Suara sepatu wanita turun dari tangga. Seorang gadis berbalut kebaya sunda modern berwarna putih dengan sanggul modern dan mahkota, nan anggun turun dengan perlahan. Wajahnya cantik jelita bak seorang putri raja.
Semua orang terpana, tak percaya kalau dia adalah Dira, tak terkecuali Dan yang melongok melihat bidadari dadakan turun dari tangga. Dira yang biasanya bermake up natural, sekarang tampil bak putri Indonesia.
Bisik2 antar tetanggapun tak terelakkan lagi.
“Itu Dira ya.”
“Beda ya. Cantik.”
Dira tersenyum malu2.
Dira dan Dan saling pandang. Dan seolah jatuh cinta lagi pada Dira.
“Ehh.. Ayo cepetan duduk.. Malah liat2an..” Kata kak Nadine sambil menggandeng Dira duduk disamping Dan.
Nenek juga melakukan hal yang sama. “Ayo cepetan Dira sayang.”
“Eh, iya, iya, ayo.” Kata Dira sambil berjalan dengan anggunnya.
Dan melirik Dira.
Dira tersipu malu. “Hai..” bisik Dira
“Hai.” Jawab Dan terpana.
“Alhamdulillah.. Akhirnya datang juga..” Kata ayah lega.
“Ayo kita mulai saja ya. Liat2annya bisa dilanjut nanti malam sepuasnya.” Kata pak penghulu.
Beberapa orang tertawa mendengar kata2 pak penghulu.
“Nanti malam mah bukan cuma liat2an, pak.” Celetuk salah seorang tamu.
Tawapun meledak lagi dari para undangan. Sementara kedua mempelai hanya tersenyum malu2 kucing garong.
Akad nikah pun dimulai dengan khidmat. Walaupun Dan sekali melakukan kesalahan diawal, tapi secara keseluruhan akad nikah berjalan dengan lancar.
Adat sunda yang dijalankan pun berjalan sukses, mulai dari sungkeman, tarik bakakak, sampai saweran.
Kedua pengantin baru duduk disinggasana dengan rona bahagia menghiasi wajah mereka. Seluruh keluarga pun turut berbahagia, tak terkecuali Liz yang juga hadir disana, berbaur dengan keluarga besar Dira.
“Makasih udah mau jadi pendamping hidup gue.” Dan menggenggam jemari Dira.
“Makasih udah menyayangi gue selama ini.” Jawab Dira manis
“Kita udah nikah, apa masih harus gue-elo?” Bisik Dan
“Terus harusnya gimana? Mamah-papah gitu?” Canda Dira
Dan tertawa. “Liat ntar aja deh.”
“Yee.. Kok liat entar sih..”
“Gue masih berasa mimpi nih bisa nikah sama lo.”
“Sama, gue juga. Gue gag nyangka kalo sahabat gue sendiri itu jodoh gue.”
Dan tersenyum sambil merangkul pundak Dira.
Tak lama kemudian tibalah sesi foto keluarga. Juru foto memberi intruksi kepada semua keluarga calon mempelai untuk berkumpul dipelaminan. Yang pertama adalah keluarga besar Dira.
Dira langsung teriak. “Yang keluarga atau saudara aja ya. Yang bukan siapa2 gak perlu ikut naik.” Sindir Dira sambil melirik Liz disudut ruangan.
Liz yang mengerti maksud Dira langsung menjauh dari kumpulan keluarga besar Dira. Ayah menyadari hal itu, ia merasa tak enak pada Liz.
“Ayo naik.” Ajak ayah
Liz menggeleng. “Mas aja yang naik.”
“Jangan pikirin kata2 Dira.” Ayah menarik tangan Liz, namun Liz melepaskannya.
Liz tersenyum lalu mengangguk seolah berkata Aku baik baik saja.
Sementara Dan yang juga mengerti maksud Dira hanya bisa geleng2 kepala.
Sesi foto keluarga pun selesai.
Hari mulai siang, tamu undangan mulai ramai berdatangan. Dari mulai tetangga, teman sekolah, teman kerja, sampai mantan pacar.
Ya! Mantan pacar Dira datang ke acara resepsi pernikahan Dira. Dimas, mantan pacar yang membuat Dira menangis tak karuan saat hari pernikahannya. Kini posisinya dibalik. Dimas yang jadi tamu undangan, Dira yang jadi pengantin. Dimas datang sendiri menghadiri resepsi Dira.
“Dimas.” Ucap Dira pelan
Dimas terpana melihat kecantikan Dira.
“Selamat ya..” Dimas menyalami Dira sambil tersenyum ekstra manis.
“Makasih yaa..”
“Kamu cantik hari ini.” Dimas masih menggenggam tangan Dira.
Dira tersipu malu.
Dan mendengarnya dan langsung terbakar cemburu.
Dan langsung menarik tangan Dimas dan melepaskannya dari tangan Dira lalu bersalaman. “Thanks ya bro! Silakan lanjutin makan ya, tuh disana.”
Dimas terpaksa harus turun dari pelaminan, tapi matanya tak bisa lepas dari wajah Dira.
Dira tertawa kecil.
“Kenapa?” Tanya Dan sewot
“cemburu.”
“Jangan ditanya.”
“Oke, gue gag nanya lagi.”
“Dah Dira..” Dimas melambaikan tangan dari bawah.
Dira membalas lambaian tangan Dimas.
“EHEMM..” Dan melotot
Dira malah tertawa.
“Masih suka ya?”
“Ngaco.. Enggak lah..”
“Terus kenapa senyum2 gitu?”
“Ya masa harus marah2 sih yank..” Kata Dira manis.
Dan terdiam mendengar kata terakhir dari Dira ‘Yank’. Dira memanggil Dan dengan sebutan ‘Yank’.
“Siapa yang ‘yank’? Tanya Dan pura2 tidak mengerti.
“Suamiku sayang.”
Dan jadi malu sendiri.