Love Magnitude episode 8

Chapter 8

Kulihat mbak Mita sedang membereskan laptop dan dokumen-dokumen yang ada di atas meja. Lalu aku mengetuk kaca, tanda aku sudah datang kembali.

“Ngg apa-apa Rud, pacar kamu?” tanya mbak Mita.
“nih tanya langsung aja, mbak.” Ucapku sambil menunjuk ika.

Ika lalu tersenyum dan mereka pun berkenalan.

“Kalian udah janjian mau main di Surabaya?” tanya mbak Mita.
“Ngg mbak, saya malah ngg tau dia mau datang ke sini, kamu dari jam berapa ke sini? Ngg bilang-bilang sih.” Jawabku untuk mbak Mita serta tanyaku ke Ika.
“Aku pengen bikin kejutan aja, hari ini kami 1 tahunan loh mbak.” Jawabnya.
“Oh setahunan toh, tuh Rud, pacar kamu aja sampai bela-belain ke sini, bakal langgeng nih hubungan kalian sampai kakek nenek.” Ucap mbak mita.
“Aamiin.” Aku dan Ika mengucapkan bersama, dan kami sedikit tertawa.
“Yaudah lanjut kerja aja dulu yang, mbak.” Ucap Ika.
“Kita sambil ngobrol aja ngg apa-apa koq.” Ucap mbak Mita.
“Iyah tapi kamu makan dulu yah ,Ka. Aku juga belum makan siang gara-gara kamu.” Ucapku menggodanya.

Aku dan Ika lalu memesan makanan dan menghabiskannya. Jam setengah dua aku lalu melanjutkan pekerjaanku, sesekali kami mengobrol dan Ika pun tampak serius melihatku bekerja.

Tepat jam tiga aku selesai dengan pekerjaanku, aku “kebut” pekerjaanku ini, lalu aku kirim semua tugas ini ke e-mail Andy.

“Bro, tugas gue udah gue kirim semuanya yah, tinggal salin doang tuh, kalau ada apa-apa kabarin gue.” Isi pesanku ke Andy.
“Iya bro, paling gue salin besok aja, besok juga beres.” Balasnya.
“Awas deadlinenya Jum’at bro.” Balasku.
“Jum’at kan libur bro, tujuh belasan.” Balasnya.
“Oh iya yah, sialan gue ditipu sama bu Indri, katanya gue hari Jum’at disuruh libur.” Balasku.
“Lah, emang liburkan bro. Hahaha” pesan yang membuatku sedikit kesal.

Aku lalu membereskan laptopku. Dan mbak Mita pun tampaknya mengerti maksudku.

“Udah beres ya, Rud?” tanya mbak Mita.
“Udah mbak, paling besok tinggal nunggu laporan dari temen saya di sana.” Ucapku.
“Kalau begitu saya kembali lagi ke kantor yah, silahkan kalau kalian mau main di Surabaya.” Ucapnya sambil membereskan laptop dan dokumen yang dia bawa.
“Iya makasih mbak.” Senyumku.
“Besok kalau ada yang kurang telpon aja ya Rud, ngg usah ketemu gini juga ngg apa-apa.” Ucapnya.

Ika pun menunjukan wajah yang senang karena hari ini dan mungkin besok kami akan bersama terus menikmati kota Surabaya.

Mbak Mita pun beranjak dan aku pun kembali ke hotel bersama Ika.

“Yang, aku tidur di mana?” tanya Ika.
“Di kamarku aja, aku tidur di kursi.” Jawabku.
“Ngg mau ah.” Jawabnya ketus.
“Terus kamu mau di mana?” tanyaku.
“mmm, aku mau tidur di samping kamu.” Wajahnya tersenyum.
“Yaudah, tapi jangan apa-apain aku yah, yang.” Ucapku bercanda.
“Yang ada kamu tuh yang apa-apain aku.” Ucapnya.

Kami lalu berjalan menuju hotel sambil mengobrol di jalan, karena jarak yang dekat, jadi Ika tidak terlalu mengeluh karena jalan kaki.
Sesampainya di kamar, aku pun bergegas mandi dan Ika pun aku lihat dia sedang tiduran. Aku sebenarnya khawatir membawa perempuan ke kamar, tapi untuk memesan satu kamar lagi, aku rasa uangnya tak akan cukup.

Selesai mandi aku melihat Ika tertidur lelap, aku tak tega membangunkannya sekarang, aku pikir jam lima saja aku bangunkan dan aku ajak jalan-jalan. Aku lalu menyalakan televisi dan berbaring di samping pacarku.

***

“Yang, yang, bangun, jam setengah enam nih, mau jalan-jalan ngg?” suara Ika membangunkanku.
“Hah, setengah enam.” Aku lalu sedikit terperanjat.
“Koq kamu malah ikutan tidur sih?” tanyanya.
“Buat ntar malem yang, biar kuat lama, begadangnya.” Candaku.
“Apaan sih kamu.” Ika tersenyum lalu masuk ke kamar mandi.

Aku pun lalu memakai celana panjang dan jaketku. Aku lalu mengajak ika untuk jalan-jalan.

“Ayok, jalan-jalan pake motor.” Ajakku.
“Emang kamu bawa dua helm?” tanyanya.
“Oh iya, aku cuma ada satu. Yaudah ntar tanya ke resepsionis aja dulu.” Ucapku.
“Yaudah nanti aku tunggu di depan aja yah.” Jawabnya.

Kami pun lalu keluar, tak lupa aku ke resepsionis untuk meminjam helm.

“Mau kemana yang?” ucapku sembari memberikan helm.
“Terserah kamu, aku kan ngg tau daerah sini.” Jawabnya.
“Yaudah deh kita cari mall aja mau? Nonton?” tawarku.
“Yaudah yuk.” Setujunya.

Kami lalu berhenti di sebuah mall yang lumayan besar, tidak terlalu jauh dari hotel. Kami pun masuk dan jalan-jalan di dalamnya.

“Mau beli tiket dulu atau mau makan dulu, yang?” tanyanya.
“Bebas sih, tapi mending beli tiket dulu, biar kebagian duduk dibelakang.” Candaku.
“Dasar.” Jawabnya sambil memukul pundakku.

Dari masuk mall ini, Ika selalu menempelkan badannya ke badanku, begitu lengketnya sampai aku sedikit risih dan malu juga.

“Mau nonton film apa?” tanyanya.
“Film ini aja, seru kayanya perang.” Jawabku.

Wajah Ika lalu berubah cemberut.

“Sayang, kita ini lagi ngerayain setahunan kita, malah ngajak nonton perang.” Ucapnya.
“Ya, kali aja kamu nanti ngajak perang di hotel.” Bercandaku.
“Awas yah, kamu tidur di kursi aja nanti.” Ancamnya.
“Iya, iya maaf. Nonton ini aja nih, kayanya bagus.” Aku menunjuk satu film bertema cinta.
“Yaudah itu yah.” Berlalu menuju tempat membeli tiket.

Selepas membeli tiket, kami lalu pergi untuk makan, sambil menunggu film yang diputar sekitar empat puluh lima menitan lagi. Mall ini tidak terlalu ramai malam ini, tempat makannya pun hanya beberapa kursi yang terisi dan sisanya kosong.
Aku dan Ika lalu memesan makanan dan duduk di salah satu kursi yang kosong.

“Eh, kamu koq ngg bilang-bilang mau nyusul ke sini.” Tanyaku.
“Ya, namanya juga surprise,sayang.”
“Pake jual nama tukang sedot wc segala.” Candaku
“Ya soalnya waktu di kereta berisik sih, itu aja aku di depan wc masih kedengeran suara perempuan yang pengumumannya.” Jelasnya.
“Bohong yah kamu sekarang.” Sedikit menggoda.
“Iya maaf sayang, kapan lagi kita bisa kaya gini.” Ucapnya. “Eh, tapi aku ngg bohong koq, aku waktu hari minggu mau ngomong, tapi quota aku keburu habis, jadinya lupa ngg bilang.” Lanjutnya sambil tertawa.
“Oh, gitu. Eh, ngomong-ngomong, tadi kamu beneran nangis yah?” tanyaku penasaran.
“Emmm, enggak sih, aku pura-pura. Aku tau koq kamu lagi kerja, aku kan tadi nanya dulu ke tukang bubur seberang hotel. Eh taunya kenal sama kamu.” Jelasnya lagi.
“Em, kamu pake drama segala sih.”
“Biarin.” Sambil menjulurkan lidahnya tanda mengejek.

Tak terasa waktu tiga puluh menit telah berlalu, makanan pun sudah habis. Sebentar lagi film yang akan kami tonton pun akan diputar, kami lalu beranjak ke depan teater yang akan menayangkan filmnya.

“Kamu ngg mau beli makanan dulu, yang?” tawarku.
“Udah kenyang, yang.” Jawabnya.
“Bisa kenyang juga yah kamu.” Sedikit candaku membuat wajahnya sedikit sinis.

Pintu teater pun dibuka dan kami pun masuk, lalu kami mencari kursi kami, tepat di tengah, posisi yang pas menurutku. Saat itu penonton tidak terlalu banyak, karena mungkin bukan hari libur dan masih awal minggu.

Tak lama film pun diputar, kami terhanyut terbawa suasana film, Ika lalu menyandarkan kepalanya ke pundakku dan aku pun mendekatkan pundakku karena jaraknya cukup jauh dan terhalang pembatas kursi.

Film yang kami tonton menceritakan seorang perempuan yang tidak mau mencintai siapa pun, kemudian datang seorang perempuan yang menyadarkannya dan membuatnya kembali bisa mencintai seorang pria. Yah seperti itu mungkin garis besarnya.

Satu setengah jam pun berlalu, film pun selesai dan lampu kemudian dinyalakan.

“Kamu ngg sakit leher, yang?” tanyaku.
“Pegel sih, yang.” Jawabnya.
“Yaudah kita duduk dulu diluar.” Tawarku.

Aku melihat jam tanganku menunjukan jam sepuluh malam. Aku pun mengajak Ika untuk kembali ke hotel karena aku tidak mau pulang larut malam.

Sesampainya di hotel, Aku dan Ika mengganti baju dan membersihkan wajah bergiliran. Aku lalu mencoba merebahkan badan di kasur yang empuk ini. Tak lama aku merasakan seseorang memeluk badanku dari samping, aku tengok dan dia adalah pacarku.

“Tidur, yang, capek.” Ucapku.
“Peluk dong.” Pintanya.

Aku lalu memeluknya. Mungkin ini kali pertama aku tidur bersamanya, kami tidak melakukan hal yang aneh-aneh, karena aku pun telah berjanji padanya.

“Selamat tidur sayang, i love you, makasih hari ini, selamat anniversary juga sayang.” Ucapnya panjang.
“Love you more, sama-sama, udah sana tidur.” Jawabku.

Aku pun tertidur pulas, namun aku tidak tahu apakah Ika cepat tertidur atau tidak saat itu.


Love Magnitude

Love Magnitude

Status: Completed Tipe: Author: Dirilis: 2017 Native Language: Indonesia
Kehidupan kesehariaan seorang pria yang dipenuhi warna warni percikan cinta , namun tidak lama warna itu berubah menjadi kehitaman yang dipenuhi kesedihan.

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opsi

tidak bekerja di mode gelap
Reset