Hari ini Dan tidak masuk bekerja, suasana duka masih menyelimuti hatinya. Dira menyampaikan pesan Dan untuk izin tidak masuk kerja hari ini pada ibu manager galak.
Tapi wanita itu hanya diam tanpa tanggapan apapun. Tidak ada ucapan belasungkawa ataupun bertanya bagaimana kabar karyawannya yang sedang terkena musibah. Dira tak habis pikir, wanita ini seperti tak punya hati. Pantas saja kalau dia jadi perawan tua.
Sepulang kerja Dira mampir kerumah Dan, sekedar ingin tahu kabar pria yang perhatian padanya itu. Dira duduk bersama kakaknya Dan, kak Nadine yang sedang menggendong bayi mungilnya, juga Dan yang kelihatan masih bersedih.
Kak Nadine orangnya baik, sangat welcome. Walau baru kenal, tapi Dira sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
“Jadi ini ya, cewe yang kamu ceritain sama kakak? Yang bikin kamu gag bisa melirik cewe lain?”
Dan langsung salah tingkah. Wajahnya memerah. “Apaan sih kak!?”
“Akhirnya kakak bisa ketemu sama cewe yang sering kamu ceritain, Dan.” Goda Kak Nadine.
“Aku ambil minum dulu.” Kata Dan beranjak bangun meninggalkan Dira yang kebingungan.
“Kalian kenapa sih gak jadian aja? Kamu udah jomblo kan?”
Dari kata2nya, sepertinya kak Nadine banyak tahu tentang Dira, mungkin Dan yang bercerita banyak hal padanya.
“Kita udah temenan lama, kak. Rasanya aneh kalo..”
“Kalian itu aku tau, sebenernya saling suka, tapi gak mau ngaku. Tapi karna kelamaan berteman jadi pada canggung sendiri.”
Kali ini Dira yang salah tingkah.
“Semoga aja dia cepet nembak kamu, sebelum kamu keburu diambil orang lagi.”
Lagi? Apa maksudnya dengan lagi? Apa Dan sudah memendam rasa sejak dulu? Bahkan sebelum Dira bertemu dengan Dimas, mantan pacarnya yang kini sudah menikah dengan gadis lain.
Kata2 kak Nadine masih berputar2 dikepala Dira, bahkan saat Dira sedang diatas kasur, matanya sulit terpejam. Hatinya jadi tak karuan. Apa dia juga punya rasa yang sama untuk Dan?
Keesokan harinya, Dira lebih memilih bawa motor sendiri ketimbang nebeng bersama Dan yang sudah mulai kerja lagi. Dira beralasan pulang kerja harus mampir kerumah neneknya, padahal sebenarnya Dira mulai canggung berdekatan dengan Dan setelah obrolan dengan kak Nadine kemarin.
Masih pagi, Dira dan Dan sudah dipanggil menghafap ibu manager galak. Keduanya ditugaskan ke Bandung untuk mengisi acara training karyawan baru sebagai trainer selama seminggu.
“Apa!? Bandung? Besok?” kata Dira kaget. “Apa ini gak mendadak, bu?”
“Mendadak atau tidak bukan urusan saya, yang jelas kalian harus berangkat besok pagi.”
Dan tidak berkomentar, hanya diam melihat kedua wanita berbeda generasi itu bersitegang.
“Oke, kalo saya gak masalah, tapi Dan, dia masih berduka, apa gak terlalu cepat memberinya tugas keluar kota?”
“Maaf, itu tidak ada urusannya dengan pekerjaan.”
Mata Dira membesar. Kesal. “Tapi, bu..”
Dan menahan lengan Dira yang mulai emosi. “Gak ap2.” Katanya pelan, menenangkan.
“Oke bu, saya berangkat besok.” kata Dan berlalu pergi sambil membawa berkas untuk besok.
Dira melakukan hal yang sama. Wajahnya merah padam.
“Dan, kenapa sih lo mau aja?” Tanya Dira sebal.
“Gak apa2, gue lagi males debat, jadi gue turutin aja perintahnya. Lagi pula kan perginya sama lo. Kita bisa sekalian jalan2.” Dan tersenyum menghangatkan.
Seketika emosi Dira mereda. Dan yang sudah meredakannya.
Keesokan harinya, keduanya janjian bertemu distasiun gambir pagi2 buta. Dan datang lebih dulu, disusul Dira sepuluh menit kemudian, yang harus diseret2 oleh sang ayah. Lihat rambutnya yang berantakan dan wajahnya yang masih semrawut, matanya juga masih setengah terpejam.
“Dan, titip Diandra ya, om ngeri ngelepas dia pergi jauh, kalo bukan urusan kerjaan om gak akan kasih izin.”
“Siap om, om tenang aja.” Jawab Dan dengan senyuman hangatnya.
Tak lama kemudian keretapun datang, keduanya berpamitan pada Ayah, lalu segera masuk ke gerbong kereta eksklusif itu. Ayah melepas kepergian Dira dengan cemas, dia takut anaknya yang ceroboh itu kenapa2 disana.
Didalam kereta, Dira dan Dan duduk berdampingan. Dira yang masih mengantuk mencari posisi enak untuk tidur. Ia menarik lengan Dan lalu bersandar dibahu Dan. Dan tersenyum.
“Gue masih ngantuk, Dan. Sumpaah.”
“Iya, tidur aja dulu. Perjalanan masih lama kok.”
“Oke.”
Baru beberapa menit tertidur, Dira tiba2 ingat perkataan kak Nadine tentang perasaan Dan padanya. Dira langsung menarik kepalanya dari bahu Dan dan mencari sandaran didinding jendela kereta api. Dan lagi2 hanya tersipu.