Bram berjalan tergesa masuk ke dalam kamarnya. Di depan kamar hampir saja ia bertubrukan dengan Anto.
“Astaghfirullah !!, ngagetin gua aja lu bang. Kapan dateng bang ?.”
“Sory dek !, abang baru sampe.”
Bram langsung masuk ke kamarnya, dan terlihat mencari-cari sesuatu.
“Lu cari ini bang ?,” ujar Anto sambil menunjukan gawai di tangannya.
Bram memandang heran ke arah Anto.
“Koq ada di elu dek ?.”
“Iya kemarin gua denger gawai lu bunyi, pas gua lihat, taunya mbak Kirana telfon.”
“Kirana ?.”
“Iya..untung gue angkat bang, dia ketakutan. Gua samperin ke kosannya, trus gua ajak pulang ke sini. Dia kesian banget bang, emang ada apa sih bang di kosannya ?.”
Bram tak menjawab, matanya mencari-cari Kirana.
“Sekarang Kirananya dimana ?.”
“Kerja bang, tadi gua anter ke kantornya disuruh ibu.”
Bram manggut manggut.
*******
Kirana merapikan meja yang berantakan, hari ini ia pulang agak sedikit telat.
“Na !!, mau gue anter,” sapa Roy. Roy adalah laki-laki yang pernah mengutarakan cinta padanya, tapi Kirana menolaknya.
“Makasih Roy, aku naik angkot saja.”
“Yakin !, udah malam loh ini.”
“Iya Roy gak apa-apa.”
********
Kirana menyebrangi jalan kecil, sedikit berlari menuju halte.
“Malam ini dingin banget,” gumam Kirana.
Kirana duduk menunggu angkot yang lewat.
Tak berapa lama sebuah sepeda motor berhenti di dekatnya.
“Selamat malam mbak, sedang nunggu apa ?,” laki-laki dengan wajah terbungkus helm menyapanya.
Kirana diam, lalu berdiri dan siap untuk berlari.
“Mau aku antar mbak ?,” ujar laki-laki itu sambil membuka helmnya.
“Mas Bram !!,” seru Kirana sambil menghambur kearahnya.
Bram tertawa saat Kirana memukul tubuhnya.
“Udah dong marahnya, yuk aku antar pulang.”
Kirana langsung naik dan duduk di jok belakang motor.
“Kamu kemana mas, seminggu gak ada kabar berita.”
“Aku tugas keluar kota sayang.”
“Tapi kenapa hp nya gak dibawa.”
“Yaitu ketinggalan, mau balik lagi gak mungkin. Aku tau pas dah di kereta.”
Sepanjang jalan Kirana menceritakan semua yang terjadi di rumah bu Asih.
“Untung ada Anto yang nolong aku mas, kalau nggak, nggak tau aku.”
“Yasudah, sekarang kan sudah aman. Tita juga sudah balik kan ?.”
“Tita ?, emang Tita udah balik ?, koq mas tau?,” tanya Kirana dengan wajah heran.
Bram terdiam sejenak sebelum menjawab.
“Tadi saat aku sampai rumah, aku langsung cari kamu. Aku ketemu Tita, dan kata Tita kamu gak ada.”
“Oh gitu.”
Bram menepikan sepeda motornya di depan kamar kos Kirana. Lampu kamar terlihat menyala. Dari balik gorden terlihat seseorang memperhatikan mereka berdua.
“Mas langsung pulang ya, mas capek.”
“Gak mampir dulu mas ?,.biar aku buatin kopi.”
“Gak usah sayang, udah malam, gak enak sama orang, nanti dikira kita ngapa-ngapain lagi.”
Kirana merasakan adanya kejanggalan dari sikap Bram, biasanya selarut apapun Bram selalu mampir dan menemaninya sekedar mengobrol.
“Ada apa sama mas Bram, akh mungkin mas Bram capek kali,” Kirana menepis pikiran buruk yang mulai merasuki otaknya.
********
Kirana mengetuk pintu. Tak berapa lama pintu terbuka. Tita sudah berdiri dengan senyum yang terlihat aneh dimata Kirana.
“Ta..kamu udah balik.”
“Iya Na, tadi pagi. Aku tanya mang Dadang, katanya kamu dari kemarin gak ada di kamar. Kamu kemana Na?.”
“Oh iya, aku nginep di rumah teman. Sepi Ta, gak ada kamu.”
Kirana melihat koper tersandar di sudut kamar.
“Kamu mau kemana Ta ?.”
“Aku mau pindah Na.”
“Loh..koq kamu gak bilang sih. Koq mendadak gini.”
“Iya aku minta maaf Na. Bibi aku minta aku untuk tinggal sama mereka. Maafin aku ya Na.”
Kirana diam terpaku, entahlah terlalu banyak kejadian aneh yang terjadi akhir-akhir ini, sehingga membuat ia tak bisa berpikir jernih.
******
Kirana berjalan ke luar kamar, sementara Tita telah tertidur lelap.
“Ada apa sebenarnya ini ?, mengapa semua kejadian ini begitu tiba-tiba.”
Saat Kirana tengah berdiri melamun, Kirana melihat sosok perempuan yang sangat dikenalnya berjalan terhuyung melintas di depannya.
“Bu Asih !!, itukan bu Asih,” gumam Kirana dengan tubuh bergetar.
Sosok itu tiba-tiba jatuh terjerembab. Kirana reflek berlari kearahnya.
“Bu Asih !, ibu gak apa-apa ?.”
“Tolong ibu Kirana.”
Betapa terkejutnya Kirana saat ia hampiri, wajah itu bersimbah darah, dan
Astaghfirullah !!, sebuah pisau tertancap di perutnya.
Kirana berteriak meminta pertolongan
“Tolong…toloong..tolonnngggg.”
Tubuh Kirana tersentak saat sebuah tangan menepuk pipinya.
“Na !..Kirana !!, Kirana bangun!.”
Kirana membuka matanya. Keringat mengucur deras di dahinya.
“Na !, kamu ngimpi apa ?. Ada apa sih Na ?, cerita ke aku !.”
Kirana menggelengkan kepalanya, entahlah seperti ada kekuatan yang melarangnya untuk menceritakan isi mimpinya pada Tita.