Kirana menimang-nimang gawainya. Ruang kamar terasa sepi. Tita sudah pergi ke tempat bibinya seusai shalat dzuhur.
“Ah..sepi banget sih,” gumam Kirana sambil beranjak dari kursinya.
Kirana membuka pintu kamar dan berjalan ke arah taman. Suasana terasa begitu lengang, hanya suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin sesekali terdengar.
Semenjak kematian bu Asih, suasana kos-kosan tidak lagi ramai, banyak penghuninya yang pergi mencari kos-kosan baru. Dari sepuluh kamar yang ada, hanya lima kamar yang berpenghuni dan kesemuanya sudah berkeluarga, kecuali Kirana.
********
Lamunan Kirana buyar, rungunya mendengar percakapan dari salah satu kamar kos yang kosong.
“Siapa yang ada disana ?, seingatku kamar itu kosong,” gumam Kirana sambil berjalan mendekat.
Degup jantung Kirana berdebar kencang, semakin ia mendekat, semakin jelas suara itu terdengar.
“Aku sudah bilang, kamu jangan gegabah, sekali saja kita salah melangkah, kita gak dapet apa-apa.”
Kirana tak dapat melihat siapa yang berbicara di dalam sana, karena pandangannya terhalang tirai yang menutup jendela.
“Siapa orang itu ?, mengapa ia sepertinya sangat marah ?, ada apa ini ?.”
Belum lagi usai kebingungannya, tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya. Ia berusaha meronta, tapi tangannya kalah kuat dengan tenaga orang yang membekapnya.
Perlahan pandangannya kabur, sebelum akhirnya ia terbaring tak sadarkan diri.
********
Kirana membuka matanya, saat tubuhnya merasakan hawa dingin menerpa wajahnya.
Kirana memegangi kepalanya yang terasa berat.
“akh…, kepalaku sakit sekali. Kenapa aku ada disini ?,” gumanya sambil memegangi kepalanya.
Kirana bangkit dengan sedikit terhuyung. Udara malam dengan wangi aroma bunga kemuning, membuatnya bergegas melangkah meninggalkan kursi taman. Kirana tidak tau, saat ia melangkah ada sepasang mata yang sedang mengawasinya di kejauhan.
********
kreekkk, suara ranting yang terpijak kaki, membuat Kirana mempercepat langkahnya. Dibukanya pintu kamar, dan cepat-cepat dikuncinya.
“Ya Allah, lindungi aku ya Allah!, aku takut sekali.”
Saat ia sedang dalam ketakutan yang teramat sangat, tiba-tiba gawainya berdering. Sebuah nomer tak bernama memanggilnya. Dengan ragu-ragu, Kirana menjawab panggilan itu.
“Hallo…hallo..siapa ini.”
Suara diujung sana, tak menjawab pertanyaannya.
“Hallo…siapa ini ?.”
tut…tut…tutt, suara telpon terputus.
Jantung Kirana berdetak semakin keras, tangannya basah oleh keringat. Saat itulah…ting, gawainya menyala, sebuah pesan tanpa nama muncul di gawainya..
[Jika kamu ingin selamat, jangan terlalu banyak ingin tau nona !! ]
Kirana mencoba mengatur nafasnya. Belum lagi ia dapat menenangkan hatinya, tiba-tiba…
brakk, sebuah hantaman keras menghantam pintu kamarnya.
*******
Dengan rasa takut yang teramat dalam, Kirana mencoba menghubungi Bram.
“Hallo …” terdengar suara Bram diujung sana.
“Mas Bram !, mas ! to..to..tolong aku.. !, aku takut mas !.”
“Ada apa Kirana ?, kamu kenapa ?.”
“Ada orang yang mengancam aku mas !, aku takut mas..huhuhu.”
“Kamu tenang Kirana !, kunci pintu dan jangan dibuka, sebelum mas dateng.”
“Iya mas, mas jangan lama-lama ..huhuhu, aku takut mas.”
Kirana menutup gawainya, dan bersembunyi disudut kamar. Mulutnya komat kamit membaca doa sambil terisak. Tubuhnya basah oleh keringat.
******
Suara sepeda motor yang terhenti, memaksa Kirana bangkit dari tempatnya bersembunyi. Dengan sedikit keberanian yang tersisa, Kirana mencoba mengintip dari balik gorden, dilihatnya Bram turun dari motor, dan berjalan ke arah kamarnya.
Kirana membuka pintu kamar, dan menghambur memeluk tubuh kekar Bram.
“Tenang sayang, kamu aman sekarang.”
“Aku takut mas..huhuhu.”
Bram memeluk erat tubuh Kirana dan berusaha menenangkannya. Dibimbingnya masuk tubuh Kirana yang letih dan ketakutan.
Malam sudah hampir mendekati pagi, saat mata Kirana akhirnya dapat terpejam. Tubuhnya yang letih akhirnya dapat beristirahat, setelah Bram meyakinkan, bahwa ia akan tetap ada disampingnya.