Kirana berjalan mengitari halaman rumah bu Asih. Di halaman belakang Kirana berjumpa dengan mang Dadang yang tengah mengarit rumput.
“Sore mbak Kirana,” sapa mang Dadang.
“Sore mang. Lagi ngarit mang ?.”
“Iya mbak, rumputnya sudah tinggi, kalau tidak di arit, takut ada ular.”
Kirana menatap mang Dadang yang tengah sibuk dengan aritnya. Lalu dengan ragu, Kirana bertanya,
“Mang kalau malam, di rumah bu Asih ada yang tidur gak ?.”
“Nggak mbak, kosong. Kalau siang saya dan istri saya paling yang masuk ke dalam, biasa… bersih-bersih. Ada apa to mbak, koq tumben mbak Kirana nanya gitu.”
“Oh..eh..gak apa-apa mang, hanya tanya.”
Mang Dadang menghentikan aktivitasnya. Perlahan ia berdiri dan menatap tajam ke arah Kirana.
“Mbak Kirana, sebaiknya mbak jangan terlalu banyak ingin tau, apa yang seharusnya tidak perlu kita tau.”
“Maksud mamang ?,” tanya Kirana heran.
Belum lagi tanyanya terjawab, tiba-tiba..
prangg, suara benda pecah terdengar dari rumah bu Asih.
“Pergilah !!, ujar mang dadang dengan intonasi marah.
“Tapi kenapa mang ?.”
“Pergi kataku !!.”
Kirana bergegas pergi. Kirana begitu takut melihat sorot mata mang Dadang.
“Ada apa sebenarnya ini, kenapa mang Dadang begitu marah.”
********
Kirana menimang-nimang gawainya.
“Mas Bram kemana sih ?, kenapa seminggu ini gak bisa dihubungi.”
Saat ia tengah gelisah, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Kirana membukanya dan ..
“Astaghfirullah, apa ini ?, siapa yang melakukan semua ini ?.”
Seekor ayam hitam dipenuhi darah segar, tergeletak di depan kamarnya.
Kirana berlari keluar, dan melihat keseluruh sudut halaman, tidak ada tanda-tanda kehadiran seseorang disana, sepi, hanya gemerisik suara angin yang bergesekan di dedaunan.
Dengan rasa takut, Kirana kembali masuk kedalam kamar kosnya, dia tak mau mengambil resiko berada di luar sendirian.
*******
tuut…tuuuttt….tuttt
“Mas angkat dong hpnya mas!!, angkat !!.”
“Hallo,” terdengar suara diujung sana.
“Hallo mas !!, mas !!..tolong aku mas !!, tolong aku. Aku takut !!.”
“Hallo ini siapa ?,” terdengar nada heran diujung sana.
“Oh ma..maaf bu. Ini Kirana bu. Bu mas Bram ada?.”
“Bram gak ada nak, sudah seminggu ia pergi, dia gak bawa hp. Tadi Anto yang hidupin hpnya, ada apa nak?, kenapa kamu teriak-teriak ?.”
“Ibu !! tolong Kirana bu, Kirana takut.”
“Ada apa Kirana ?, Kamu dimana ?, kirim alamatnya nak, nanti ibu suruh Anto kesana.”
Dengan gugup Kirana menshare lokasi. Kirana bersembunyi disudut kamar, tubuhnya bergetar hebat. Ayam hitam yang tergeletak tak bernyawa didepan kamarnya, membuat jantungnya seperti berhenti berdetak. Keringat membasahi kening dan tubuhnya.
*******
tok..tok…tok
“Mbak !!, buka pintu mbak !.”
Suara ketukan dipintu terdengar perlahan. Dengan tubuh gemetar Kirana berjalan mendekat, dan mengintip dari balik gorden. Anto adik Bram terlihat berdiri disana.
“Anto !.”
“Iya mbak ini aku.”
Kirana membuka pintu dan menghambur ke arah Anto.
“Siapa yang melakukan semua ini mbak ?.”
“Mbak gak tau dek, tadi ada yang mengetuk pintu, pas mbak buka sudah ada ini.”
“Keterlaluan !!. Ini gak bisa dibiarkan mbak.”
“Kalo gitu, malam ini tinggal di rumahku saja mbak. Aku gak mau ada apa-apa sama mbak Kirana.”
Kirana mengangguk. Dengan tergesa Kirana mengambil tas dan baju kerjanya. Dikuncinya pintu kamar dan pergi dengan Anto.
Dari balik gelapnya malam empat pasang mata mengawasinya menghilang di kejauhan.