“Gak mau, aku masih pengen ngopi disini”. Jawab Dira santai.
“Pulang Diandra!” Kata Ayah lebih tegas. Dira seperti anak kecil yang baru ketahuan nakal, padahal usianya sudah 25 tahun.
“Gak mau ayah, ayah duluan aja pulang, satu jam lagi Dira susul”.
“Ini anaakkk..” Ayah menjawir kuping Dira, sontak Dira terkejut.
“Aduuhh.. Duh.. Ayah ah, ini lagi diluar tau bukan dirumah”. Kata Dira ngambek.
“Ayah tau apa yang terjadi tadi siang diresepsi pernikahan Dimas, tadi ibunya Dimas telepon marah-marah sama Ayah. Kamu mau ayah ngomel disini?”
Sial! Secepat itu Ayahnya tau, bisa habis Dira diceramahi sepanjang malam. Dirapun mengalah, dari pada tambah malu dimarahi ditempat umum, akhirnya dia pulang dengan malas-malasan.
Benar saja. Sampai dirumah, habislah Dira diceramahi panjang kali lebar tentang kejadian siang tadi. Ayah terlihat kesal tapi kasihan juga melihat anaknya yg masih dengan wajah belepotan dengan make up. Dia tau anaknya pasti tadi menangis, sedih.
“Umur kamu sekarang berapa, ayah tanya!”
“25, ayah”. Jawab Dira, menunduk lesu.
“Kenapa bertindak seperti anak gadis yang baru lulus SMA, hah? Ayah sudah bilang, jangan datang, kamu gak akan kuat, tapi kamu malah datang kesana tanpa izin sama ayah”.
“Maaf, ayah. Dira pikir, Dira udah kuat, ternyata belum”.
“Sangat belum kuat. Tadi ayah sudah langsung minta maaf sama ibunya Dimas, semoga aja dia gag jengkel berkepanjangan”.
Ayah membalikkan badan, membelakangi Dira yang terduduk disofa.
“Usiamu sudah 25 tahun, tapi kedewasaanmu masih diusia 17 tahun. Hal yang menyangkut hatimu saja, kamu tidak bisa kendalikan. Padahal harusnya kamulah yang paling mengerti dirimu sendiri. Mau sampai kapan begitu?”
Dira terlalu lelah untuk mencerna semua kata-kata sang Ayah. Menangis, minum kopi kebanyakan, semua itu membuat tubuhnya sangat lelah. Matanya sudah tak sanggup berpura-pura kuat, rasa kantuk yang luar biasa pun menyerang dan akhirnya.
“Ngrokk… Ngroookkkk… Ngrokkk..”. Hanya suara dengkuran yang terdengar kini.
Ayahnya kesal bukan kepalang, disaat sedang bicara serius, empat mata, yang diceramahi malah sudah tertidur plus dengkuran istimewanya.
“Diraaa..”
Percuma saja, Dira termasuk golongan orang yang ‘tidur kebo’. Kalau tubuhnya lelah dan belum menyuruhnya bangun, dia tidak akan bangun, sekalipun ditiupkan terompet didekat telinganya.
Pernah satu kali ayahnya kesal karna Dira susah dibangunkan, akhirnya diambilnya segelas air lalu disiram ke wajah anaknya, Dira terbangun, tapi hanya beberapa detik, setelah itu ia tertidur lagi, lelap.
—-
Paginya. Dira bangun seperti biasa, jam 9 untuk hari libur, kalau hari biasa harus jam 5 karena harus siap-siap kerja dan bantu membereskan rumah.
Dira bangun dengan suasana hati yang sedikit membaik. Perutnya kelaparan, sambil bersiul-siul pelan iapun pergi kd ruang makan, nasi goreng spesial atau roti bakar keju sudah menggodanya dalam otak, maklum sang ayah kan koki profesional, makanan sederhana pun rasanya bisa jadi istimewa. Dira selalu antusias untuk menyantap masakan buatan ayah single parent itu.
Tapi apa yang ia temukan diatas meja! Hanya piring kosong yang diatasnya tergeletak secarik kertas dengan tulisan :
Ini karna kamu tertidur saat ayah sedang bicara serius! Hahaha
“Idiihhh.. Ini bapak-bapak kumat lagi gilanya deh! Kalo ngambek anaknya gag ditinggalin makanan”. Gerutu Dira.
Haha begitulah Pak Wilyo, dia tau cara yang tepat memberi pelajaran kepada anaknya yang tukang tidur itu. Kalau beliau marah, beliau akan mogok masak dan membiarkan anaknya masaknya sendiri atau bahkan membeli makan keluar sendirian.
Dira berkeliling dapur mencari makanan atau bahan makanan yang tersisa, tapi tidak ada sama sekali. Kebetulan ini akhir bulan, semua stock habis, mereka belum berbelanja bulanan lagi.
Dengan terpaksa Dira menelepon seseorang.
“Dan anterin gue donk cari makan”. Kata Dira sedikit merengek dan sepertinya permintanmannya langsung dikabulkan oleh orang diseberang telepon sana.
15 menit kemudian
“Ting.. Tong..”
Bel rumah Dira berbunyi. Dira yang sudah mandi dan berganti pakaian langsung keluar dengan riang, seolah malaikat penolongnya telah datang.
Pintu dibuka. Lihat siapa yang datang, dia persis seperti malaikat, wajahnya tampan dan menenangkan, tidak terlalu tinggi tapi lebih tinggi dari Dira yang punya tinggi badan 160 cm. Kulitnya sawo matang, rambutnya agak cepak. Dan kalau bicara..
“Udah siap?” Tenang dan menyenangkan.
“Akhirnya datang juga.. Gue udah siap.. Ayo Dan, kita langsung pergi, gue laper banget..”
Adalah Dan, nama lengkapnya Dan Bagus Saputro. Dia dan Dira sudah bersahabat sejak tujuh yang tahun lalu, tepatnya sejak mereka masuk dikampus yang sama dan jurusan yang sama dikelas yang sama. Kebetulan sekali rumah mereka satu komplek jadi sering bertemu untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar untuk minum kopi dirumah Dira.