Dira melirik ponselnya. 20 missed call dan 1 pesan dari Dan yang mengatakan dirinya berangkat lebih dulu karena harus turun ke lapangan. Arrghh… Habislah Diandra hari ini ditangan nenek lampir itu. Dira tanpa mandi langsung berganti pakaian kerja. Sekencang mungkin melajukan motor maticnya, tapi percuma. Jalanan macet, tak ada yang bisa Dira lakukan selain pasrah.
Benar saja sampai diruangan, Dira sudah disambut oleh wajah sangar ibu manager galak. Dira berlari menuju ruangannya lalu berhenti tepat dihadapan ibu manager galak.
“Berantakkan sekali kamu!” Ibu manager galak memandangi Dira dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Maaf bu”.
“Maaf gak bisa mengembalikan waktu yang terbuang sia-sia. Kamu saya hukum”.
Dira menghela nafas. Dia tidak bisa melawan, dia menyadari keteledorannya yang begadang sampai pagi hanya untuk menonton drama.
Dira memang orang yang keras kepala, tapi untuk tanggung jawab dia punya kesadaran yang tinggi. Kalau dia diberi tanggung jawab, dia akan melaksanakannya dengan baik, kalau dia melakukan kesalahan dia akan mengakuinya dan memperbaikinya.
“Rapikan berkas-berkas yang ada digudang sana, sortir berdasarkan tahunnya. Saya lihat masih banyak yang tidak urut”.
Dira kaget. “Bisa saya minta ganti hukuman? Saya bersedia dihukum, tapi tidak untuk digudang, bu”.
“Gak bisa. Saya butuh orang untuk merapikan itu dan karna kamu berbuat salah, jadi harus kamu yang merapikannya.”
“Tapi, saya..”
“Tidak ada tapi, segera lakukan, sekarang!” Ibu manager galak meninggalkasn Dira yang termangu.
Bukan Dira tidak mau mengerjakannya, Dira hanya tidak ingin phobianya kambuh. Ya, Dira phobia gelap dan ruang sempit. Digudang lantai basic itu lampunya redup hampir gelap, ruangannya kecil hanya seukuran kamar kos murah, kalau sedang sial lampunya bisa tiba-tiba mati, lalu gelap gulita.
Tapi mau tak mau Dira tetap harus mengerjakannya, semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi.
Namun naas, saat sedang serius menyortir file tiba-tiba lampunya berkedap kedip dan tak lama mati. Gelap gulita, tidak terlihat apapun disana.
Dira terhentak, menjatuhkan tubuhnya ke lantai, file yang dipegangnya terlempar ke rak buku. Phobianya kumat, tubuhnya berkeringat, rasa takut mulai menguasai jiwanya, panik, jantung berdegup kencang tak beraturan. Dira menggigil ketakutan.
Tangannya berusaha meraih ponsel didalam tas tapi gagal, kepanikan yang berlebihan membuatnya tak dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Beberapa menit berlalu dalam ketakutan yang luar biasa, sampai akhirnya Dan datang sambil berlari cemas. Langsung memeluk Dira untuk menenangkannya, Dira masih menggigil ketakutan. Ingin bicara tapi sulit rasanya.
Dan menggendong Dira keluar. Membawanya ke pantry untuk beristirahat dan minum air agar paniknya segera menghilang.
“Lo udah enakan? Udah tenang?” Tanya Dan cemas.
Sementara yang dicemaskan malah menatap heran. Ini kedua kalinya Dan terlihat sangat khawatir padanya. Sebelumnya saat dirinya pingsan, Dan juga terlihat khawatir. Apa jangan-jangan, Dan..???
Dira hanya mengangguk pelan.”Ya.”
“Syukurlah kalo begitu.” Dan mengusap rambut Dira yang berantakan
“Balik dari lapangan, gue denger dari anak-anak lo disuruh beresin file digudang, gue langsung lari tadi, gue tau lo pasti kumat, soalnya itu gudang hari ini mau diperbaiki listriknya.”
Dira mendesah pelan.
Tak lama kemudian datanglah seseorang yang sangat tidak diharapkan. Ibu manager galak datang sambil melipat tangan.
Tanpa diminta, Dan langsung undur diri.
Dira tak mau menatap wajah atasannya itu. Dira berpikir atasannya datang untuk meminta maaf karena sudah membuatnya harus bekerja digudang dan menyebabkan phobianya kambuh.
Tapi kenyataannya..
“Kamu ternyata lemah! Lebih lemah dari yang saya kira.”
Dira mendelik, ingin sekali melawan tapi rasanya malas membuat keributan.
“Saya kira sebagai satu-satunya wanita ditim marketing, kamu termasuk tangguh, karnas sudah 4 tahun bekerja dengan para pria, tapi saya salah. Kamu sama saja dengan wanita kebanyakan! Kamu lemah dan tidak berdaya.”
“Apa ibu kesini hanya untuk memperjelas kelemahan saya?” Tanya Dira menahan emosi.
“Tidak. Saya mau bilang, segera kembali ke kantor, selesaikan tugas harianmu saja!”
Ibu manager galak berlalu pergi.
Dira menatap tajam kepergian Ibu manager galak. Entah apa yang diinginkan perawan tua itu, sepertinya dia senang sekali menyudutkan Dira, apalagi saat Dira melakukan kesalahan.
Tapi dia seperti sangat ingin kalau Dira melakukan kesalahan, agar dia bisa menyerang Dira dengan kata-kata pedasnya yang bisa menusuk jantung.