Abbas segera bangun untuk berolah raga sambil mengecek keadaan asrama, Ia mendengar telepon dari jauh berulang-ulang dengan berlari-lari Abbas membuka pintu ruang kerja dan mengangkatnya tapi telepon itu sudah mati.
Abbas membuka pesanan ruangan kamar dan hari ini ada yang masuk lima orang, sambil berolah raga Ia menunggu telepon yang masuk. Benar juga …dari Makasar dan Bone sudah sampai Semarang dan dari Kudus. Abbas menghubungi Bu Sofi yang menempati kontrakan kampung Leyangan.
Abbas : ” Bu Sofi persiapan urusin asramanya ya…?!”
Bu Sofi : ” Inggih …siap mas Abbas….” Bu Sofi yang bertugas mengurusi makanan pagi, siang, dan sore mengecek dapur dan membawa etalasenya yang ditempatkan di ruang makan.
Abbas : ” Bawa apa itu buk..?”
Bu Sofi : ” Etalase kecil mas untuk nyiapin sampo , sabun, odol dan jajanan kecil…bolehkan mas saya nyambi jualan di asrama ?”
Abbas : ” Bu Sofi hanya ditugaskan untuk memasak mempersiapkan menu pagi, siang dan malam setelah itu pulang jualan tak boleh di tungguin nanti kalau ada yang hilang bukan tanggung jawab asrama ..melainkan kesalahan sendiri”.
Bu Sofi : ” Berarti tidak boleh ya mas..?” Abbas geleng-geleng dan meneruskan bicara, ” Ibu ditugaskan Jualan apa memasak ?”
Bu Sofi : Jadi ndak boleh ya mas..?” Abbas jadi jengkel
Abbas : ” Bilang sama Bu Susiyati sendirilah buk kalau masih mau ngeyel ” Abbas meninggalkan bu Sofi lalu disuruhnya keluar karena mau dikunci pintunya dan segera pulang untuk sarapan. Angga menemui kakaknya Abbas dan menyampaikan kalau dirinya tak bisa bergabung lebih dalam di Abdi Negara biar kak Abbas saja begitu katanya karena akan mengurus laundry biar fokus dan menerima cucian dari peserta kursus saja. Memang sebaiknya begitu fikir Abbas.
Rombongan dari Papua sudah memasuki asrama sebanyak 25 orang dengan 20 laki-laki dan 5 perempuan rata-rata mereka bertubuh besar.
Pak Umar sebagai penanggung jawab pendidikan mengatur semua peserta khursus, seorang pensiunan tentara yang gagah dengan suara yang lantang dan sangar membuat peserta dari Papua agak keder. Pak Umar menegaskan kepada siswa agar mematuhi disiplin : ” Kebersihan masing-masing kamar adalah tanggung jawab pemakai kamar dan dilarang mencorat-coret atau menempel gambar apapun atau sejenisnya, Suatu saat saya akan melakukan pengontrolan di masing-masing kamar dan akan mendapat hukuman jika saya temukan pelanggaran, apakah semua mendengarkan ..!!!”
” Siap…!! Kami mendengarkan…!! ” dijawab dengan lantang pula oleh siswa. Begitulah apel hari pertama sebelum dibukanya pendidikan di Abdi negara..suasana sudah menjadi tegang. Pak Umar dan Pak Johar wakilnya setiap saat bisa tiba-tiba kontrol entah diruang makan , ruang mushola ataupun di asrama baik pagi, siang maupun malam.
Saat ini siswa sedang melakukan baris berbaris mengitari Leyangan dengan memakai seragam Abdi Negara, mereka tampak gagah dan semangat termasuk wanitanya.
Pak Andrean mulai sakit-sakitan , Mince yang sering pulang menemani ayahnya dan Ia terpaksa cuti sampai ayahnya membaik. Sambil meluangkan waktu untuk khursus roti di Bogasari Mince memulai mempraktekan hasil kursusnya.Rosa dan Susiyati menguji kue buatan Mince dan Mince meminta mengkoreksinya, Pak Andrean ikut merasakan roti buatan Mince …olala sunguh luar biasa lezatnya dengan mengurangi gula rasanya masih okey untuk penderita diabetis.
Ananta mengabarkan kepada Susiyati kalau lulus kuliahnya dan Susi meneruskan kepada pak Andrean kabar baik ini, sungguh bahagia pak Andrean mendengar kabar itu , Ananta akan diwisuda seminggu lagi dan akan segera pulang ke Indonesia.
Susiyati : ” Keadaan Papah Andreas saat ini baik tapi Bu Susi belum bisa meninggalkannya dan maaf ibu tidak bisa mendampingi wisudamu”.
Ananta : ” Iya bu Susi tak apa kesehatan papah lebih penting dan Ananta akan memastikan kepada dosen kalau Ananta tak ada pendamping karena papah sakit”.
Susiyati : ” Mince saat ini menyelesaikan kursus di Bogasari dan sudah lulus, sepulangmu ke Indonesia Mince akan melanjutkan kuliah yang tinggal skripsi saja semoga kamu bisa memahaminya”.
Ananta : ” Iya bu Susi dimengerti keadaannya, maaf Ananta ke kampus lagi menghadap Dekan, terima kasih Bu Susiyati…Selamat pagi..untuk Indonesiaku”.
Susiyati : ” Selamat sore Berlin semoga selalu sehat Ananta”.
Pak Andrean senang sekali mendengar suara Ananta lewat hand phone yang terdengar amat Santun, sayang sekali pak Andrean belum kuat bicara dan hanya tersenyum memandang Susiyati yang bijaksana mendidik putra putrinya. Susi memanggil pak Kromo dan bu Kromo untuk menemaninya karena akan pulang, makanan malam ini akan dicek Mince dan disiapkan di meja sambil menonton tv .
Susi meninggalkan pak Andrean dan menuju rumah, Rustiana Damayanti sedang bermain dengan adiknya Bagus Sasongko ditemani Atun yang menunggu kepulangan Susi.
Atun : ” Selamat sore buk Susi..”
Susiati : ” Met sore juga Atun.., tolong ambilkan berkas di mobil di taruh dimeja kerja ibu ya mbak…”. Anna dan Bagus membantu ibuknya membawakan tas dan beberapa buku, Atun membawa makanan roti buatan Mince.
Bagus : ” Mbak Atun….kuenya enak baunya..hmmm…mesti buatan mbak Mince ya mbak…?!”
Atun : ” Inggih mas Bagus…..baunya sedap sekali kliatannya”.
Anna : ” Nanti buatkan susu ya mbak….hmmm…enak pasti..”.
Susi : ” Tun tolong di bersihkan sepatu ibu yang abu-abu ya….”
Atun : ” Inggih bu…sepatu kerja di Abdi Negara yang hak pendek kan buk…?”
Susi : ” Iya…..makasih ya Tun…” Atun mengangguk sambil tersenyum melihat Susi menenteng handuk mandi.
Selesai mandi Susi mendapat tamu dari Bandung dan Atun langsung disuruh mengantar ke Yayasan Abdi Negara bertemu mas Abbas atas perintah bu Susi.
Anna dan Bagus menunggu ibunya untuk makan roti, dan Atun selesai mengantar tamu langsung menyiapkan susu mereka . Rasanya segar sekali Susi melihat anak-anaknya menanti di meja makan. Mereka makan bersama dan ditemani Atun.
Susi : ” Mbak Atun bagaimana kabar ibumu…apa sudah telepon kamu…?”
Atun : ” Iya bu sudah dan sementara yang mengganti Atun namanya Parmi orang Weleri , anaknya bu Roto sahabat ibu di Boja “.
Atun : ” Atun mengenal bu Roto dengan baik”. sambung Atun.
Susi : ” Terus Parmi sudah memiliki pacar belum…?”
Atun : ” Sudah bu…cuma Safi’i belum kerja …masih pengangguran, nanti yang antar Safi’i kok bu…”. Atun pembantunya sudah ikut Susi sejak bayinya Rustiana dan sudah memiliki pacar namanya Amirudin bekerja sebagai petani di kebunnya sendiri, mereka menunda pernikahannya karena Amirudin belum mampu atas saran Susi Amirudin akhirnya bisa menyalurkan kasil panennya dan mencukupi kebutuhan calon rumah tangganya.
Susi berangkat ke Yayasan Abdi Negara langsung menuju ruangannya, Abbas melaporkan kalau tamunya adalah siswa yang sudah mendaftar kemarin dan kamar sudah ada mereka berempat namanya Johan, Hasbulah, Anggada dan Antasari, sambil membuka daftar siswa .
Susi : Jadi ini kamar sudah diisi semua cuma Yohanna dari Papua yang tak punya teman, lalu lantai satu masih bisa ditambah satu cewek biar Yohanna ada temannya kalau masih ada yang antri buk “.
Susi : “Okey biar nanti ibu lihat dulu, trima kasih ya Abbas”.
Abbas : ” O ‘gih bu, ke empat siswa tadi telah mengikuti gladi bersih jelang pembukaan dan yang diasuh pak Umar dan pak Johar. Abbas menyerahkan laporannya untuk ditanda tangani Susi.
Susi keliling memperhatikan latihan pembukaan security terdengar suara pak Umar memberi intruksi baris berbaris, melihat Susi pak Johar langsung menghadap dan memberi hormat lalu melaporkan kegiatan pagi tadi dan sore ini, sambil berjalan mereka melihat siswanya yang terbagi dua regu dan Susi menandatanganinya. Pak Johar segera menghormat melanjutkan kegiatannya.
Susi menuju ruang kantin dan mengecek kebersihan dan kerapian kerja bu Sofi, melihat Susi bu Sofi segera berlari dan menyuruh anaknya melanjutkan masakannya.
Bu Sofi menghormat lalu melaporkan masakan malam ini dan rencana masakan esok hari dan ditanda tangani Susi, lalu Bu Sofi disuruh duduk dan beramah tamah dengan Susi.
Bu Sofi : ” Trima kasih bu Susi , atas izin bu Susi saya bisa membuka tambahan saya melengkapi kebutuhan siswa “.
Susi : ” Terus terang bu Sofi.., ibu harus hati-hati karena kalau ibu lupa mengunci tanggung jawab ibu sendiri jangan salahkan mas Abbas dan jam kerya ibu dari belanja di pasar sampai makan malam teru pulang. Oya..siapa yang membantu ibu…?”
Bu Sofi : Itu Lestari mantu saya, buat gantian melayani siswa Bu Susi”. Susi melihat etalasi yang tak begitu besar tapi merupakan harapan keluarganya. Susi pamit dan kembali ke ruangannya.