Hari ke-4 diisi keduanya dengan berjalan2 ke daerah Jimbaran. Seperti biasa Dira tak lupa untuk foto2 dan menguploadnya ke sosial media, membuat teman2nya berkomentar iri.
“Ngapain sih?” Tanya Dan saat mereka sedang singgah disebuah kafe.
“upload ke path.” Kata Dira tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel pintarnya.
“Kambuh deh, autisnya.”
“Biarin ah, kan jarang2.”
Dan tersenyum kecut. Jarang apanya, sejak tiba di Bali, setiap tempat yang mereka singgahi Dira selalu berfoto, entah sendiri ataupun berdua dengan Dan. Lalu menguploadnya ke sosial media dan mengundang banyak komentar. Itu dilakukannya hampir 24 jam.
“Nikah aja sana sama path.” Dan berjalan pergi.
“Mau kemana?” Tanya Dira
“Toilet.”
“Dih ngambek.” Cibir Dira, lalu melanjutkan upload foto2nya.
Belum lama Dan pergi, Dira tiba2 didatangi oleh seorang bule yg tinggi tegap dan ganteng, tidak lupa dia juga wangi, membuat Dira sedikit terpana.
“Excusme..” Kata si bule
“Ya?” Jawab Dira terpana.
“Can I talk with you?”
“Yes, of course. Can I help you?”
“Hmm.. I just want to know you. Can I?”
Wajah Dira memerah.
“Ehem..” Dan tiba2 muncul dengan wajah merah padam.
Dira langsung salah tingkah, sementara si bule kebingungan.
“Sorry, she is my wife.” Kata Dan tersenyum dingin
Si bule langsung berdiri sambil berkata manis pada Dira. “Nice to meet you.”
Dira tersenyum membalasnya.
“Genit banget sih.”
“Ciyee cemburu nih.”
“Bodo amat.”
“Dih marah.”
“Biarin.”
“Yaudah deh kalo marah, malam ini gag ada acara cihuy dulu.”
“Lha gag bisa gitu donk.” Protes Dan.
“Ya males juga kalo harus cihuy sama orang lg marah.”
“Ya.. Yaudah gue gak marah kok.”
“Idih.. Tadi aja ngomel.” Ledek Dira.
“Pulang yuk.” Ajak Dan
“Tar dulu ah, kopinya belom abis.”
“Cepetan abisin. Kita bikin cucu buat ayah.”
“Sabaaarrr Dan Bagas Aditya Wicaksono.”
Tak terasa liburan bulan madu Dira dan Dan akan segera berakhir. Dira sudah cukup puas dengan wisata plus bulan madunya itu. Bali sudah membuatnya merasakan kebahagiaan yang sempurna.
Dibandara Ngurah Rai, Bali. Keduanya duduk dalam bosan karena pesawat yang mereka akan tumpangi mengalami delay selama 4 jam. Itu artinya mereka harus menunggu selama 4 jam sampai pesawat datang. Membosankan!
Akhirnya merekapun menghabiskan waktu dengan ngobrol kesana kemari. Sampai akhirnya Dan bertanya tentang anak, karena melihat keluarga kecil dengan ayah ibu dan dua anak kembar mereka, melintas didepan mereka.
“Dy.. Lo mau punya anak berapa?” Tanya Da menggenggam jemari Dira, erat.
“Gue ikut program pemerintah aja, dua.”
“Kenapa gag delapan aja sih? Kan enak rumah kita jadi rame.”
“Lo enak ngomong begitu, yang ngelahirin nanti gue yank.”
“Hahahaha.. Iya.. Iya sayang, terserah deh.. Gue sih gimana yang Maha Kuasa aja, percayanya ngasih berapa.”
“Iya yank, begitu baru bener. Anak kan titipan Tuhan, kita gak usah banyak minta. Kalo dikasih banyak Alhamdulillah, mau cewe atau cowo anaknya Alhamdulillah.”
“Iyaa yank.”
“Ciye, sekarang manggilnya yank.” Canda Dira.
“Biasain mesra lah, udah nikah juga.”
“Hahah..iya iya..”
“Mudah2an aja pulang ke Jakarta lo langsung hamil.” Kata Dan sambil mengelus2 perut Dira.
“Aamiin..”
Obrolan terhenti karna tiba2..
“Kriiiinggg..” Ponsel Dira berdering. Panggilan dari nomor area Jakarta.
“Halo..”
“Ini nenek, Dira..”
“Kenapa, nek?”
“Ayahmu..”
“Ayah kenapa nek?”
Nenek malah menangis. Membuat Dira cemas setengah mati.