Dira dan Dan terdiam. Keduanya canggung untuk memulai percakapan, setelah Dan mengutarakan isi hatinya. Dira terlihat masih bingung dengan apa yang baru didengarnya, sementara Dan kelihatan malu sekaligus menyesal sudah mengatakan ini disaat yang tidak tepat.
Dira berdehem. Akhirnya memberanikan diri angkat suara.
“Gue tau lo sayang sama gue, gue tau lo care sama gue, lo care dan baik sama semua temen2 lo, termasuk gue. Makasih.”
Dan mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertunduk. Bukan sayang itu yang dimaksud Dan. Sayang yang lain, sayang yang berbeda.
“Gue bersyukur punya temen kayak lo.”
Dan hanya bisa tersenyum.
“Yaudah deh, kalo gitu kita balik aja yu ke jakarta.” Kata Dan sudah tak ingin membahas masalah perasaannya.
“Gak. Gue gak mau balik. Gue lagi males sama bokap gue. Lo tau gak, sekarang dia punya pacar lagi!”
Dan garuk2 kepala bingung.
“Terus kenapa emang?”
“Dan, gue gak mau punya ibu tiri! Gue gak mau posisi ibu gue digantiin orang asing!”
“Haduh.. Gue bingung kalo soal beginian. Tapi gak ada salahnya toh lo kasih kesempatan buat bokap lo tunjukkin ke elo kalo calonnya dia emang pantes jadi pendampingnya.”
“Bokap gue gak boleh nikah lagi!” Sentak Dira
Membuat beberapa pengunjung menoleh kearah mereka dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Oke.. Oke.. Gue ngerti perasaan lo. Udah sekarang lo tenangin diri aja dulu.”
Dan tau Dira sedang tidak stabil emosinya. Maka dari itu Dan memilih diam dan tak melanjutkan pembahasan itu. Dia membiarkan Dira menghabiskan malam diwarung itu, duduk sambil meminum kopi dengan hati yang penuh kesal.
Keesokan harinya mereka berdua terlambat 10 menit datang ke kantor karena berangkat dari puncak jam 6 pagi.
Sudah bisa ditebak. Mereka berdua mendapat hukuman. Tapi tumben sekali hari ini hukumannya lebih ringan. Hanya merapikan ruangan ibu manager galak yang penuh dengan berkas yang belum diarsip.
“Jam lima nanti harus udah selesai. SEMUA!”
Biarpun hukumannya tidak terlalu berat, tetap saja Dira merasa jengkel dengan hukuman itu, wanita itu tidak pernah berhenti mencari kesalahan orang lain lalu memberi mereka hukuman.
“Sial.. Kena mulu gue sama dia.” gerutu Dira sambil mengecek satu map berisi bundelan kertas.
Dan tertawa kecil. “Ya salah kita juga sih, udah tau punya atasan galak dan super tegas, tapi gag bisa atur waktu ya jadi kena hukum mulu.”
Dira garuk2 kepala kesal.
Dan tersenyum melihat tingkah Dira yang lucu.
Ya, hari itu Dan mencoba bersikap seperti biasa dan mengenyampingkan perasaannya, Dira tidak sadar akan perasaan khusus yang dimiliki Dan. Dan berpikir lebih baik perasaan itu disimpan dalam2.
Tapi Dira yang kelihatan tidak biasa, ia sekarang jarang minta tebengan, jarang minta jemput, bahkan untuk sekedar minum kopi bareng, Dira sudah tak pernah mengajak Dan lagi.
Dan semua itu terjawab dengan hadirnya seorang pria didepan gedung kantor Dira. Menunggu Dira dengan riang diatas motor maticnya.
“Sam!” Panggil Dira menghampiri Sammy.
“Hai, Dy.” Jawab pria berkacamata itu
“Udah lama?”
“Belum kok.”
“Yaudah. Kita mau kemana ?”
Sam mengusap2 rambut Dira. “Ayo cari makan dulu, terus ngopi.”
Sementara Dan yang tidak kenal siapa lelaki itu, hanya bisa memandangi mereka dari kejauhan.
Dira terlihat senang ketika ngobrol dengan Sam. Senyum Dira sama persis seperti senyum saat ia bersama Dan. Dan merasa terluka, Dira mulai menjauhi Dan.