Kalimat dari Dan yang satu itu terngiang2 ditelinga Dira. Tanpa sadar Dira meneteskan air mata saat melihat Dan yang terkapar tak sadarkan diri diruang IGD. Dan dalam keadaan koma.
“Lo mau kemana sih, Dan? Bukannya abis minum kopi tadi lo langsung balik kerumah ya? Terus lo mau kemana subuh2 naik taksi.” Dira menangis menatap Dan dari balik kaca pembatas ruangan.
“Mbak Dira. Silakan masuk.” Kata seorang suster.
Dira masuk pelan2 berjalan mendekati Dan. Air mata Dira mengalir makin deras kala melihat kondisi Dan yang menyedihkan. Wajahnya memar, perban dimana2, selang inpus yg menempel ditubuhnya.
“Dok.. Dia, baik2 aja kan dok?” Tanya Dira penuh harap.
“Saudara Dan harus dioperasi mbak, ada pergeseran ditulang leher belakangnya, kalau tidak segera, saya takut akan terjadi hal2 yg tidak diinginkan.” Jelas seorang dokter pria yang masih muda itu.
Dira menoleh sebentar, menatap Dan yang seperti tak bernyawa.
“Lakukan yang terbaik, dok. Sampai dia benar2 pulih kembali.”
“Maaf, mbak, kalo boleh tau hubungan mbak dengan saudara Dan itu apa?”
Dira menoleh lagi menatap wajah Dan. “Saya calon istrinya.”
Entah ada yang sadar atau tidak, tapi saat mendengar kalimat Dira tadi, jari tangan Dan bergerak beberapa kali, seperti merespon kata2 Dira.
“Saya calon istrinya. Saya udah tanya soal ini ke kakaknya yg di yogjakarta, dia juga setuju untuk dilakukan operasi. Dia sedang dalam perjalanan kesini sekarang.”
“Oke baik kalo begitu. Kami akan siapkan semuanya.”
Dira mengangguk yakin. Dokter dan suster itu pergi keluar ruangan meninggalkan Dira.
Dira duduk disamping Dan, mengusap2 tangan Dan dengan sangat lembut.
“Lo denger tadi? Itu jawaban gue. Gue belom terlambat kan? Awas kalo sampe lo gak bangun lagi, gue gak akan maafin lo. Setelah operasi nanti lo harus bangun lagi, lo harus jelasin semuanya. Kenapa semua ini bisa terjadi.”
Dira beranjak bangun lalu berkata pelan. “Gue juga sayang sama lo, Dan.”
Lagi2 Dan menggerakkan jari2nya, sayang Dira tak menyadari itu, dia sudah keburu berjalan keluar ruangan.
Beberapa jam kemudian. Kak Nadine beserta suami dan anaknya datang. Kak Nadine langsung memeluk Dira lalu menangis tersedu2.
“Dan pasti sembuh kan, Dir. Iya kan?”
Dira tersenyum menenangkan. “Pasti kak. Aku yakin dia pasti sembuh.”
“Dia mau kemana sih pagi2 buta gitu. Padahal kan ini hari libur, Dir.”
Dira hanya bisa menggeleng, karna iapun tak tahu apa jawabannya. Entah hendak pergi kemana Dan diwaktu subuh, tanpa memberi kabar, bahkan kepada kakaknya sendiri.
Operasi mulai dilakukan. Dira beserta kak Nadine dan keluarganya menunggu didepan ruang operasi dengan harap2 cemas. Kak Nadine masih menangis, sementara Dira mencoba tegar walau dalam hati sebenarnya dia sangat takut kehilangan Dan, apalagi kata2 Dan malamnya seperti orang yang akan pergi jauh.
Siang hari, ayah datang ke rumah sakit setelah Dira memberi kabar buruk itu. Dan ayah tidak datang sendiri, beliau bersama ibu manager galak.
Dira terlihat tak suka dengan kehadiran wanita itu. Ia membuang muka saat Liz (nama ibu manager galak) mendekatinya.
“Kemarin saya memberi tugas dinas pada Dan ke Papua, untuk keberangkatan hari senin, tapi dia memilih berangkat hari minggu, entah apa alasannya.”
Dira menoleh. Wajahnya merah padam.
“Jadi anda penyebabnya? Gara2 anda, Dan pergi pagi2 buta, lalu kena musibah, taksi yang ditumpanginya ditabrak mobil truk!”
“Dira, semua ini diluar kehendak saya. Tidak ada yang mau musibah ini terjadi dan tidak ada yg tau ini akan terjadi.”
Dira tersenyum sinis. “Terserah.” Lalu pergi meninggalkan ruang operasi.
Ayah mendekati Liz, merangkulnya.
“Maafin dia, dia kadang masih bertingkah seperti anak2.”
“Gak apa2 mas, aku coba mengerti posisinya. Gak akan mudah buat dia nerima aku.”
Ayah hanya tersenyum. Memang tak mudah, sangat tidak mudah meluluhkan hati Dira. Dira sudah terlanjur tak suka pada Liz sejak awal bertemu.
Operasi selesai setelah melalui 8 jam yang rumit. Dokter keluar sambil mengusap peluhnya. Dira dan kak Nadine buru2 menghampiri sang dokter.
“Gimana dok?” Tanya kak Nadine cemas.
“Alhamdulillah operasinya lancar, tapi..”
“Tapi apa dok?” Tanya Dira tak kalah cemas.
“Pasien kehilangan banyak darah. Kami butuh pendonor segera, karna stock darah untuk golongan darah A sudah minim.”
“Golongan darahku B. Sedangkan Dan A.” Kata kak Nadine bingung.
Dira langsung mengajukan diri. “Aku dok. Aku mau jadi pendonor. Golongan darahku A.”
“Baik kalo begitu anda ikut saya, qt cek darah anda sebelum didonor.”
“Terima Kasih, Dira.” Kata Kak Nadine sambil mengusap air matanya.
“Sama2 kak. Doain biar lancar ya.” Dira tersenyum.
Kak Nadine mengangguk sambil tersenyum.
Setelah melalui beberapa proses pengecekan, akhirnya Dira menjalani proses pengambilan darah. Dua kantong darah berhasil disedot dari tubuh Dira. Ini cukup untuk menolong Dan, ditambah persediaan darah yang masih tersisa dirumah sakit.
Setelah proses pengambilan darah, Dira pingsan dan terpaksa harus dilarikan ke ruang rawat inap. Mungkin karna terlalu banyak darah yang diambil, tubuhnya jadi lemas tak bertenaga.