Dan merangkul Dira untuk menenangkannya.
“Ayahmu masuk UGD.”
Dira kaget bukan main. “Kenapa?”
“Kecelakaan waktu pulang kerja. Kamu cepat pulang, Dira.”
“Iya nek, ini juga mau pulang, tapi pesawatnya delay 4 jam.” Kata Dira dengan suara tertahan.
“Pokoknya langsung kesini kalo sudah sampai jakarta.” Kata nenek masih menangis.
“Nenek sama siapa disana?” Tanya Dira.
“Sama Liz, kamu cepat pulang, nak. Kasian ayahmu.
“Iya, nek, Dira pasti cepat pulang.” Dira menutup telepon.
Dira menoleh ke Dan. Dan langsung memeluknya erat, membiarkan Dira menangis dalam pelukannya.
“Ayah..”
“Tenang.. Sabar.. Ayah pasti baik2 aja.” Dan mengusap2 pundak Dira.
“Gue takut.. Ayah..”
“huss.. Jangan mikir macem2, berdoa aja yg baik.”
Dira menangis cukup lama. Dan terus menenangkannya sampai akhirnya Dira bisa sedikit tenang karna nenek memberi kabar bahwa ayah sudah melewati masa kritisnya.
“Udah tenang?” Tanya Dan.
Dira mengangguk lalu memasukkan ponselnya ke saku celana.
“Kata nenek masa kritis ayah udah lewat. Sekarang ayah udah dipindah kekamar rawat inap.”
“Alhamdulillah.” Kata Dan mengusap2 bahu Dira “Terus berdoa, supaya ayah lekas sembuh.”
“Iya yank.” Dira menghapus air matanya.
Dan memeluk Dira lagi untuk menenangkannya.
Wanita memang paling suka dipeluk. Pelukan bisa jadi tanda perlindungan atau memberi ketenangan pada sang wanita. Buktinya Dira bisa langsung berhenti menangis setelah dipeluk Dan.
“Makan dulu yuk?” Ajak Dan.
Dira menggelengkan kepala.
“Jangan bandel deh, nanti maagnya kumat itu.”
“Gak napsu makan.”
“Bodo amat. Ayo makan!” Dan menarik paksa Dira masuk kedalam kafetaria.
Dan memesan banyak makanan untuk mereka berdua.
Baru saja pesanan datang, tiba2 datang seorang gadis cantik bertubuh tinggi semampai bak seorang model, berseragam salah satu maskapai penerbangan Indonesia. Gadis itu seorang pramugari dan ia tersentum menghampiri Dan.
“Dan!?”
Dan menoleh. Lalu menyadari siapa gadis cantik itu. Dira dengan wajahnya yang masih pucat karna habis menangis, bengong karena bingung.
“Silvy?”
“Iya.. Kamu apa kabar?” Tanya gadis itu senang.
“Baik.. Kamu sendiri gimana?”
“Baik donk, nih liat..”
“Iya, baik banget keliatannya.”
“Iya donk.. Btw bagi kontak lo donk..”
Dira yang tadinya diam saja langsung bereaksi. “Haaatcyiiiimm..”
Dan menyadari kekesalan Dira.
“Eh, kenalin nih.. Istri gue..”
“Oh.. Hai..” Sapa Silvy tersenyum
“Hai.” Balas Dira
“Yaudah kalo gitu, aku izin duluan ya Dan, bye.” Silvy pun pergi.
Dan cengar cengir melihat wajah cemberut Dira.
“Kenapa?” Tanya Dan.
“Siapa tuh?” Tanya Dira
“Hehehe.” Dan garuk2 kepala
“Siapaaa??”
“Mantan.”
“Kok gak pernah cerita!”
“Ngapain cerita masa lalu yee.”
Dira cemburu mendengarnya.
“Orang lagi sedih dibikin kesel sama ketemu mantan.” Kata Dira ketus.
“Ya gak apa2, biar lo gak sedih mulu, nangis mulu.”
Dira melampiaskan kekesalannya dengan melahap semua makanan yang dipesan Dan. Dan tertawa melihatnya.
“Awas keseleg.”
Dira tak menghiraukan kata2 Dan. Ia terus makan dengan lahap.
Terlalu kekenyangan.Didalam pesawat, baru duduk dibangku, Dira sudah tertidur nyenyak sekali.
Lalu baru terbangun ketika pesawat sudah mulai landing dibandara Soekarno-Hatta.
Tanpa basa basi mereka pun langsung meluncur kerumah sakit untuk menemui ayah.
Ketika Dira sampai dirumah sakit, Dira melihat sang ayah dari luar ruangan. Didalam sana ada Liz yang duduk menunggui ayah sambil memegang erat tangan sang ayah. Dira terpana melihatnya.
Sedangkan Liz tidak sadar diluar sana ada Dira yang memperhatikannya. Matanya tak berhenti meneteskan air kesedihan, memohon dalam hati agar yang tersayang segera sadar.
“Sejak kemarin Liz menunggu disana, walau masa kritis sudah lewat tapi ayahmu belum juga sadar. Wanita itu tak mau berhenti menangis, wajahnya pucat dan matanya bengkak.” Jelas nenek yang tiba2 muncul disamping Dira.
Dira menoleh lalu tersenyum pada nenek.
“Ayahmu sempat kekurangan darah, entah kenapa kebetulan rumah sakit ini sedang kekurangan pasokan darah untuk golongan darah A. Liz sangat khawatir melihat kondisi ayahmu, tanpa pikir panjang dia bersedia mendonorkan darahnya untuk ayahmu.” Jelas nenek sambil menepuk2 pundak Dira.
Dira termangu mendengarnya. Ia ingat ketika Dan mengalami kecelakaan, cemasnya bukan main, mendengar Dan butuh darah banyak, Dira tanpa ba bi bu langsung menawarkan diri jadi pendonor. Saat itu Dira sadar, Dira menyayangi Dan, Dira tak mau kehilangan Dan.
Mungkin itu yang juga dirasakan Liz saat ini.