Dan membawa Dira keklinik terdekat, dokter bilang Dira terkena asam lambung, makanya perutnya terasa sangat sakit. Dan terlihat sangat cemas saat menunggu Dira siuman, sudah setengah jam Dira belum sadar juga.
Tak lama kemudian Dira sadar, perlahan membuka mata, memegangi kepalanya yang mulai terasa sakit. Ia memandang sekeliling, hanya ada Dan dan seorang dokter.
“Syukur deh lo siuman”. Kata Dan lega
Belum sempar Dira menjawab, tiba-tiba ibu manager galak muncul.
“Kamu, kembali ke kantor!” Katanya pada Dan.
Dan mau tak mau dan tanpa kata berdiri meninggalkan Dira.
Ibu manager galak menghampiri Dira.
“Saya tunggu setengah jam lagi dikantor, banyak file yang harus segera diselesaikan”. Katanya berlalu pergi.
Dira tak menjawab. Gadis bermata sipit ini hanya diam dengan tatapan tak suka. Baru kali ini ia bertemu dengan atasan sebengis itu, apa tidak ada keringanan untuk karyawan yang sakit, ini malah harus langsung bekerja saat ini juga.
“Perempuan jahat, nenek lampir”. Desis Dira.
Baru sejam ibu manager disana, tapi ia berhasil mengumpulkan bantak haters. Mereka adalah yang kena hukuman karena tidak mengikuti aturan, contoh : ngobrol saat jam kerja, padahal hanya bertanya soal jam.
Hari pertama ibu manager galak ini sudah mengubah semua aturan dan tata tertib disana. Jangan harap bisa dengan mudah mengubah semuanya, semua harus step by step. Ibarat kata ingin membangun gedung bertingkat dalam waktu sehari, tidak akan bisa. Tapi ibu manager galak ini terlalu memaksakan kehendaknya.
Hari itu sungguh tidak menyenangkan bagi Dira. Dia dipaksa harus menyelesaikan pekerjaannya dalam kondisi tubuh yang belum fit. Walau tadi sudah makan dan minum obat, tapi tubuhnya masih terasa lunglai.
Seharian Dira duduk didepan layar komputer, mengecek data nasabah yang jumlahnya ada ribuan. Diam-diam Dan memberikan sebotol vitamin untuk Dira tanpa sepengetahuan ibu manager galak.
Sampai sore hari, baru tepat pukul 18:00 Dira dan karyawan divisi pemasaran bisa pulang. Ya, sesuai peraturan, mereka baru boleh pulang kalau ibu manager galak sudah keluar dari ruangannya untuk pulang.
Dira yang dibonceng Dan sampai tertidur dipunggung Dan, gadis ini sangat kelelahan. Dan sampai harus memegang tangat Dira erat agar tidak terjatuh.
Sampai dirumah, masih sepi. Ayah belum pulang, Dan terpaksa harus menggendong Dira dipunggungnya. Dan tau dimana Dira menyimpan kunci rumahnya, didalam plastik yang disimpan dalam kantong switer hitamnya. Ribet.
Dan membaringkan Dira disofa. Wajah Dan terlihat cemas, telapak tangannya ditempelkan ke dahi Dira, badannya hangat, Dan bergegas kedapur mengambil kompres dan air hangat. Perlahan dahi Dira dikompres.
Sejam lebih Dan disana, menunggu Ayah pulang. Dan tidak bisa meninggalkan Dira dalam keadaan seperti ini, dirumah, sendirian. Dan memandangi wajah Dira. Tersenyum.
Baru setelah ayah datang, Dan bisa pulang. Dan menceritakan semua kejadian hari ini. Ayah mengerti dan meminta Dan untuk pulang lalu beristirahat.
—-
Paginya Dira membuka mata. Kepalanya masih terasa berat dan perutnya perih. Dira melirik jam, sudah jam 08:00, Dira terperanjak ingin turun dari ranjangnya, tapi ayah yang baru masuk membawa sarapan segera melarangnya.
“Kamu mau kemana? Jangan banyak gerak dulu”.
“Kerja, yah. Ini udah kesiangan”. Jawab Dira panik.
“Udah jangan panik, Dan udah tau kondisimu, nanti dia bantu bicara sama atasanmu untuk izin”.
Dira manut, ia membaringkan tubuhnya kembali dikasur.
“Sekarang kamu makan dulu, habis itu minum obatmu, nanti sore qt ke mall, belanja bulanan gimana?” Kata Ayah sambil pelan-pelan menyuapi anak gadisnya itu.
Dira mengangguk girang. Berbelanja bisa membuat kondisinya lebih baik.
—-
Keesokan harinya, Dira yang keadaannya sudah membaik datang kekantor sesuai dengan jadwal. Seperti biasa dia mengenakan kemeja tangan pendej, rok rample mini dan sepatu kets biru. Ibu manager galak jelas tidak tinggal diam.
“Kamu mau kerja atau main?” Tanya ibu manager galak
Dira yang sudah tidak suka pada atasan barunya itu menjawab santai “Jelas saya bekerja bu, apa keliatannya saya sedang jalan-jalan dimall”.
“Sesuai dengan aturan saya, karyawan saya harus memakai sepatu pantopel berwarna hitam, tidak boleh yang lain!”
Dira bingung “Saya gak tau ya bu soal peraturan yang itu, kemarin saya..”
“Tidak ada alasan! Harusnya kamu bisa tanya sama temanmu yang lain”.
Dira mengerutkan dahi “Baik, mulai besok saya pakai pantopek”.
“Ya, memang harusnya seperti itu. Dan untuk hari ini saya akan hukum kamu. Buka sepatumu. Hari ini kamu bekerja tanpa alas kaki!”
Dira tidak terima “Apa? Tanpa alas kaki? Lantainya dingin loh bu dan saya baru sembuh”.
Salah kalau menganggap Dira akan langsung manut, Dira bukan tipe wanita lemah yang gampang diatur. Dira termasuk tipe yang kritis dan berani melawan.
“Saya gag peduli, kalo kamu gak mau ikut aturan saya, silakan keluar dari pekerjaan ini”.
Dira terperangah. Kedua wanita yang berbeda usia sepuluh tahun itu saling tatap dengan tajam. Aura ketegangan sangat terasa disana.
Hmm.. Mau tak mau Dira harus menurut, ia melepas sepatunya dan seharian bekerja tanpa alas kaki, bisa dibayangkan bagaimana risihnya.