“Misa?”
“Apa san?”, jawab Misa sambil memainkan handphonenya.
“Aku sayang sama kamu”, sahutku dengan spontan.
“Hehehe, iya san, aku juga sayang sama kamu”, Misa juga menjawab dengan santai dan spontannya, seakan ia sudah tahu perasaanku padanya.
“Mmmm mungkin ini agak konyol yah, kamu mau gak jadi pacar aku?”
“Hah? Tapi san, aku gak mau pacaran”
“Kenapa?”
“Karena pacaran itu hanya mengumbar nafsu saja san”
“Yaa tapi aku enggak kaya gitu Mis”
“Ya siapa tau aja”
“Katanya kamu sayang aku Misa?”
“Iya aku sayang kamu aku cinta kamu”
“Lalu?”
“Yaaa jika kamu pacar aku, mungkin nanti kamu akan membuat janji-janji palsu”
“Tapi Misa, aku sayang sama kamu aku cinta”
“Kalau kamu mau sama aku, kamu harus berani”
“Berani buat apa?”
“Kamu bilang pada orang tuaku bahwa kamu akan menikahiku, kamu berani?”
“Siap aku berani”
“Baguslah”
Kemudian langsung ku pegang tangannya, dan berkata dengan perasaan yang paling dalam kepada Misa.
“Misa, dua tahun kamu akan pulang, aku sudah bekerja, aku akan langsung melamarmu”, ucapku dengan penuh perasaan optimis dan yakin.
“Baiklah Ihsan, aku akan menunggumu, selalu menunggumu”, jawab Misa sambil menatapku dalam-dalam dan membalas genggaman tanganku. Tiba waktunya Misa untuk berangkat kembali ke Inggris, dan aku menyampaikan kata-ata terakhir untuknya.
“Misa, baik-baik disana ya, semangat belajarnya biar cepet lulus yah”
“Oke san, kamu juga ya, cepet lulus, cepet kerja”
“Iya, aku gak akan lupa janjiku padamu”
“Aku juga gak akan lupa san, sampai jumpa san”
“Iya sampai jumpa, hati-hati ya Misa!”
Setelah hari kepergian Misa ku menjadi semangat, hidupku terasa terang kembali dengan adanya Misa, Misa bagai cahaya mentari di pagi hari yang sempat gelap dikala malam hari. Ku berambisi menyelesaikan kuliahku, aku juga berusaha agar kiosku ramai orang dengan mengembangkan usahaku. Akhirnya, aku sudah menyelesaikan kuliah, aku lulus, dan aku jadi sarjana. Perolehan nilai yang cum laude tidak sia-sia, tidak usah repot-repot mencari kerja, karena banyak perusahaan yang menawariku, dan aku memilih pekerjaan yang aku inginkan. Aku bekerja di perusahaan marketing. Ku sangat menikmati pekerjaanku, karena ini merupakan pekerjaan yang sesuai dengan kemapuanku.
Sudah setengah tahun aku bekerja disana, dan sudah satu tahun berlalu setelah kepergian Misa. Selama aku bekerja aku mendapatkan gaji setiap bulan, gaji itu aku berikan kepada orang tuaku, dan separuhnya untuk modal usaha kios bungaku, aku masih tetap menjalankan kiosku. Dengan waktu satu tahun aku sudah dapat mengmbangkan kios bungaku menjadi lebih besar, dan mendapat pendapatan yang lebih besar juga.
Dua tahun sudah berlalu, aku sekarang menjadi seorang manajer marketing di perusahaan itu. Ku bisa melunasi cicilan rumah yang bagus untuk Ayah dan Ibuku, aku bisa membawa ayah ke dokter sehingga sekarang Ayahku sudah sembuh dan dapat beraktivitas kembali seperti biasanya. Ku juga sudah mengembangkan usaha bunga ku dan sekarang sudah cukup besar dan aku mempunyai karyawan, aku juga sudah mengumpulkan uang untuk membeli rumah yang cukup sederhana untuk ku tinggal bersama istriku nantinya, dan tinggal satu lagi. Aku akan melamar Misa, aku juga sudah mendapat restu dari orang tuaku.
Ketika aku tengah di toko ku, Misa datang kepadaku.
“Misa, selamat datang”
“Eh Ihsan, wahhh usaha kamu sudah berkembang yah?”
“Iya Misa, hehe, ini kan modal untuk rumah tangga kita nanti”
“Ohh iya ya”
“Duduk dulu silahkan”
“Ohh iya makasih”
“Ngomong-ngomong, gimana kuliah kamu?”
“Sudah beres kok, aku juga udah kerja disini”
“Ohh sudah bekerja dimana?”
“Di perusahaan tempat kamu bekerja”
“Jadi kamu bekerja disana? Kok aku gak tau?”
“Iya kan aku baru disana”
“Lalu kenapa kamu juga tau aku kerja disana?”
“Perusahaan itu kepunyaan ayah aku, jadi aku tau siapa yang bekerja disana, kamu manajernya kan?”
“Ohh itu perusahaan ayah kamu?? Aku bener-bener gak tau Misa, aku juga gak tau ayah kamu, soalnya ayah kamu kan di luar negeri”
“Iya, kamu gak tau ya, tapi ayah aku tau kamu kok”
“Iya?”
“Iya, aku suka cerita ke ayah tentang kamu, jadi dia tau”
“Ohh gitu, hehe jadi malu nih”
“Ayah aku sekarang udah pulang kok”
“Ohh sudah pulang?”
“Ya iyalah udah pulang kamu gimana sih? Kan menunggu kamu melamar aku, masa ayah aku disana aja sih”
“Oh iya yah…”
“Eh san aku pulang dulu ya, ada urusan”
“Eh Misa tunggu dulu aku mau ngomong sesuatu”
“Hahaha udah nanti aja di rumah, yuk ah”
Esoknya, aku dan orang tuaku memutuskan untuk datang ke rumah Misa, melamar Misa untuk menikah, karena aku sudah siap menghidupi Misa dan keluargaku nantinya. Tiba di rumah Misa, perasaanku sangat berdebar-debar perasaan senang dan bahagia tengah menyelimutiku saat ini. Ku berjalan perlahan-lahan menuju depan pintu rumah Misa. Kemudian ayah mengetuk pintu rumah Misa, dan datanglah Ibu Misa.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam, silahkan masuk nak Ihsan, Ibu bapak”
“Iya terima kasih”
Kami langsung masuk ke ruang tamu rumah Misa dan duduk di kursi yang besar dan empuk itu. Setelah kami semua duduk, ayah berusaha untuk memberitahu tujuan kami datang ke rumah Sari.
“Ketadangan kami kemari ini untuk melamar anak bapak yang bernama Misa, dengan anak Kami Ihsan, kami sudah merestui nya, dan apakah bapak dan ibu merestui mereka berdua?”
“Mmmm, gimana mah?”, tanya Ayah Misa sambil tertawa dan melirik ke arah Misa dan Ibunya.
“Kalau papah sih gimana?”, jawab Ibu Misa.
“Boleh boleh, tapi ada pesan dari saya kepada mereka berdua”, sahut Ayah Misa sambil melirikku dan Misa.
“Apa itu pah?”,
“Tunangannya jangan lama-lama langsung aja nikah biar cepet, papah pengen cepet-cepet punya cucu”, ucap Ayah Misa dengan spontan dan sambil tertawa ria.
“Ihh papah”
“Alhamdulillah”
Kemudian aku menghampiri Misa dan duduk di samping Misa dan berkata.
“Misa?”
“Iya san”
“Kamu mau kan jadi istri aku, kita juga sudah direstui”
“Mmmm gak mauu”
“Gak mau??”
“Gak mau nolak kamu hahaha”