“Kok tumben sih, lo minta anter cari makan? Biasanya lo paling males kalo diajak makan keluar.
Dira meneguk air mineralnya. Mengatur nafas lalu bicara. “Bokap gue ngambek, gara-gara semalem gue tinggal tidur pas dia lagi ngomel”.
Dan tertawa, ini bukan pertama kalinya ia mendengar keluhan ini dari Dira.
“Bokap lo tau banget cara bales dendam yang bener sama lo”.
“Iya emang, nyiksa perut gue”.
“Terus dia kemana sekarang? Kayaknya tadi rumah lo sepi banget. Biasanya hari minggu bokap lo pasti sibuk ditaman”.
Saking seringnya kerumah Dira, Dan sampai hapal kegiatan rutin orang-orang yang ada dirumah itu.
“Nah, itu dia gue gak tau, dia cuma ninggalin gue tulisan tadi. Gue telepon, ternyata hpnya gak dibawa. Aneh”.
“Palingan dia jalan-jalan ngilangin suntuk”.
“Iya juga, lagian dia masih terlalu muda buat pikun, dia pasti masih inget jalan pulang kerumah”. Dira tertawa.
“Btw, hari senin kita kedatangan manager baru, dari Kalimantan”. Kata Dan sambil mengotak ngatik Hpnya. Keduanya juga bekerja ditempat yang sama karna melamar kerjanya juga bersama-sama.
Dira kaget “Masa sih? Lo kata siapa?”
“Lha, lo emang gag denger pengumuman dari supervisor kita? Jum’at sore sebelum kita pulang dia kasih taunya”.
Dira nyengir. “Iya kali, gue gag ngeh, kemaren terlalu sibuk mikirin resepsi pernikahannya si Dimas”. Wajah Dira berubah sedih.
Dan tau itu, dia gak akan membiarkan Dira nangis ditempat umum.
“Heyy.. Jangan sedih lagi donk, malu sama ngorok”.
Diledek begitu wajah Dira langsung memerah.
“Kok lo jadi bawa-bawa ngorok sih, Dan?” Kata Dira tertawa kecil
“Lo kan kalo tidur ngorok, apa lagi kalo pas lagi capek, beuh suara organ tunggal aja kalah sama suara ngorok lo”.
Dira langsung memukul bahu Dan tang tegap. “Rese lo yah, bongkar aib gue segala!”
“Itu bukan aib, Diandra. Itu hobi”. Ledek Dan berlari kecil kearah kasir lalu keluar menjauh dari Dira yang siap meninjunya.
“Eehhh sini lu! Jangan lari”. Kata Dira mengejar Dan.
Jadilah mereka kejar-kejaran seperti anak-anak yang sedang main kucing-kucingan.
—-
Siangnya sepulang main dengan Dan. Dira mendapati ayahnya sedang senyum-senyum sendiri didepan laptop miliknya. Aneh, sejak kapan ayahnya suka membuka laptop pribadinya.
“Ayah lagi apa?” Tanya Dira jutek.
“Oh, gak apa-apa, cuma lagi browsing”. Ayah buru-buru mematikan laptop milik Dira. Lalu berdiri meninggalkan Dira yang berdiri mematung tak mengerti.
“Ayah gak masak?” Tanya Dira
“Gak, sayang. Ayah mau istirahat hari ini”.
Aneh. Sejak kapan ayah lebih memilih istirahat dikamarnya? Biasanya beliau lebih suka menghabiskan hari minggunya untuk bercocok tanam atau mencoba resep baru.
“Terus nanti aku makan apa?”
“Goreng telur, tadi ayah beli telur ayam setengah kilo. Tuh ada dikulkas”. Jawab ayah tersenyum manis. Senyuman yang berbeda dari senyum ayah yang biasanya.
Dira makin bingung. Ya sudahlah, Dira juga sedang malas bicara panjang lebar dengan ayahnya. Dira memilih untuk masuk kamar lalu menonton dvd drama korea kesukaannya.
—-
Hari senin! Dira dan Dan pergi bersama ke kantor. Dira menumpang bersama Dan yang mengendarai motor ninja berwarna merah. Keduanya terjebak kemacetan Ibu Kota.
Mereka berlari menyusuri koridor kantor yang panjang, berharap tidak datang kesiangan, karna hari ini ada manager baru. Manager yang menurut cerita staf senior adalah orang yang ‘buas’.
Dan….. Taraaa mereka masuk keruang meeting tepat pukul 08:00. Belum terlambat, ya kali ini mereka selamat.
Meeting dibuka dengan perkenalan dari manager baru divisi pemasaran, yang ternyata adalah seorang wanita. Wanita yang berusia sekitar 35 tahunan. Sudah terlihat berumur tapi tetap cantik dan terawat. Garis wajahnya menunjukkan kalau dia seseorang yang tegas dan ambisius.
“Mulai hari ini saya yang akan menjabat sebagai manager disini, jadi saya minta tolong untuk kalian semua yang berada dibawah saya, agar bisa mengikuti peraturan yang saya terapkan”.
Sial! Perut Dira tiba-tiba sakit, melilit. Bukan mulas tapi seperti dicabik. Dira mengangkat tangan memotong pembicaraan si ibu manager berwajah galak itu.
“Maaf, bu. Saya izin ke belakang, perut saya..”
“Saya tidak suka ya, kalau ada yang memotong pembicaraan saya”.
“Tapi, bu..” Kata Dira menahan sakit. Wajahnya pusat pasi.
“Tunggu saya selesai, baru kamu bicara!” Sentak ibu manager galak itu.
Dira terdiam tak berdaya. Perutnya serasa diiris-iris sembilu. Perih.
Dan melihat Dira dengan tatapan cemas. Dan ingin berdiri tapi ragu karna meeting belum selesai. Matanya terus mengawasi Dira yang makin kesakitan.
Dira sudah tak tahan, ia memaksakan berdiri walau ibu manager galak masih bicara, tapi baru saja berdiri satu detik, tubuhnya langsung roboh. Dira pingsan. Dan dengan sigap langsung menopang Dira, menggendongnya keluar ruangan. Seketika ruangan tak karuan.
Tapi ibu manager galak itu, tetap melanjutkan pidato kenegaraannya, tanpa terusik oleh kejadian tadi, bersikap seolah-olah tidak ada yang pingsan. Dia dengan gaya anggun tapi tegasnya melanjutkan menyebutkan aturan-aturan bekerja dengannya.
“1. Hari senin kemeja harus putih semua.
2. Jam 07:50 semua harus sudah siap ditempat masing-masing.
3. Tidak ada yang ngobrol saarmt jam kerja, kecuali urusan pekerjaan.
4. Sepatu harus pantopel dan berwarna hitam
5. Sebelum saya keluar dari ruangan disore hari, jangan ada yang pulang lebih dulu.
Kalau ada yang tidak suka dengan aturan saya, silakan tulis surat pengunduran diri saat ini juga, karna saya tidak butuh orang pembangkang!”