Angin dingin berhembus menerpa wajah Kirana, yang tengah berjalan menembus pekatnya malam. Hari ini ia kebagian shift sore, hingga ia pulang ke kos-kosannya mendekati tengah malam. Dipersimpangan jalan langkahnya terhenti, saat netranya menangkap sosok wanita paruh baya yang sedang duduk disebuah halte. Wajahnya terlihat pucat dan sepertinya ia hanya seorang diri.
Kirana menghempaskan tubuhnya di kursi halte. Dengan senyum ramah Kirana coba menyapa. Dan ia kaget saat wanita itu menoleh ke arahnya.
“Bu Asih ?…ibu mau kemana ?, ini sudah tengah malam loh. Ibu sama siapa ?.”
Wanita itu ternyata adalah ibu pemilik tempat kos yang Kirana tinggali. Bu Asih tak menjawab, hanya diam terpaku. Wajahnya terlihat sangat pucat. Kirana mengeluarkan sebungkus roti yang sengaja ia bawa dari tempat kerja. Kirana bekerja disebuah toko roti. Disodorkannya bungkusan roti ke arah bu Asih.
“Bu, saya punya roti, tadi saya bawa dari tempat kerja, ibu mau ?.”
Karena bu Asih tak bergeming. Kirana menarik kembali roti yang tadi disodorkannya, dan mulai memakannya. Tiba-tiba hidungnya kembang kempis.
“Astaga !!, dari mana datangnya wangi ini, seperti wangi yang biasa dipakaikan ke jenazah,” batin Kirana.
“Wangi apa ya bu Asih ?,” Kirana melihat ke arah dimana bu Asih tadi duduk.
“Loh..bu Asih kemana ya, tadikan dia disini,” gumam Kirana.
Tiba-tiba Kirana merasakan bulu kuduknya meremang, aroma melati semakin kuat menyengat.
“Upss…kemana sih bu Asih nih ?.”
******
Kendaraan angkot yang ditunggu akhirnya datang, Kirana langsung naik.
“Ah..mungkin bu Asih sudah pulang duluan,” gumamnya.
Wangi menyengat aroma melati masih tercium. Kirana melihat arloji yang melilit pergelangan tangannya. Waktu menunjukan pukul 00.15 tengah malam.
*******
Kirana menghentikan kendaraan saat telah tiba di gang tempat kosnya berada.
“Kiri ya bang !.”
“Baik neng.”
Pak supir menghentikan laju kendaraannya. Saat ia hendak membayar, pengemudi itu menolak.
“Sudah neng, sudah dibayar ibu itu.”
“Ibu yang mana bang ?.”
“Itu udah turun duluan.”
Kirana bengong saat pengemudi itu menunjuk ke arah jalan masuk gang. Kirana berlari mengejar ibu yang telah membayarkan ongkos angkotnya. Tapi hingga dipertengahan gang, ia tak menjumpai siapapun.
******
Beberapa rumah sebelum ia memasuki tempat kos, ia melihat bendera kuning tertambat di sebuah tiang. Di tengahnya tertulis nama ASIH BINTI FULAN.
Kirana diam terpaku, sendi-sendi tubuhnya bergetar.
“Jadi..bu Asih yang kutemui tadi, itu….itu….” Tubuh Kirana limbung, sebelum akhirnya ia terjatuh dan tak sadarkan diri