Tanggal 20 Oktober, aku diajak Mas Bian dan pacarnya untuk mendaki Gunung Sibuatan, atap dari Sumatera Utara. Aku benar-benar sangat bersemangat saat itu, aku telah mempersiapkan sebuah kertas putih berukuran A4 dengan tulisan “Get Well Soon, Vira.” Aku ingin menunjukkan itu di atas lautan awan nanti.
Tapi, alam berkata lain, di tengah perjalanan menuju ke Gunung Sibuatan, hujan turun sangat derasnya. Sebelumnya kita memang sudah berhenti dan beristirahat di pondok Nusa Dua di Sibolangit sebelum hujannya turun dengan sangat derasnya.
Kami parkirkan motor kami dan menggemboknya sebelum akhirnya kami pun mengubah rencana menuju air terjun Satu Hati di dekat Sibolangit itu juga. Sedikit kecewa aku keluarkan sleeping bag ku dan akhirnya aku pun tertidur dengan ditemani nyanyian merdu oleh rintik-rintik hujan yang membasahi bumi malam itu.
Paginya, kami bangun, cuci muka, sarapan dan meminum segelas kopi hitam dan kemudian bergegas menuju air terjun Satu Hati.
Perjalanan menuju air terjun yang bisa dibilang tidak terlalu mudah untuk orang berukuran besar dan berat sepertiku tak menghentikan niatku. “Aku harus sampai ke tujuan! Aku tidak boleh menyerahhh!!!”
Sesekali wajah Vira dengan kedua lesung pipinya muncul di kepalaku.
“Senyuman indah itu, tidak boleh hilang begitu saja, kau harus sembuh Vir, kau pasti sembuh!” sambil melanjutkan perjalanan menuju air terjun.
Kami pun akhirnya tiba, setelah berjalan kaki beberapa menit, melawan capeknya kaki yang menopang tubuh berat ini, nafas yang terengah-engah, dan serangan pacet yang bergerilya menyerang rombongan kami.
Dengan bangga kukeluarkan kertas putih yang bertuliskan “Get Well Soon, Vira” dari dalam tasku.
“Kak, tolong fotokan aku yah!” pintaku ke pacar mas Bian sambil menyodorkan handphoneku.
“Kau harus sembuh Vir, kau pasti sembuh, PASTI!” doaku saat pacar mas Bian mengambil fotoku.
Rintik-rintik air terjun yang jatuh dari kejauhan berhasil menyamarkan air mataku sore itu.
Dia kuat, yah.., dia wanita terkuat yang pernah kukenal. Hingga hari kamis, 23 Oktober 2014, aku menjalankan aktivitas ku seperti biasanya tanpa pernah berbasa basi bertanya kabar tentangnya. Oh yah…, hari itu kuota internetku kebetulan habis. Hari itu bulan tua, tua banget, saldo pun sudah kering, sementara gaji bulan ini belum juga masuk.
Aku sebelumnya belum pernah minjam duit ke atasanku, hari itu aku coba menemui atasanku, aku meminta keringanan untuk mendahulukan gajiku, supaya aku bisa membeli tiket pesawat hari ini. Melihatku yang tak pernah begini sebelumnya ko Budi pun meminjamkanku uang 1 juta rupiah dan menjelaskan bahwasannya atasan kita sedang keluar negeri, jadi belum bisa mendahulukan gajiku untuk bulan ini. Aku pun menjelaskan alasanku meminjam uang ini dan meminta keringanan untuk cuti beberapa hari, yang kemudian di “iya” kan oleh ko Budi.
Akhirnya aku dapat uangnya, sekarang aku harus dapat tiket pesawatnya. Aku kembali ke kantorku yang di Multatuli. Aku minta tolong ke rekan kerjaku, Franky.
Aku: “Frank, kau ada teman jual tiket pesawat gak?”
Franky: “Ada Mes, emang napa?”
Aku: “Aku mau ke Jakarta.”
FRANKY: “Sebentar aku tanya temanku dulu.”
Beberapa menit kemudian
FRANKY: “Ada nih Mes, lu mau penerbangan jam berapa? pulang-pergi?”
Aku: “Secepatnya aja, sekarang kalau bisa, pergi aja, pulangnya nanti aja setelah gajiku masuk baru aku beli tiket pulang.”
FRANKY: “Ok, ada nih jam 3 sore, tapi harganya agak mahal Mes, lu mau?”
Aku: “Ntar, aku pikir-pikir dulu.”
“Kalau aku perginya sekarang terlalu mahal uang tiketnya, dan aku juga belum ada persiapan, aku gak boleh terburu-buru,” gumamku dalam hati.
“Gakpapa lah, aku pergi lebih cepat aja,” pikirku sambil memanggil Franky.
Aku: “Frank, aku pesan yang jam 3 aja deh, gapapa agak mahal.”
FRANKY: “Ok, aku pesankan yah, sebentar aku chat temenku dulu.”
Aku: “OK!”
FRANKY: “Aduh, Mes, tiket untuk keberangkatan jam 3 sudah habis, adanya tinggal jam 5 sama jam 6.”
Aku: “Astaga! Tanyain dong harga untuk kedua jadwal penerbangan itu.”
FRANKY: “Ok, sebentar yah”
Aku: “Ok!”
FRANKY: “Jam 5 sekian Mes, jam 6 lebih murah 80ribu”
Aku mulai berfikir keras dan sedikit ragu.
Aku: “Jam 5 aja deh aku pesan, gapapa deh sedikit mahal.”
FRANKY: “Ok aku pesankan yah.”
Aku: “Ok!”
FRANKY: “Aduh, Mes, lu telat lagi nih, udah habis juga, sisa yang jam 6.”
Aku: “ASTAGA!!!”
FRANKY: “Jadi gimana Mes? Ambil aja yah, sebelum habis kejual juga.”
Aku: “Ok, pesankan 1 yah!”
FRANKY: “Mes, ini ada sedikit uang untukmu, lu pegang aja dulu yah, buat jaga-jaga.”
Aku: “Makasih yah Frank.”
FRANKY: “Iyah, gapapa.”
“Ahh…, gapapalah, paling lama pun aku sampe bandara jam 9 malam, bilanglah perjalanan menuju tempatnya 1 jam, paling lama jam 10 lah aku udah sampe di tempat,” gumamku.
Aku pun izin pulang untuk mandi dan mengambil beberapa pasang pakaian.
“Seorang Mesachi adalah dia yang tak pernah berfikir panjang sebelum bertindak,” tiba-tiba aku teringat kalimat dari Pak Boy untukku. Ternyata sangat cocok untukku. Hahaha….
Aku tidak berpikir bagaimana aku pulangnya nanti, yang ada di otakku sekarang adalah, bagaimana caranya agar aku bisa sampai ke Jakarta dan menemui Vira.
“Akhirnya hari itu tiba yah Vir” batinku.