Pajang. Wahyu keraton sudah berpindah tangan. Sebagai pembuktian dirinya sebagai raja yang besar dan kuat Sultan Hadiwijoyo mengerahkan bala pasukannya dengan kekuatan empat puluh ribu prajurit yang terlatih.Pajang mulai menyerbu kerajaan –kerajaan di Jawa Timur. Sultan Hadiwijoyo sendirilah yang memimpin pasukan. Beliau duduk di atas punggung gajah perang yang diberi nama Kyai Liman sambil tangan kanannya mencengkeram tombak pusaka Kyai Pleret. Beliau didampingi oleh para panglima perang yang tangguh seperti Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Penjawi, Ki Juru Mertani, Ngabehi Wuragil, Ngabehi Wilomerto, Tumenggung Cokroyudo, Tumenggung Gagak Seta dan para wiratamtama prajurit Pajang yang bilih tanding.Penasaran dengan kelanjutannya? yuk segera simak cerita dibawah ini...

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset