Satu hari setelah kepergian bu Asih, rumah besar itu kembali sepi. Rumah itu kini kosong dan hanya dijaga oleh mang Dadang dan istrinya. Jarot adik bungsu bu Asih hanya sesekali datang berkunjung untuk memeriksa keadaan rumah dan meminta uang kos-kosan, karena bu Asih tidak mempunyai anak, sementara suaminya telah lama menghadap sang pencipta.
******
Jarot adalah adik bungsu bu Asih, dia sudah berkeluarga dan mempunyai seorang putri yang masih duduk di bangku SMA. Kehidupan mereka tidak seperti bu Asih yang berkecukupan, kehidupan mereka sangat sederhana. Jarot bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik konveksi. Sebelumnya mereka tinggal disebuah kontrakan kecil, tak jauh dari rumah bu Asih.
Semasa bu Asih hidup, Jarot pernah ditawarkan untuk menempati salah satu kamar kos milik bu Asih, tapi Jarot menolak, dan lebih bersedia tinggal di kontrakan kecilnya.
******
Sementara itu kakak tertua bu Asih, seorang wanita bernama Retno, tinggal di luar kota. Retno sudah dua kali menikah dan sama seperti bu Asih, Retno juga tidak mempunyai anak, ia hanya mempunyai seorang anak tiri bernama Tika, bawaan suaminya yang seorang duda bernama Rudi.
*******
Kematian bu Asih yang tiba-tiba, telah menjadi buah mulut warga desa. Apalagi kematiannya bertepatan dengan adanya pertengkaran antara bu Asih dan Retno yang sedang datang berkunjung.
Retno dihari bu Asih meninggal, datang berkunjung. Entah apa yang menjadi penyebabnya tiba-tiba terjadi pertengkaran hebat. Retno yang sedang marah sempat mengancam akan menghabisi bu Asih, sebelum kembali ke rumahnya.
******
Mang Dadang pria paruh baya, yang bekerja membersihkan kebun dan menjaga keamanan di rumah bu Asih. Meski usianya sudah berkepala lima, tapi garis-garis ketampanannya masih terlihat nyata. Istrinya bekerja sebagai pembantu di rumah bu Asih. Mereka tinggal di salah satu kos-kosan milik bu Asih tanpa membayar alias gratis. Mereka mempunyai seorang anak laki-laki berkebutuhan khusus, tapi sudah meninggal karena sakit.
*******
Udara panas didalam kamar kos, membuat Kirana beranjak keluar. Hari ini Tita teman sekamarnya berdinas malam. Tita bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit.
Meski ada sedikit rasa takut, Kirana mencoba menepisnya dengan bersenandung.
Suasana di luar terlalu sunyi untuk malam yang masih belum meninggi. Entahlah pada kemana perginya penghuni kos-kosan. Kirana berjalan ke arah taman yang biasa ia datangi saat malam sepi sendiri. Dihempaskan tubuhnya disebuah bangku taman, sambil membuka gawai yang sejak tadi dipegangnya.
Tink…
Sebuah pesan masuk dari Bram
[Malam sayang…sudah bobo belum?]
Kirana tersenyum dan membalas wa dari Bram.
[ Belum mas, nih aku masih di luar, didalam panas ]
[ Mau mas temenin gak ? ]
[ Gak usah mas, sudah malam. ]
[ Yasudah kalo gitu istirahat ya, udara malam gak baik loh buat kesehatan ]
[Iya mas.]
[ Love you dear …met bobo ya.]
[ Love you too mas..😍 ].
Kirana menutup gawainya. Matanya menerawang melihat kelangit yang dipenuhi bintang-bintang dan cahaya rembulan. Malam ini teramat indah, karena bulan bersinar penuh, dan Kirana terhanyut dalam pesonanya.
*******
Kirana menatap rembulan yang malam ini cahayanya begitu memukau. Desir angin yang bertiup perlahan membuat Kirana tanpa sadar tertidur.
Dalam tidurnya, Kirana melihat bu Asih datang menghampirinya, wajahnya terlihat sangat pucat, rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai, langkahnya terseok-seok.
“Bu Asih ?, bu Asih kenapa ?.”
Saat itu bu Asih hanya bergumam lirih.
Toloonggg….toloonggg…tolong ibu Kirana
Kirana berusaha menjangkau tangan bu Asih, tapi sebuah tangan kekar seperti menarik dan mencengkramnya dengan kuat. Bu Asih meronta-ronta hingga akhirnya terdiam.
“Bu Asih !!….bu…bu…bu Asih…bu Asiiihhh !!.”
Kirana menjerit sekuat kuatnya, tapi suaranya seperti tersekat di kerongkongan. Nafasnya tersengal sengal. Hingga sebuah tangan menyentuhnya.
“Naa !!, Kiranaa !!, bangun Na!!.”
Akh…, Kirana tersentak, guncangan tangan dan tepukan dipipi mengagetkannya.
“Kamu kenapa teriak-teriak gitu ?, trus kenapa juga kamu tidur disini Na ?,” tanya Tita dengan nada heran.
Kirana mengatur nafasnya, dipandangi sahabat yang sudah duduk disebelahnya.
“Tita !!, kamu..kamu koq sudah pulang ?.”
“Aku ijin Na, badanku gak enak, mungkin karena kecapekan kali ya, kemarin habis bantu-bantu beberes di rumah bu Asih.”
“Kamu ngapain sih tidur di luar ?, serem tau, ayo ah kita masuk !!.”
Kirana mengikuti langkah Tita yang berdiri sambil menggamit lengannya.
******
Kirana merapikan sajadah dan rukuknya, sementara Tita sudah lebih dulu naik ke tempat tidur.
“Na !!, kamu tadi mimpi apa sih ?, kok teriak-teriak manggil-manggil bu Asih. Bu Asih kan udah meninggal Na. Apa arwah bu Asih gentayangan ya ?, kan katanya kematian bu Asih gak wajar…hiiyyyy.” ucap Tita sambil menutup wajahnya dengan selimut.
“Hush jangan asal bicara kamu Ta, didatengin baru tau rasa kamu.”
Tita melompat dari tempat tidur, dan memeluk tubuh Kirana.
“Apaan sih kamu Na , aku takut tau.”
“Hahaha…hahaha, makanya ngomong tuh hati-hati, gak usah dengerin gosip-gosip receh yang gak danta.”
Tita diam, wajahnya terlihat sangat takut. Tangannya mencengkram Kirana dengan kuat. Kirana tersenyum geli.
*******
Malam semakin larut, suara serangga malam terdengar bersahut-sahutan. Angin yang bertiup kencang, membuat suara pepohonan diluar terdengar berderak-derak.
Kirana belum juga dapat memincingkan matanya. Kehadiran bu Asih dalam tidur sesaatnya tadi, membuat otaknya disesaki pertanyaan.
“Bu Asih!!, ada apa sebenarnya dengan ibu ?,” gumam Kirana, sebelum akhirnya ia terbuai dalam lelap.
******
Kirana bergegas melangkah keluar dari kamar.
“Hadeuh telat nih !!. Ta aku jalan dulu ya, udah kesiangan nih. Aku masih ada beberapa potong roti dan mie instan di lemari, ambil aja kalo kamu laper.”
Tita mengangguk. Kirana memang sahabatnya yang paling baik, dia tidak pernah hitung-hitungan dalam hal apapun. Perasaan dan tutur katanya sangat halus. Kirana tidak pernah marah, bibir tipisnya selalu tersenyum meski ia sedang ada dalam masalah, itulah yang membuat bu Asih sangat menyayanginya.
Bu Asih mempercayakan Kirana untuk menagih uang kos, kepada teman-temannya. Dan teman-temannya kerap meminta bantuan Kirana untuk bicara ke bu Asih, jika mereka telat membayar, karena mereka percaya bu Asih pasti akan membolehkan, jika Kirana yang bicara.
*******
Kirana masih duduk di mejanya. Makanan pesanannya yang diantar office boy masih belum disentuhnya. Jemarinya terlihat mengetuk ngetuk ballpoint ke meja.
Anggi teman sekantor yang satu ruangan dengannya datang menghampiri.
“Na !! kamu gak makan ?.”
“Oh..eh..iya Nggi.”
“Kamu kenapa Na ?, dari tadi aku lihat kamu banyak melamun. Kamu lagi ada masalah dengan Bram ?.”
“Enggak Nggi. Aku lagi mikirin almarhum ibu kos aku.”
“Bu Asih. Ibu kos yang kata kamu baik banget ke kamu kan ?, memangnya ada apa Na?.”
“Ah..nggak apa-apa Nggi, mungkin akunya aja yang terlalu terbawa perasaan. Yuk kita makan.”
Kirana dan Anggi makan tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Anggi tak ingin lagi bertanya. Ia sudah sangat mengerti sifat Kirana. Jika Kirana ingin cerita, ia akan cerita tanpa diminta.