Setelah kejadian ‘Makan Daun’ itu, aku pun semakin dekat dengan Vira, dan mulai memberanikan diri mengajak chatting dengannya berdua.
Selasa, 28 Januari 2014, Aku pun mulai memberanikan diri mengajak Vira ngobrol berdua.
“Bangun om, Mau nanya nih,” tulisku.
“Kesiangan tan, Mau nanya apa?” balasnya gak mau kalah manggil aku tante karena aku manggil dia om.
“Jawabnya serius tapi yah,” balasku cepat.
“Iyaa,” balas Vira bersemangat.
“Di GoE yang paling tua selain lu siapa yah? Aku takut salah nyebut, hehehe…,”
“Tuaaaa darimana???” balasnya sedikit kesal.
“Tadi janjinya mau jawab serius, hehehe…,” balasku
“Aku paling mudah disitu bukan tuaaa,” balas Vira disertai emot marah.
Misi pertama berjalan sukses. Hehehe….
Suatu sore, beberapa hari setelah pemberian bantuan, aku sedang ngegym di gym tempat langgananku, mataku tiba-tiba teralihkan oleh berita di tv yang menayangkan kondisi gunung Sinabung yang sedang mengeluarkan wedus gembelnya dan juga korban-korban wedus gembelnya tepat di tempat kami berfoto beberapa hari yang lalu.
Melihat banyaknya korban, hati siapa yang tidak bersedih, aku sangat sedih, meskipun di satu sisi lagi, aku benar-benar bersyukur, kami para relawan masih diberikan kesempatan hidup, mungkin inilah yang disebut “perbuatan baik akan menghasilkan Karma baik”.
Tak henti-hentinya aku bersyukur, “andai saja wedus gembelnya keluar waktu kami berfoto di situ, sudah gak bisa lagi lah kalian lihat kami sekarang.”
Bagian terburuknya mungkin cerita ini takkan pernah terjadi.
Aku langsung memberitahukan berita ini ke grup whatsapp RPM dan terus-terusan berterima kasih ke Pak Boy yang kemarin telah merepetin dan memarahi kami untuk segera pulang.
“Terima kasih Tuhan, pak Boy dan semuanya yang telah mendoakan kami,” sambil berusaha menahan air mata syukur yang berusaha untuk keluar dari kedua mataku.
Dan aku kembali melanjutkan kegiatan gym ku.
Sesekali aku bertanya kabar tentang Vira di grup, yah sekedar basa-basi agar teman-teman tak mengira kalau aku sedang berduaan dengannya melalui private message. Hehehe….
Semakin hari kami pun semakin akrab, dan semakin menjadi-jadilah ejekan teman-teman di GoE. Aku lebih sering ngobrol dengannya berdua ketimbang di grup, yah, untuk menghindari ledekan teman-teman di GoE tentunya.
“Ah…. sepertinya aku jatuh cinta,” senyam-senyum tak jelas.
Kabar pun tersebar luas, ledekan demi ledekan bukan saja kami dapat di grup whatsapp, tapi juga di kaskus (tepatnya di blog Vira). Kreatifitas-kreatifitas iseng kawan pun bermunculan, kalau udah kayak gini siapa yang bisa melarang. Aku cuman bisa menikmati semua pemberian teman-teman GoE yang sepertinya secara diam-diam maupun terang-terangan mendukungku.
“Udah, kalian jadian aja,” kata teman-teman GoE. Aku pun langsung cengar-cengir sendiri tiap kali membacanya.
“Gila aja, kita baru kenal beberapa hari udah langsung disuruh jadian aja,” ucapku dalam hati.
Aku memang bodoh dalam hal percintaan, aku hanya bisa menebak setelah melihat ‘gerak-gerik’ dia di setiap balasan chattingnya, aku merasa dia juga mulai menyukaiku. Yah, aku cuman bisa menebak. Karena dia mulai merasa cemburu dengan keakrabanku dengan rekan kerjaku, Fenny.
Sampai kapankah aku hanya bisa menikmati cinta yang bertepuk sebelah tangan ini. Tidak ada yang tahu.
Layaknya orang yang lagi mabuk asmara, kami tidak pernah lupa bertanya kabar setiap ada kesempatan. Kami juga saling mengirim foto dan dia pun ternyata gak kalah isengnya dibanding dengan teman-teman yang lain.
“Kapan yah aku dapat kesempatan mengutarakan cintaku ke kamu Vir?” sambil melihat fotonya di handphoneku.
Tiba-tiba aku teringat dengan sebuah kalimat, ada 1 kalimat dari om B yang terus-terusan berputar di kepalaku, “Jangan sampai nanti udah jadi pacar orang baru nyesal, kenapa kemarin aku gak gini, enggak gitu”.
Ahh… aku mendadak dilema stadium akut saat aku mengingat kalimat demi kalimat yang masih berputar-putar di kepalaku. Di satu sisi, aku baru beberapa hari kenal dengannya aku takut kalau dia bakal menolakku dan mengakibatkan kita jadi tak cakapan, di sisi lain aku takut kehilangan dia dan menyesal di suatu hari, seperti yang dikatakan om B kepadaku.
Setelah aku berfikir panjang kali lebar maka didapatlah luas bangun ruang. Eh…, becanda. Hehehe….
Kamis, 30 Januari 2014, setelah berpikir dengan matang, aku pun bertekad memberanikan diri untuk menyatakan cintaku atau bahasa gaulnya ‘menembaknya’ malam ini. Aku gak mau jadi orang yang hanya bisa menyesal di dalam keterpurukanku suatu hari nanti.
“Tidak, aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini,” ucapku yakin.
Besok tuh Imlek (31/01), hari yang bahagia, momen yang tepat untukku buat mengutarakannya.
“Tahun baru pacar baru!”
“Semoga malam ini, waktu aku nembak dia, dia belum tidur,” ucapku dalam hati.
Entah kenapa, hari itu jarum jam terasa sangat lambat sekali berjalan.
“Apa karena aku takut yah?”
Dalam hati terdalamku aku gak ingin hari ini berlalu begitu cepat dan berganti esok, aku sangat menikmati detik demi detik yang berjalan dengan lambatnya, yah, aku belum siap untuk ditolak olehnya.
“Ah… aku yakin gak sih mau ‘nembak’ dia malam ini?” tanyaku ragu.
Seperti biasa, aku menemani dia melalui obrolan di whatsapp. Dari mentari belum terbangun sampai mentari pun kembali tertidur pulas, kami bercanda, tertawa, dan saling bercerita tentang apa saja yang bisa ‘membunuh’ waktu.
Tak terasa, waktu pun sudah menunjukkan pukul 23:56. Terasa sedikit kehampaan di pikiranku. Aku berusaha menenangkan hati ini yang mulai gelisah tak menentu.
“Perasaan macam apa ini!? Tidak, tidakkk, aku tidak boleh membatalkannya, aku harus mengutarakannya malam ini juga, TITIK!” mencoba meyakinkan diriku sendiri.
Jumat, 31 Januari 2014, tepatnya pukul 00:03 aku pun mengutarakan isi hatiku, yahh… aku ‘menembaknya’.
Aku menyatakan kepadanya untuk berkomitmen atas hubungan ini. Jantungku serasa berhenti berdetak ketika aku enter susunan kata yang sudah tersusun rapi di otakku tadi di obrolan whatsapp kami.
Ehm…
Kurang lebih isinya seperti ini:
“Mungkin kita baru kenal
Mungkin usia perkenalan kita masih terlalu dini
Tapi izinkan aku utk berkomitmen tentang hubungan ini
Hari ini aku akan menyatakannya
Mau kah kamu menerimaku menjadi pendampingmu?”
“Akhirnya aku berhasillllll!” teriakku dalam hati.
Kalian pasti menganggap cara aku ‘menembaknya’ lucu bukan? Kalau iyah, berarti kalian memang normal, karena aku juga tertawa saat kubaca kembali kalimat-kalimat itu.
“…..” tak ada balasan dari Vira.
Dia tidak menjawabnya.
“Waduhhhh! Hal bodoh apa yang sudah aku lakukan? Apa yang barusan aku lakukan? Kenapa aku melakukannya?!”
Aku mulai berfikir yang enggak-enggak. “Apa dia menolakku?”
“Jawab dong, Vir!”
Aku mencoba menghibur diri, “dia pasti tidur nih,” dan kemudian mencoba untuk tenang dan menunggu balasan darinya.
Aku terus memperhatikan handphoneku dan melihat percakapan kami malam itu. Ternyata masih belum ada balasan dari Vira.
Lima menit berlalu, tepatnya pukul 00:08, dia membalas pesanku dengan emot kiss, dan kemudian hening lagi.
“Apa? Apa maksudnya emot barusan itu? Apa dia menerimaku? Atau dia menolakku dengan halus? aku benar-benar tidak mengerti, atau mungkin dia masih belum sadar dan sedang mengumpulkan nyawanya yang sedang berpergian entah kemana saat dia tertidur.”
Setelah beberapa menit, mungkin dia sudah berhasil mengumpulkan semua nyawanya yang sedang berpergian entah kemana saat dia tertidur tadi, akhirnya dia memberikan jawabannya. Jawaban yang paling kutunggu seumur hidupku.
Ternyata dia menerimaku, dengan memberikan pesan “MAU” atas pertanyaanku tadi. Seketika aku langsung terkejut, jantungku yang tadinya serasa berhenti menunggu jawaban darinya, sekarang terasa berdetak sangat kencang dan seolah-olah ingin melompat keluar dari dadaku. Aku cubit tanganku, pipiku, semuanya terasa sakit.
“Ini bukan mimpi, beneran, ini bukan mimpi, dia menerimaku.”
Masih tak percaya, aku mencoba meyakinkan sekali lagi.
“Kamu benar-benar mau jadi pacar aku yah, Vir?”
Ternyata, rasa kaget yang luar biasa itu bukan hanya aku yang merasakannya. Dia juga merasakan rasa kaget yang luar biasa itu. Dia pun bertanya ke aku “Ini aku masih tidur apa udh bangun yah? Ini km lg ga ngigo sambil pegang hp kan??”
Dengan sangat yakin aku menjawabnya, “gak, kamu gak sedang tidur, dan aku tidak sedang ngigo, aku benar-benar dalam keadaan sadar-sesadarnya, Vir, kalau kamu gak percaya, coba aja cubit tuh pipi kamu yang bolong-bolong.” (baca : lesung pipi)
“Sakit kan? Aku juga kesakitan nih habis nyubit tanganku sendiri,” tulisku, dan akhirnya kami pun tertawa.
Kutarik nafas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diriku.
Setelah aku berhasil menenangkan diri, untuk mengsahkan hubungan ini, aku kembali menembaknya di grup GoE dan dia pun kembali memberikan jawaban “Mau” atas pertanyaanku tadi yang kemudian diberikan ucapan selamat oleh beberapa teman GoE.
“Nah gitu dong, kenapa gak dari dulu aja sih, selamat yah!” balas salah seorang teman GoE.
“Cieee… si buchi akhirnya normal juga, si buchi akhrinya suka sama cowo,” ledek salah seorang teman grup.
Aku mencoba kembali ke percakapan kami berdua, kembali mengirimkan pesan ke dia melalui whatsappnya. Kami bercanda, dan masih berusaha untuk saling meyakinkan bahwa kejadian ini bukanlah mimpi, yang akhirnya kami berdua pun tertidur dengan pulas. Pastinya aku tertidur dengan senyuman yang tersungging sangat lebar di wajahku.
Yah, aku berhasil, aku berhasil mengalahkan rasa takut ini, rasa takut kau bakal menolakku, dengan rasa takut yang lebih besar lagi, yah… rasa takut akan kehilanganmu yang akhirnya akan membuatku menikmati penyesalanku di sisa umurku kelak.
Seperti yang sudah kuduga sebelumnya, aku pasti jadi bahan bullyan dimana-mana. Benar aja kami dibully di grup dan di blognya Vira. Aku cuman bisa pasrah dan ketawa-ketawa setiap membacanya.
Vira tuh banyak yang care ke dia, dan juga banyak fansnya, dan itulah salah satu alasan kenapa aku kemarin tuh takut dia tolak aku, yah salah satunya karena itu. Aku bakal masuk antrian keberapa nih dari orang-orang yang berbaris mengantri mendapatkan hatinya.
Pernah satu hari, ada seseorang yang mengirimkan pesan ke aku dan mengancamku untuk tidak menyakiti dia. Aku gak tahu, nih orang care ke Vira, atau karena sakit hati si Vira milih aku yah?
Ahh…, sudahlah, dia sudah memilihku sekarang.