Hari demi hari berlalu, minggu ke minggu terlewati dengan kesibukan yang cukup menyita waktu. Dari mulai mencari gedung sampai mengurus baju seragam untuk orang tua dan sanak saudara.
Sore itu Dira sedang berdiskusi dengan seorang wanita dari Wedding organizer. Mereka sedang membicarakan konsep acara yang rencana akan digelar dengan adat sunda. Ayah juga ada disana, beliau hanya mengamati dan mengangguk untuk semua hal yang diajukan Dira.
“Mba, nanti sungkeman kita taro setelah ijab kabul ya.” Kata tante Nisa, orang dari pihak WO.
“Oh, oke tan. Sip.”
Tante Nisa menulis sesuatu dibukunya. “Nanti sungkem pertama sama ibu.. Ter..”
“Ibuku udah gag ada, bagian situ dihilangin aja. Langsung sungkem ke ayah.”
Ayah protes. “Dira, kenapa gak Liz saja..”
“Kenapa harus dia? Dia belum jadi siapa2 dikeluarga ini.”
Ayah diam. Suka tak suka, perkataan Dira memang ada benarnya. Liz belum jadi bagian dari keluarga mereka.
Padahal ayah ingin Liz jadi bagian dari keluarga kecilnya, tapi ya apa mau dikata, secara apapun, Liz tetap bukan siapa2 dalam keluarga ini, hanya seorang wanita yang punya hubungan khusus dengan si kepala keluarga.
Seminggu, sebulan berlalu terasa begitu cepat. Tau2 sudah H-7 menuju hari sakral bagi Dira.
Seperti pengantin baru pada umumnya, Dira juga harus menjalani proses pingit, serta perawatan tubuh, seperti lulur badan dan masker wajah.
Dira yang tidak mengerti tentang hal itu, kaget ketika siang hari bolong, Liz datang bersama 2 orang pria yang agak kemayu dengan peralatan tempurnya (tas dan peralatan make up)
“Ayah lagi kerja, ngapain kesini.” Kata Dira ketus
“Saya kesini mau ketemu kamu.” Jawab Liz santai
“Mau apa?”
Liz melirik kedua pria kemayu itu. Kedua pria itu pun langsung mengerti dan langsung menghampiri Dira.
“Ayuk cin, eyke masker tu muka yey biar kinclong pas akad kyk putri.” Kata pria kemayu yg agak gemuk
“iya cin biar kinclong kyk eyke.” Sahut pria kemayu satunya yang kurus.
“ihh.. Lu itu putri pir’aun tau gak. Hihii.”
“Ini apaan sih!” Sentak Dira. Membuat kedua pria tadi kaget.
“Eh bencong. Kaget gue, eh, eh..”
“Kamu itu harus dilulur sama dimasker. Mereka yang bantu semuanya nanti.”
Dira menatap keduanya dengan tatapan aneh.
“Siapa yang pilih mereka?”
“Ayahmu yang pilih. Mereka karyawan dari salon langganan mendiang ibu kamu dulu.”
“Salon apa?” Tanya Dira menyelidik. Siapa tau Liz asal sebut saja.
“Rose Salon.”
Ternyata benar dari salon langganan ibu dulu, ayah pasti pernah mengajak Liz kesana. Dira akhirnya dengan sedikit terpaksa mengikuti semua perintah Liz untuk luluran dan maskeran bersama dua pria kemayu yang suka heboh tak jelas.
Hari berikutnya Dira harus fitting baju. Lagi2 Liz yang menemaninya, karna sang ayah bekerja dan tidak ada saudara dekat yang tinggal dijakarta yang bisa diandalkan untuk dimintai tolong.
“Gimana dietnya berhasil gak?” Tanya salah satu pegawai dibutik yang cukup mewah itu.
“Lumayan mbak, turun 5 kg.” Jawab Dira.
“Hari ini diantar sama mamanya ya, mbak?” Kata si pegawai tersenyum kearah Liz.
Liz balaz tersenyum.
“Bukan, mbak. Ibu saya udah lama meninggal. Itu orang dari WO.”
Dira berkata pelan, tapi tetap saja terdengar oleh Liz, Liz terlihat agak kesal tapi tetap berusaha tenang dan menguasai diri agar tak marah.
H-1
Dira sejak semalam tak bisa tidur. Gugupnya bukan main. Sampai pagi menjelang Dira masih belum bisa tidur. Semakin siang sanak saudara dari luar kota mulai berdatangan, akan sulit untuk Dira memejamkan mata.
Dira melirik hpnya. Ingin menghubungi calon suaminya, Dan. Sudah dua minggu mereka tak bertemu, bahkan untuk chat pun tidak. Tapi Dira ingat, kata ayahnya jangan menghubungi Dan sampai hari pernikahan nanti. Akhirnya Dira urung menghubungi Dan.
“Tok.. Tok.. Tok..”
“Ya, masuk.”
Seorang wanita tua berkerudung putih masuk.
“Nenek.” Dira menyalami neneknya.
Nenek mengusap2 wajah Dira.
“Gak nyangka cucu nenek sebentar lagi mau jadi istri orang.”
“Iya, nek. Doain ya moga pernikahan kami langgeng.”
“Pasti, pasti nenek doakan yang terbaik untuk kalian.”
“Makasih, nek.”
“Awalnya nenek takut kalo ayahmu akan kesepian kalo kamu nikah nanti. Disini tinggal sendirian. Tapi setelah dia mengenalkan calon istri barunya, nenek tenang, dia gak akan selamanya hidup sendirin dirumah ini.”
Dira bengong.
“Percayalah Dira. Hal yang paling menyedihkan bagi orang tua adalah disaat anaknya menikah dan pergi dengan keluarga barunya.”
Dira masih bengong dan bingung dengan kalimat nenek sebelumnya.
“Nenek yakin Liz itu wanita yang pas untuk ayahmu. Dia lembut dan penyayang, nenek bisa lihat itu semua.”
“Emang nenek pernah ketemu?”
“Dua minggu lalu ayahmu kerumah, mengenalkan Liz pada nenek. Memangnya kamu gak tau?”
Dira hanya tersenyum.
Ayah benar2.sudah mengambil keputusan. Liz sudah dikenalkan pada nenek, itu artinya ayah sudah berniat serius untuk mempersunting Liz. Dira benar2 tak habis pikir ayahnya tidak mendiskusikan ini dengannya dulu
Nenek tak perlu tau soal dia dengan Liz. Nenek sudah terlalu tua untuk tau masalah pribadinya dengan sang ayah yang makin rumit.